Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Sesajen Pengacau

Akhza terlontar jauh setelah menyerang. Entah seberapa jauh, Akhza tak tahu. Tapi dari bibirnya, ia tersenyum. Bajunya seketika penuh dengan robekan, udara keras menghantamnya.

***

Gunung Loro Kembar adalah gunung yang telah ditinggalkan sejak lama, terlalu berbahaya tinggal di gunung tersebut dengan hewan-hewan spirit dan rumor tentang keangkeran gunung tersebut. Hal itu membuat peristiwa pertarungan dua seniman bela diri terkuat setanah Jawa itu tidak terlalu banyak merugikan bagi manusia.

Beberapa desa paling dekat dengan gunung itu bisa melihat apa yang terjadi, tapi bukan melihat pertarungan di lereng gunung itu. Mereka terkejut bukan main melihat Gunung Loro Kembar secara mendadak tertutup awan abu tebal.

"Sudah aku bilang, gunung itu bukan sekadar gunung!" Seorang pria tua berteriak keras saat warga-warga desa yang lainnya keluar.

"Tadi kudengar juga ada suara ledakan, pasti arahnya dari Loro Kembar!" Seorang yang lainnya berteriak.

Kepala desa baru keluar dari rumahnya, dan pergi ke tempat warga-warganya berkumpul.

"Saya ingatkan sekali lagi, jangan ada yang pergi ke Loro Kembar," katanya, "bahaya!"

"Tapi, Kepala Desa, Gunung Loro Kembar sepertinya perlu diberikan sajen, kita berhenti memberikan sajen dua minggu yang lalu. Dan lihatlah hasilnya sekarang." Pendapat itu ditimpali yang lainnya, senada, mereka setuju.

"Jangan sampai awan panas Loro Kembar sampai ke pemukiman," kata yang lain.

"Aku punya ternak, dan ini tanah yang subur. Aku tidak mau mengungsi."

"Jangan sampai. Kita harus menyiapkan sajen sekarang, Kepala Desa! Kami butuh persetujuanmu!"

Kepala desa itu hanya bisa menghela napas menghadapi warganya. Ia tahu, bahwa mereka hanya panik dan ketakutan. Dan ia sendiri yang memerintahkan untuk berhenti memberi sajen pada Loro Kembar, walau desa ini mendapat tugas memberikan sesajen sekali setiap minggunya.

Sekarang warga marah, jelas mereka mengira bahwa itu terkait sajen yang dihentikan. Kepala desa sebenarnya juga beramsumsi seperti itu, walau dia paling tidak percaya dengan hal gaib di antara warganya. Namun, ini sulit diterima dalam nalarnya.

Tapi seorang kepala desa tidak akan mengorbankan warganya untuk pergi ke gunung yang sekarang tampak berbahaya tersebut, itu yang membuatnya terlihat bimbang.

"Saya bisa ke sana kalau Pak Kepala Desa tidak mau." Seorang pria tua maju. "Saya ada istri, anak, dan cucu di sini."

"Tidak, aku yang akan pergi ke sana." Kepala desa memandang Loro Kembar yang ditutupi kabut. "Siapkan sesajen, aku akan bersiap."

Warga desa menangguk, mereka bubar dan menyiapkan sajen-sajen seperti dulu. Sedangkan kepala desa pergi ke rumahnya, dan menyamar menyerupai petani biasa.

Sesajen telah siap. Satu kambing putih, sekarung beras, bunga tujuh rupa, dan dupa-dupa. Kepala desa berangkat, dilepas warga desa yang melambaikan tangan dan memanjatkan doa.

***

Akhza dengan sempurna dan ringan mendarat di tanah, ia yakin masih berada di Gunung Loro Kembar walau tadi terlontar sangat jauh Namun, tidak ada waktu untuk memperhatikan lingkungan, pusaka miliknya bereaksi setelah dipakai untuk serangan mematikan tadi.

Keris itu masih mengeluarkan cahaya putih terang serta kabut yang sangat dingin. Dan jika Akhza tidak terus memeganginya sekarang, maka keris itu akan terbang lalu meledak, sebuah ledakan yang mampu membuat Gunung Loro Kembar menjadi kubah yang menjorok ke bawah.

"Garuda Puspa, lawanmu sudah dikalahkan!" Akhza berteriak, menyebut nama keris sepanjang pedang itu.

Akhza berusaha keras memasukkan bilah keris itu ke sarungnya, tapi kehadiran manusia lain sungguh mengacaukannya.

"Si-siapa kau!" Terdengar suara pria tua dari belakang Akhza.

"Jangan mendekat." Akhza tidak menoleh, tapi dia tahu bahwa pria itu membawa barang bawaan dan hewan besar berkaki empat. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Pria tua itu menggigil, melihat Akhza yang dipenuhi cahaya putih, seakan menggambarkan dirinya sebagai sosok yang agung.

"Mohon ampun, hamba hanya mengantar sesajen." Ia berkata, dan sebisa mungkin tidak tergagap. "Mohon diterima. Tapi untuk beras, hamba baru memberikan sekantung untuk seorang anak muda di sekitar sini. Mohon ampun."

Akhza berdecak, jelas ia mengetahui apa yang telah terjadi. "Aku tak punya banyak waktu. Tapi biar aku beri peringatan, berhenti memberi sesajen tanpa mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Lepas kambing itu dan bawa kembali bunga-bunga bau itu." Akhza merenung sejenak. "Manusia apa yang tinggal di sini?"

"Hamba tidak tahu, tapi dia sudah tinggal di sini lama sekali. Dan hidupnya sangat miskin aku tak sampai hati meninggalkannya tanpa sekantung beras." Pria tua itu berbicara hati-hati.

"Itu bagus." Akhza mengucurkan keringat, Keris Garuda Puspa menunjukkan tanda-tanda tidak bagus. "Pergi secepatnya dari sini. SEKARANG!"

Pria tua yang berpenampilan seperti petani itu lari tunggang-langgang, meninggalkan kambingnya yang juga lari ketakutan ke arah yang berbeda.

Akhza berteriak keras, sebelum dirinya terlontar lagi ke atas akibat kerisnya yang mengeluarkan gelombang kejut. Akhza berhasil meredam ledakan keris itu, walau tidak sepenuhnya. Jika saja pria tua yang membawa sesajen itu tidak datang dan mengganggu, mungkin Akhza berhasil menyarungkan kerisnya dengan sangat amat sempurna. Dalam sekejap, Akhza tidak sadarkan diri saat sedang melayang di udara. Jurus yang ia gunakan untuk mengalahkan Satrya juga memiliki risiko tinggi, dan mungkin dampaknya mulai terasa sekarang.

___

Catatan penulis:

Baca kelanjutannya hanya di NovelToon!

bit.ly/BacaSeniBelaDiriSejati

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro