
Bagian 9
Gemuruh suara angin pantai yang membekukan kulit yang perlahan mulai mati rasa, ombak kecil yang menggulung dan menghilang sebelum menepi. Di sana lah Kim Taehyung berdiri di saat kebanyakan orang menghindari pantai di musim dingin, justru sebaliknya dengan apa yang ia lakukan.
Pantai adalah satu-satunya tempat yang ingin ia kunjungi sekarang, tak perduli seberapa dingin nya udara yang menari di sekitarnya.
Melihat gulungan ombak yang semakin menambah kekosongan nya sebelum sebuah dekapan hangat menyentuh punggung nya dengan kedua tangan yang menahan bahunya, pandangan itu terjatuh ketika Jungkook memeluknya dari belakang dan menyandarkan dagu miliknya pada bahu nya.
Deru napas hangat yang kemudian menyapa wajahnya dan membuanya kembali mengangkat wajahnya untuk melihat apa yang ingin ia lihat sebelumnya, gulungan ombak yang datang silih berganti namun tak ada satupun yang mampu mencapai tempatnya berdiri hingga sesuatu yang lembut menerpa wajahnya.
Salju yang ia nantikan pada akhirnya turun secara perlahan hingga sebuah senyum tercipta di sudut bibirnya bersamaan dengan satu bulir air mata yang meloloskan diri dari kelopak matanya ketika ia berkedip.
"Jangan mati, Hyeong." Sebuah gumaman yang terucap dengan hati yang berat dan saat itu pula untuk pertama kalinya setelah waktu yang lama, seorang Jeon Jungkook kembali menangis di hadapan Kim Taehyung.
Bukan, bukan di hadapan nya melainkan di belakangnya. Namun apa daya hatinya yang sudah terlalu lelah untuk bertahan. Bahu yang berguncang tersebut semakin menarik tubuh pucat itu mendekat, mendekap dengan lembut dan erat seakan tak ingin ombak yang menepi membawanya pergi.
Salju yang semakin lebat di setiap detik nya, angin yang tiba-tiba menjadi senyap. Senyum di wajah Taehyung yang menghilang ketika ia mendengar suara tangis Jungkook. Sebuah ekspresi kosong yang menatap lurus ke depan, menolak untuk menangis meski pasokan udara di dalam paru-parunya telah menipis.
Mencoba menjadi lebih kuat untuk detik ini meski detik selanjutnya dia bisa saja hancur hanya karna butiran salju yang sangat lembut namun begitu kuat.
Natal Yang Kembali, Pertemuan Terakhir.
Jungkook merapat ke kaca di salah satu toko terkenal di daerah Itaewon, melihat salju yang perlahan mulai menumpuk di sisi jalan yang terlihat begitu sepi. Sedangkan di dalam toko tersebut Taehyung tengah di sibukkan dengan melihat beberapa koleksi pakaian yang berada di toko tersebut dan setelah lima belas menit berlalu, Jungkook berbalik untuk menemukan sosok kakak sepupunya.
Dia sempat melongokkan kepalanya ke sana kemari dan tersenyum tipis ketika menemukan sosok yang ia cari, enggan mendekat karna Taehyung melarangnya untuk mengikutinya dan memilih menunggu di dekat kasir.
Setelah beberapa saat menjamah koleksi toko tersebut, langkah Taehyung terhenti tepat di depan koleksi dasi yang di miliki toko tersebut. Perlahan tangan kurusnya yang pucat tersebut terangkat dan hendak mengambil satu dasi, namun pergerakan nya terhenti ketika ia melihat punggung tangan nya sendiri. Dia menarik tangan nya kembali dan sejenak memperhatikan tangan nya yang begitu kurus, pantas saja saat di Kafe tadi Jimin memprotesnya. Dia bahkan baru tahu bahwa ukuran tangan nya sedikit mengecil.
Seulas senyum miris itu yang kemudian membimbing tangan nya untuk memilah dasi yang berada di hadapan nya, ada begitu banyak dan semua bagus menurutnya. Namun entah kenapa setahun belakangan ini dia lebih suka warna dengan nuansa biru laut yang berbaur dengan awan putih.
Tangan nya kemudian mengambil sebuah dasi berwarna biru laut dengan beberapa motif bunga yang tercetak di sana. Seulas senyum yang kemudian mengembang di bibirnya ketika ia melihat sebuah dasi yang kini berada di tangan nya, namun bukannya mengambilnya dia justru meninggalkan nya dan kembali berkeliling. Membuat Jungkook menunggunya sedikit lebih lama.
Hingga waktu yang terus berjalan dan membuat Jungkook dengan terpaksa menyeretnya untuk kembali ke Rumah Sakit, kembali ke tempat yang telah menjadi rumahnya dan tinggal lah ia sendirian di lanai 20 tersebut ketika Jungkook yang harus menyelesaikan urusan kantor, sedangkan Nyonya Jeon yang masih tinggal di rumah.
Dia keluar dari kamar mandi dan telah mengganti pakaian nya dengan pakaian Rumah Sakit seperti yang biasa ia kenakan, dia berjalan ke arah ranjang dan bukan nya segera naik ke atas ranjang dan beristirahat dia justru membuka laci di samping ranjangnya. Mengambil sebuah pena dan buku yang sengaja ia taruh di sana lalu berjalan ke arah sofa sembari membawa tas belanjaan yang sebelumnya ia bawa dari toko sebelum ia kembali ke Rumah Sakit.
Dia kemudian duduk di lantai dan menaruh buku serta tas belanjaan nya di atas meja, dengan wajah pucatnya yang masih terlihat begitu tenang. perlahan tangan nya membuka buku dengan halaman yang kosong tersebut, dan setelahnya beralih membuka penutup pena sebelum akhirnya mendaratkan ujung pena tersebut pada kertas kosong di hadapan nya.
Mengisi halaman yang kosong dengan titna hitam yang keluar dari ujung pena tersebut, menggores kertas kosong dengan perasaan yang semakin memberat seiring dengan setiap kata yang ia buat dalam goresan penanya.
Seulas senyum yang membawa air matanya kembali terjatuh dan mengenai goresan pena yang telah ia buat, dia kemudian mengunakan telapak tangan nya untuk mengusap wajahnya. Masih berusaha untuk menjadi sosok yang kuat meski air matanya sendiri pun telah mengkhianatinya dan ketika hampir setengah halaman terisi, saa itulah dia kalah.
Memilih menjauhkan keningnya pada meja dengan tangan yang terkepal kuat, menahan isakan yang sesekali meloloskan diri dari mulutnya hingga bahu yang perlahan berguncang tersebut tak mampu lagi membuatnya bertahan. Dia menangis dalam kesakitan, dia menangis dalam kekosongan. Dia menangis meski telah berusaha untuk menolaknya, dia menyerah untuk terlihat kuat di saat ia begitu rapuh, mengaku di kalahkan oleh rasa sakit yang membelenggunya seorang diri. Dia yang kalah namun tetap berusaha untuk berdiri dengan tegap, si keras kepala Kim Taehyung.
Natal Yang Kembali, Pertemuan Terakhir.
Malam yang kembali membawa hawa dingin yang membuat semua orag menyembunyikan tubuh mereka di balik mantel bulu mereka agar tak membeku ketika tengah berakivitas di luar, Jeon Jungkook. Pemuda pemilik senyum termanis itu kembali membuka Ruang Rawat di lantai 20 dan seketika seulas senyum menyambutnya dari seorang pemuda yang kini terduduk di sisi ranjang.
Jungkook pun masuk ke dalam dan segera menutup pintu sebelum menghampiri Taehyung yang masih terjaga sembari melepas mantel hangatnya.
"Kenapa belum tidur?" Tegur nya yang menaruh mantel hangatnya di kursi.
"Kemarilah!" Bukannya menjawab, Taehyung justru menepuk tempat di sebelahnya. Jungkook pun menuruti permintaan kakak sepupunya tersebut.
"Ada apa?"
"Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu."
"Apa itu?"
Taehyung mengambil sesuatu yang sebelumnya ia taruh di samping bantal nya, sebuah kotak persegi berukuran sedang. Dia kemudian membuka kotak tersebut di hadapan Jungkook.
"Kau lihat ini, bagus bukan?"
Jungkook mengambil jam tangan di tangan Taehyung, memang bagus karna itu merek terkenal. "Hyeong baru membelinya?"
Taehyung menggeleng, dia kemudian mengambil kembali jam tangan yang sempat di ambil oleh Jungkook. Mengamatinya dengan senyum yang melukis wajahnya. "Jimin yang membelikan nya untuk ku." Ujarnya dan mengangkat pandangan nya ke arah Jungkook sembari tersenyum dengan riang.
Deg!!!
Jungkook tersentak, melihat betapa bahagianya wajah Taehyung saat ini. Bagaimana cara ia yang tersenyum seperti seorang anak kecil yang baru saja di belikan sebuah mainan baru oleh ayahnya, entah kenapa hal itu eriasa begitu asing bagi Jungkook.
Namun ia segera memperbaiki raut wajah terkejutnya ketika Taehyung yang kembali mengarahkan pandangan nya padanya masih dengan senyum riang nya.
"Nanti, bisakah kau memakaikan nya padaku?"
"Hyeong ini bicara apa? Jika ingin di pakai ya pakai saja, kenapa harus nanti?"
"Aku kan tidak ingin pergi kemana-kemana, tidak masuk akal jika aku memakai jam tangan saat tidur. Jadi, biar kau saja nanti yang memakaikan nya."
"Baiklah-baiklah, aku akan memakai kan nya nanti. Sekarang lebih baik Hyeong tidur saja."
Taehyung tersenyum lebar dan memasukkan kembali jam tangan tersebut ke dalam kotak sebelum menaruhkan di atas nakas.
"Hyeong tidur saja dulu, aku akan mencuci muka ku sebentar." Pamit Jungkook yang kemudian berjalan ke arah kamar mandi meninggalkan Taehyung yang kemudian naik ke atas ranjang dan menyusup ke balik selimutnya.
Jungkook berdiri di depan wastafel dan melihat pantulan dirinya di cermin yang berada di atas wastafel, menghela napasnya dan sejenak memijat keningnya dengan satu tangan di saat tangan lain nya yang terbebas menyalakan kran.
"Apa yang terjadi padanya? Membuat ku khawatir saja." Gumamnya dan membasuh wajahnya dengan air kran yang terasa begitu dingin, menggosok wajahnya untuk beberapa kali sebelum mematikan kran dan kembali menegakkan tubuhnya dengan kedua angan yang bertumpu pada wastafel.
Teringat kembali ia akan senyum riang Taehyung beberapa waktu yang lalu, entah kenapa senyuman itu terasa begitu asing baginya karna seingatnya dia tidak pernah melihat Taehyung beringkah layaknya anak kecil seperti itu.
Mungkinkah itu terjadi karna dia baru saja bertemu dengan Park Jimin setelah sekian lama, namun di saat ia mencari pengalihan dari kegelisahan yang tiba-tiba menghampirinya. Saat itu pula dia tersentak akan pikiran nya sendiri.
"Kakek ku berpamitan untuk tidur, dia bilang dia lelah. Tapi dia tidak pernah bangun setelahnya."
Matanya terbelalak tatkala perkataan Yugyeom, salah satu teman sekolahnya tiba-tiba memenuhi pikiran nya. Dia segera berlari keluar kamar mandi, dan bergegas menghampiri Taehyung yang telah berbaring di balik selimutnya.
Dia menghentikan langkanya tepat di samping ranjang dan perlahan tangan nya yang tiba-tiba gemetar tersebut terangkat untuk menyentuh lengan Taehyung.
"H-Hyeong." Suara lirih yang keluar dari mulutnya dengan guncangan lembut yang berusaha untuk menarik perhatian Taehyung, namun percobaan pertamanya tak membuahkan berhasil.
"H-hyeong....." Suara yang lebih keras namun terdengar begitu gemetar dengan tangan yang mengguncang lebih keras, namun tetap tak ada respon.
Matanya sudah memanas, raut wajahnya perlahan menunjukkan kepanikan. Dia mengguncang dengan lebih keras tubuh Taehyung yang tak memberi respon sama sekali.
Berusaha untuk tetap tenang meski sangat sulit baginya untuk mengendalikan emosinya, dia segera menekan tombol yang menempel di tembok tepat di kepala ranjang selama beberapa kali bersamaan dengan air mata yang tak bisa ia kendalikan lagi sebelum kembali pada Taehyung dan mulai menangis. Masih mencoba membangunkan tubuh yang sama sekali tak memberi respon tersebut.
"Hyeong.... Jebal, aku mohon jangan lakukan ini. Kasihanilah aku, buka matamu. Aku mohon buka matamu sekarang." Dia menjatuhkan keningnya pada tangan dingin yang tengah ia genggam dan dengan mulutnya yang terus meracau.
"Andwae, jangan lakukan ini. Hyeong.... Dengarkan aku, sebentar lagi Dokter akan kemari, Hyungwon Hyeong akan menyembuhkan mu dan aku janji, aku janji akan segera membawamu pulang. Tapi aku mohon buka matamu, HYEONG....."
Keputus-asaan yang telah membelenggunya, menjatuhkan nya tepat beberapa menit setelah senyum riang itu keluar sebagai kalimat perpisahan di saat lisan tak mampu berucap.
"Andwae... Hyeong, aku minta maaf. Aku akan membawa mu pulang, TAPI JANGAN SEPERI INI.... HYEONG.... Aku akan membawamu pulang, aku mohon.... Hyeong."
"Mianhae, Jungkook-a." Suara hati yang keluar sebelum air mata itu yang terlepas dari sudut mata bersamaan dengan kelopak mata yang perlahan menutup sebelum seseorang mendapatinya.
Selesai di tulis : 02.08.2019
Di publikasikan : 03.08.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro