Maafkan aku, aku menyesal..
WARN!!!! Kalo gak kuat sama adegan gore, mending gak usah baca chapter ini!
Chapter ini mengandung konten kekerasan, penyiksaaan, gore, dll.
Kuat sama itu semua? Silahkan baca!
>>><<<
Sudah sehari semalam Mafu tak kunjung membuka kelopak matanya. Namun Amatsuki masih sabar menunggu sahabatnya membuka matanya. Ia percaya jika ia kuat, maka sahabatnya itu juga akan menjadi kuat. Ia percaya, sahabatnya itu tersiksa karena itu. Dan ini salahnya karena dari awal tidak langsung membawa Mafu ke rumah sakit. Itulah yang Amatsuki pikirkan.
Amatsuki berfikir, semua rasa sakit yang Mafu rasakan adalah salahnya. Bahkan rambut Mafu yang berubah menjadi putih pun karena dirinya.
"Ini semua salahku. Maafkan aku, aku menyesal.. hiks."
Flashback : on
Amatsuki POV
Semua ini berawal dari aku dan dia yang berusia 10 tahun. Dia adalah anak yang kejam. Meski ia perempuan, ia sangat tak kenal belas kasih. Namun entahlah, ia itu bermuka dua. Di hadapan orang lain ia sangat baik. Tapi dia sangat bengis kepadaku.
Suatu hari, ia terpojok di sebuah gudang. Entah apa yang merasuki diriku sehingga aku menyiksanya.
"Hei, kenapa kau terlihat sangat takut? Bukankah itu tampangku saat kau menyiksaku?"
"Mereka.. mereka akan datang!!"
"Mereka? Siapa?
"Mereka akan datang!! A-amatsuki-san! Tolong lindungi aku dari mereka! Kumohon!"
"Hm? Aku? Melindungimu? Untuk apa hah? Apa untungnya bagiku?"
Aku menendangnya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia terkejut. Aku terus memojokkannya. Ia terus mundur dan berhenti ketika sudah membentur dinding sudut ruangan.
"A-apa yang akan kau lakukan?"
"Ah~ Apa ya~ Mau sedikit bermain denganku?"
"A-apa maksudmu?"
Brak!
Aku mengkabedon perempuan itu. Ia nampak panik. Aku memajukan kakiku untuk membuatnya lebih panik. Terlihat wajahnya yang ketakutan. Aku menyeringai karena ekspresi yang ia berikan sesuai dengan harapanku.
Aku membelai pipinya. Ia nampak lebih panik lagi tentang apa yang akan aku lakukan berikutnya.
"A-amatsuki-san! Apa yang akan kau lakukan?!"
"Ouuh~ Kulit yang halus~"
Aku membelai pipiku sendiri dan tidak seperti dia yang permukaan kulit pipinya mulus, pipi milikku terdapat bekas luka.
"TAK SEPERTI DIRIKU YANG TERDAPAT LUKA!" Lanjutku dan menamparnya sekuat tenaga. Ia terhempas dan menangis.
"Ow ow~ apa itu sakit, babe?"
"Sa.. kit."
"Begitukah~? Cup cup sayangku, kau tak boleh lemah. Karena yang kurasakan LEBIH MENYAKITKAN DARI ITU!!"
Mungkin saat itu aku ingat segala kekejamannya kepadaku. Aku pun membalasnya.
Pertama, aku berlagak seperti seorang psikopat. Kedua, aku menjambak rambutnya hingga kesakitan dan menendang perutnya.
Namun aku belum puas.
Aku mengambil jarum dan menusukkannya ke tangannya. Aku tau itu tak begitu sakit. Bagai kerasukan, aku mengambil jarum jahit dan menjahit mulutnya yang melolong meminta pertolongan. Ketika mulutnya selesai kujahit, ia malah mendorong perutku dengan kakinya. Itu mengundang amarahku. Kutusukkan berkali-kali jarum itu ke bola matanya.
Tentu ia kesakitan, terbukti dari mulutnya yang ingin berteriak namun kujahit. Akibatnya, mulutnya pun berdarah.
"NGH! MNGH!! MMMH!!"
"Kenapa, babe? Kau tak bisa bicara? Ingin bicara? Boleh~ Akan kurobek jahitan ini~"
Ia menggelengkan kepalanya. Aku tertawa. Dan memandang merendahkan kepadanya.
"Kau kesal padaku? Oh, maaf! Aku hanya belajar menjahit! Kemarin aku dan Ren belajar menjahit. Tapi hasilnya sangatlah buruk. Jadi aku melanjutkannya di bibir merahmu yang indah itu~"
"Ah! Matamu sakit? Bisa melihat lagi tidak? Tidak bisa? Hmm.. BAGUSLAH! MATA NISTA ITU SUDAH SEPATUTNYA MENUTUP SELAMANYA! HAHAHA!!!"
Tangan dan kakinya terus saja memberontak meski kutahan. Akupun kesal.
"Oh ya, tunggu aku babe, ada paku dan palu tidak ya? Tangan dan kakimu itu tak mau diam sih.."
Aku mencari paku dan palu. Kemudian aku menancapkan paku pada tangan dan kakinya. Setelah itu aku pukul menggunakan palu.
Setelah itu aku tertawa. Setelah puas tertawa, aku lanjut bercerita.
"Nee, aku sama sekali tak paham yang Yuzuki-sensei ajarkan di pelajaran IPA tadi. Tentang organ dalam itu loooh~ Hmm.. tadi letak organ dalam tuh seperti apa ya? Nee, apa kau ingat?"
"Ah! Kupikir aku bisa melihat organmu yang ini. Ini.."
Crash!
"MMH!!"
Aku menusuk perutnya dan membongkar isinya. Kusebutkan satu-satu nama organ tersebut dan sambil mengambilnya.
"Ooh~ Ini usus, lambung, hati, pankreas, ginjal, kandung kemih."
"Sepertinya matamu sakit. Baiklah, aku akan membantumu, babe."
Aku menusuk bagian matanya dan mengeluarkan bola matanya dari tempatnya.
"MNGH!!! MMMHH!!"
Terakhir, aku menusuk bagian jantung dan paru-parunya. Aku mengeluarkan keduanya. Jantungnya masih berdenyut saat kupegang. Itu membuatku tertawa dan mencincang jantung itu. Setelah itu paru-parunya kuinjak.
Kemudian aku ingat, di hutan dekat sekolah, ada sekumpulan anjing yang sangat kelaparan. Jika mereka kuberi makan, mereka akan memakan semuanya hingga bersih. Bahkan kadang tulangnya dimakan. Tapi jika tidak, biasanya dengan pintarnya ia mengubur tulangnya.
Pakaianku penuh darah, tanganku penuh darah, sekujur tubuhku terlumuri darah. Tapi ada senyuman yang mengulas di bibirku.
Aku pun pergi ke hutan untuk mencari anjing itu. Ketika sudah bertemu, aku nemberikan mayat tadi kepada anjing-anjing itu.
Flashback : off
Meski Amatsuki sudah memberikan mayatnya kepada anjing-anjing itu, saat itu Amatsuki gagal membuat dia benar-benar habis karena ada seseorang yang melihat anjing-anjing itu memakan mayatnya. Tapi meski mayat itu tak benar-benar habis, pembunuhnya tetap tak dapat terdeteksi karena bagian tubuhnya sudah tak lengkap lagi. Aksi Amatsuki saat itu benar-benar rapi. Amatsuki langsung membersihkan diri dan mengganti baju, kemudian ia langsung mencuci baju tersebut. Setelah itu lokasi kejadian langsung ia bersihkan. Ia menyeret mayatnya tak sembarang. Ia menyeretnya dengan cara memasukkannya ke dalam plastik besar.
Siapa dia?
Dia adalah kakak kandung Rika yang sebenarnya, Yuka Aikawa.
Dan karena itu, ibu Rika pun sangat terpukul dan mulai mengangkat Ren sebagai anaknya. Bukan anak adopsi. Tetapi anak kandung. Itulah yang dianggap oleh ibu Rika.
Ibu Rika mengira bahwa anaknya meninggal karena suatu penculikan dan organ tubuhnya dijual. Karena itulah yang dijelaskan oleh pihak kepolisian terhadapnya.
Amatsuki POV
Yuka dan Ren memiliki kemiripan. Warna rambut, warna mata, warna kulit, dan tinggi badannya. Itulah kenapa Amatsuki begitu sedih saat melihat foto Ren. Aku ingat, Ren adalah Mafu.
Mafu bisa berubah seperti ini karena aku.
Aku dan Mafu sudah berteman sejak dahulu sekali. Kami adalah sahabat. Namun Mafu tak pernah tahu bahwa aku sering dibully oleh Yuka.
Jika saja saat itu aku tak membunuh Yuka, maka Ren akan tetap menjadi Ren. Bukan Mafuyu. Dan tentu saja, Ren tak akan pernah mengalami segala penyiksaan yang diberikan ibu angkatnya itu jika aku tak membunuh Yuka.
Semua itu berawal dariku.
Itu semua salahku.
Kenapa malah Mafu yang menanggung konsekuensi dari perbuatanku?
Sekitar seminggu ditemukannya mayat Yuka, ibu Yuka masih belum menerima kematian anaknya itu. Sahabatnya yang bernama Fuu Rukari pun sering menghibur ibu Yuka. Ia juga sering membawa anaknya, Ren Rukari--
--Atau yang sekarang kita kenal sebagai Aikawa Mafuyu.
Ren sangat senang bermain dengan Rika. Wajar, karena ia adalah anak tunggal. Sehingga ia ingin merasakan rasanya punya adik.
Lama kelamaan stress ibu Yuka menghilang karena melihat Ren yang bermain dengan Rika. Ah, bukan. Ibu Yuka tetap melihat pemandangan itu seperti Yuka yang bermain dengan Rika. Sejak itu, ibu Yuka sering meminta kepada Fuu--sahabatnya--untuk membawa anaknya ke rumahnya.
Sekitar 6 bulan setelah sering ke rumah itu, ibu Yuka menganggap Ren sebagai anaknya sendiri. Kemudian beberapa hari kemudian dari itu, ketika Ren sedang "dititipkan" ke rumah Aikawa, ibu Yuka pergi ke rumah sahabatnya.
Apa yang ia lakukan?
Sangat buruk.
Ia membunuh kedua orang tua kandung Ren. Mayatnya pun ditaruh ke dalam peti dan di taruh ke suatu tempat. Sehingga, mayat orang tua kandung Ren hingga saat ini tak ada yang mengetahui keberadaannya.
Malangnya, sejak saat itulah semua penderitaan Mafu dimulai.
Aku mengusap surai Mafu pelan, dan mengusap pipinya yang dingin. Aku memeluknya dan berharap aku bisa menyalurkan kehangatanku dan membuat matanya terbuka.
"Hiks.. Ren.. Maafkan aku. Ini semua salahku.. Hiks.. aku menyesal. Tolong maafkan aku. Buka matamu, Ren." Kataku sambil tak melepaskan pelukanku darinya. Aku harap permintaan maafku tersampaikan padanya.
"Hnggh.."
Bersambung...
Wait, konflik disini kok kayaknya rinci banget ya? Saling berkaitan. Mungkin masih ada lanjutan dari konfliknya :v
See you next chapter!!!
-Mizu-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro