
Bagian 3
SILAHKAN DENGARKAN LAGU DI ATAS!
[Send My Voice To Heaven]
~Mengapa kau membuatku gemetar?
Keberadaanmu membuatku bernapas
Hati kosongku dan hati lemahku
Terimakasih untuk telah mengisi dengan permata sepertimu.
~Kata "aku mencintaimu" tercurahkan hanya untuk seseorang yang berharga bagiku
Jangan berani mengatakan kata "terakhir"
Kau seperti bintang bersinar di langit yang tak bisa tersentuh karena jauh
Akankah jalan ini lebih dekat hari ini?.
~Malam ini kau adalah berjuta juta potongan.
Kau mengisi,mengisi dan mengisi hatiku yang terdalam
Kau mengumpulkan hatiku yang patah
Malam ini di tempat yang paling dalam,cahayamu mengisi aku sepenuhnya.
~Napas yang dingin,salju yang tertiup
Para pencinta gembira saat mereka mendengar lagu
Mengetahui musim yang berlalu setelah begitu lama
Malam ini bintang di ujung jariku.
~Malam yang melelahkan
Aku memeluk cahaya kecilmu sembari berjalan
Karena aku hanya bisa melihatmu
Cahaya menyilaukanmu tak bisa di hindari berhamburan di akhir malam ini.
~Kata "aku mencintaimu" tercurahkan hanya untuk seseorang yang berharga
Jangan berani mengatakan kata "terakhir".
[Kutipan : Super Junior Kyuhyun~A Million Pieces]
[Send My Voice To Heaven]
Kring.....
Lonceng itu kembali berbunyi, mengalihkan pandangan Taehyung dan seulas senyum itu tercipta di bibirnya ketika mendapati seseorang yang masuk kedalam kafe dengan terburu buru. Sedangkan Jungkook yang menyadari senyum Taehyung kemudian mengikuti arah pandangnya, dia sekilas melihat keterkejutan di wajah Jimin dan mungkin hal itu karna dia juga ada di sana terlebih lagi mereka juga tidak terlalu akrab.
Jungkook mengarahkan pandangannya pada Taehyung dan saat itu pula dia melihat senyuman Taehyung yang terlihat begitu bahagia saat melihat ke arah Jimin, sesuatu yang membuatnya harus rela melangkah mundur dan sekali lagi membiarkan Taehyung melakukan apa yang dia inginkan saat ini.
Bertemu Park Jmin, setahu Jungkook itulah hal di inginkan oleh Taehyung saat ini.
"Ini yang terakhir!" Ujar Jungkook, membuat Taehyung mengalihkan pandangannya sejenak meski yang mampu di lihatnya hanyalah punggung Jungkook yang langsung meninggalkannya sebelum dia bisa mengucapkan terimakasih.
"Kau juga di sini?"
Jimin sedikit membungkukkan badannya ketika berpapasan dengan Jungkook tapi sayang sekali karna Jungkook sama sekali tidak memberikan respon yang lebih selain membungkukkan badannya sekilas dan melewatinya sebelum akhirnya terdengar suara lonceng dan dia menghilang di balik pintu.
Jimin sedikit heran, atau mungkin merasa tidak enak pada Jungkook ketika menyadari sikap dingin Jungkook barusan. Mengusir jauh jauh pikirannya tentang Jungkook, Jimin melangkahkan kakinya menghampiri Taehyung.
"Mianhae.... Aku terlambat lagi."
Lagi, seperti sebelumnya dia menarik kursi dan duduk berseberangan dengan Taehyung. Dia sedikit memajukan kursinya dan merapatkan baju hangatnya sebelum perhatiannya teralihkan oleh secangkir coklat panas yang tiba-tiba di sodorkan ke hadapannya.
Jimin mengangkat kepalanya dan mengarahkan pandangannya pada seseorang yang sudah menyodorkan coklat panas tersebut ke hadapannya, sebuah senyum tipis yang sedikit berbeda dari pertemuan mereka tiga hari yang lalu.
"Kau sakit?"
"Aniya..." Gelengan ringan yang di susul senyuman yang semakin melebar seakan ingin menunjukkan bahwa dia dalam keadaan yang baik.
"Ini milikmu, aku akan menunggu pesananku dating."
"Aku sengaja menyisihkanya untukmu."
Jimin tertawa ringan, kenapa Taehyung selalu memperlakukannya seperti orang yang istimewa, bukan hanya kali ini melainkan hal itu sudah terjadi saat mereka masih bersama-sama duduk di bangku sekolah menengah.
Sejak hari itu hingga saat ini, Taehyung selalu menjadi orang yang selalu membuatnya merasa nyaman, bahkan sampai detik ini.
"Kau harus berhenti!"
"Apanya?"
"Kau terlalu berlebihan padaku,s etidaknya luangkan waktumu untuk pergi berkencan."
Taehyung tertawa ringan, entah apa yang lucu. "Apa menurutmu aku benar-benar memiliki seseorang untuk ku ajak berkencan?"
"Eih..... Apa-apaan kau ini, bukankah sudah ku bilang berhenti berdiam diri di balik mejamu itu." Kesal Jimin namun Taehyung hanya tertawa ringan sebagai responnya, jangankan memikirkan untuk memiliki kekasih bahkan memikirkan bagaimana cara mengatakannya pada Jimin saja sudah sangat memberatkan hidupnya selama ini.
Satu-satunya alasan kenapa dia tidak mencari seseorang untuk mendampinginya hingga saat ini tidak lain hanyalah karna dia tidak ingin menambah ikatan lagi yang semakin memberatkannya ketika dia harus pergi. Cukup paman, bibi, Jungkook dan Jimin. Taehyung hanya ingin merengkuh ke empat orang tersebut agar mereka tidak terluka, entah hari ini, esok, lusa atau kapanpun itu, Taehyung ingin melalui jalan di mana ia bisa melindungi orang-orang tersebut.
Taehyung lebih memilih hidup sendirian hingga akhir di bandingkan dengan harus mendengar seorang wanita yang menangisinya saat ia pergi, dia benar-benar tidak menginginkan hal itu. Cukup nama dari ke empat orang tersebut yang akan ia bawa saat dia benar-benar harus pergi, dan itu sudah cukup baginya.
"Berminat untuk melakukan kencan buta?"
"Kenapa aku harus melakukannya? Aku tidak memiliki waktu untuk itu."
Satu cangkir coklat panas datang ke hadapan Taehyung yang kemudian berterimakasih kepada sang pelayan kafe sembari tersenyum tipis dan membuatnya sejenak meninggalkan Jimin.
"Kencan buta bukanlah sesuatu yang buruk, paling tidak kau harus mencobanya sekali." Ujar Jimin yang kemudian menyesap coklatnya yang hampir dingin.
"Ada hal lain yang harus ku lakukan selain mengurus kencan buta yang kau maksudkan."
Taehyung menarik seulas senyum yang benar-benar tipis dan menyiratkan kesedihan di wajahnya yang tampak begitu tenang sedangkan tangannya sendiri telah bermain dengan cangkir coklat panas di hadapannya, seakan tangan dinginnya yang ingin menyerap kehangatan yang merambah ke cangkir tersebut.
Sangat hangat dan begitu manis, tapi tidakkah kau tahu rasa lain dari coklat selain rasa manis?.
Saat kau mengecapnya, kau pasti merasakan rasa pahit di antara rasa manis yang di rasakan oleh indra pengecapmu, entah itu memudar atau menetap sebuah kepahitan yang tertutupi oleh rasa manis. Seperti senyum tipis di wajah tenang pemuda bernama Kim Taehyung di saat hatinya terus mengatakan 'Aku akan segera pergi' namun bibir itu tak pernah henti-hentinya memberikan seulas senyum yang mengiringi setiap perkataannya.
"Eoh! Bukankah kau bilang ada yang ingin kau katakan, apa itu?"
Pandangan Taehyung yang sebelumnya terarah pada secangkir coklat panas di hadapan perlahan tertuju pada Jimin, dia sempat terdiam untuk beberapa saat namun meski di lihat dari dekat pun Jimin tidak mengerti dengan raut wajah Taehyung yang selalu terlihat begitu tenang.
"Wae? Apa kau melupakan sesuatu?" Sebelah alis Jimin terangkat.
"Aniya, tapi... Bukankah sebelumnya kau juga mengatakan bahwa kau ingin memberitahukan sesuatu padaku? Kau duluan! Aku akan mengatakannya setelah kau memberitahuku."
"Eih...... Kau ini." Jimin memalingkan wajahnya sekilas sembari tertawa ringan, sebelum akhirnya kembali menatap Taehyung. "Kau selalu melakukan apa yang kau inginkan, ya! Kau harus menghentikan itu, terlalu keras kepala juga tidak bagus." Tutur Jimin yang membuat Taehyung terkekeh pelan.
"Aku akan segera berhenti, kau tidak perlu mencemaskan hal itu." Sebuah pernyataan yang harusnya membuatnya menangis namun sebaliknya dia malah tertawa ringan atas pernyataannya sendiri, pernyataan yang telah di ucapkan sebagai janji pada seorang Jeon Jungkook. Namja manis yang saat ini tengah memperhatikan keduanya dari dalam mobilnya yang perlahan tertutup oleh salju yang mulai turun seperti gerimis.
"Waktu itu..." Jimin memulai pembicaraan yang terdengar menjadi sedikit lebih serius bahkan senyumnya perlahan memudar.
"Aku pernah mengatakan padamu bahwa aku telah mendaftarkan diri untuk menjalani wajib militer."
"Kapan kau akan berangkat?"
Suara tenang Taehyung berbanding terbalik dengan keterkejutannya di balik wajah tenangnya, dia tidak tahu bahwa Jimin benar-benar serius akan melakukannya. Waktu itu dia berpikir bahwa Jimin tidak benar-benar serius mengatakannya, jadi seiring berjalannya waktu dia melupakannya begitu saja, hingga saat ini Jimin yang mengatakannya kembali pada nya dan mungkin juga sebagai salam perpisahan yang harusnya terlebih dulu dia ucapkan kepada Jimin tapi semua berbalik saat ini.
Pernyataan Jimin justru membuatnya kembali mundur bahkan lebih jauh dari sebelumnya, dia takut untuk mengucapkan kalimat perpisahan pada seorang Park Jimin. Ketakutan yang membuatnya kembali menjadi seorang pengecut.
"Dua minggu lagi."
Seulas senyum tipis yang mungkin bisa memudar setiap saat, tangan Taehyung tergerak untuk mengangkat secangkir coklat yang sudah mulai dingin di hadapannya dan mendekatkannya ke mulutnya. Menyesap coklat tersebut, merasakan manis dan pahitnya dalam waktu bersamaan namun sepertinya hanya pahit yang tertinggal di dalam mulutnya saat dia menelannya.
"Taehyung-a"
Panggilan Jimin mengalihkan perhatiannya, dia menaruh kembali secangkir coklat di tangannya ke atas meja dan menurunkan tangannya, menaruh satu tangan di atas meja dan satu lagi berada di atad pangkuannya.
"Pertimbangkanlah kembali, kita bisa pergi bersama."
Taehyung menggeleng pelan atas permintaan yang terucap dari mulut Jimin. "Aku memiliki sesuatu yang harus ku lakukan, standar wajib militer telah di ubah. Jika kau berangkat sekarang, kurang dari dua tahun lagi kau akan menyelesaikan wajib militermu."
"Dan kau akan pergi setelahnya."
Seulas senyum yang mengiringi gerakan kepalanya yang tertunduk. Berat! di detik-detik ini semua begitu berat bagi Kim Taehyung, dia harus pergi tapi mulutnya terlalu pengecut untuk mengucapkan selamat tinggal.
lagi! Dia kehilangan keberanian yang belum pernah ia rengkuh, keberanian untuk mengatakan hal yang mungkin terdengar menyakitkan. Dia tidak bisa dan lebih memilih untuk mundur.
Perasaan itu tiba-tiba membekukan semua sarafnya dan membuatnya semakin melemah, dia hanya memerlukan sesuatu yang bisa menutup hatinya yang selalu ketakutan, dia perlu sesuatu untuk menutupinya agar bisa menjadi orang yang kejam sekali saja seumur hidupnya. Itulah impian terakhir seorang Kim Taehyung si pengecut yang masih terus berlari tanpa arah dan hanya berputar-putar meski seribu tahun telah menelan masa.
"Bukankah kau bilang akan mengatakannya setelah aku memberitahumu, apa yang ingin kau katakan padaku?"
Degg.
Satu detik jantung itu terasa berhenti dan dalam satu detik itu pula dia mundur selangkah lebih jauh dari pijakannya, ketika kepala itu terangkat, ketika mata itu saling bertemu. Saat itu sebuah keyakinan muncul dan menjadi jalan baru yang akan ia tempuh setelah ini, melupakan kata "Dua bulan" yang telah di gariskan sebagai takdirnya di atas kertas putih yang beberapa waktu lalu berada di tangannya.
"Tidak ada yang istimewa."
Sebuah pernyataan yang membuat sebelah alis Jimin terangkat, seribu kali dia mencoba memahami Taehyung, seribu kali pula Taehyung akan merubah jalan pikirannya. Orang terumit dalam hidup seorang Park Jimin yang selalu membuatnya merasa nyaman.
Taehyung tersenyum lebar ketika melihat tatapan Jimin yang terlihat meragukannya. "Aku serius! Tidak ada yang serius, aku...hanya memiliki rencana untuk berlibur. Aku pikir aku bisa mengajakmu, tapi sepertinya tidak mungkin, kau harus mempersiapkan keberangkatanmu dan lagi pula kau juga masih perlu mencukur rambutmu."
"Cih! Kau ini, rubahlah ekspresi wajahmu yang tenang itu, membuatku panik saja. Aku pikir ada sesuatu yang serius." Kesal Jimin, sedangkan Taehyung tertawa ringan meski rasa pahit itu telah menguasai lidahnya.
"Mianhae... Aku tidak tahu apa yang kau maksud, tapi wajahku sudah begini sejak dulu kenapa kau baru menyinggungya sekarang?"
"Itulah sebabnya wanita akan berpikir dua kali untuk mendekatimu." Sinis Jimin.
Perlahan tawa itu memudar, Taehyung kemudian mengarahkan pandangannya keluar, ke arah salju yang menghalangi pandangannya untuk menjangkau tempat Jungkook berada. Dan Jimin yang menyadari arah pandang Taehyung pun ikut mengarahkan pandangannya keluar, namun hanya sekilas karna dia segera kembali pada wajah tenang di hadapannya.
Jimin kemudian menaikkan tangannya ke atas meja, kembali melihat keluar seperti Taehyung sembari menyangga dagunya dengan tangan yang bertumpu pada meja tapi berbeda dengan Taehyung, sepertinya Jimin tidak menyadari kehadiran Jungkook di luar sana.
Yang Jimin tahu saat ini hanyalah keduanya yang melihat butiran-butiran salju yang jatuh dan sesekali tertiup angin yang membawa hawa dingin merapat pada kaca yang membatasi mereka dengan dunia luar.
"Saat natal tahun depan, aku akan mengambil cuti agar bisa bertukar hadiah denganmu."
Taehyung mengarahkan pandangannya pada Jimin tepat setelah Jimin menyelesaikan perkataannya, dan Jimin yang menyadari hal tersebut pun menolehkan kepalanya pada Taehyung dan mempertemukan pandangan mereka dengan Jimin yang masih menyangga dagunya seperti kebiasaan lamanya.
"Aku akan menunggu saat itu datang."
"Gomawo."
[Send My Voice To Heaven]
Taehyung mengikuti langkah Jimin keluar dari dalam kafe, keduanya berhenti sejenak dan berdiri berdampingan di teras kafe. Jimin kemudian mengarahkan pandangannya ke langit yang di selimuti oleh salju yang berjatuhan sebelum akhirnya menjatuhkan pandangannya pada Taehyung.
"Mau ku antar?" Tawar Jimin.
"Aniya, tidak perlu. Aku pergi bersama Jungkook."
"Eoh! Dia masih di sini?" Heran Jimin, bahkan mereka menghabiskan waktu yang cukup lama di dalam kafe. Dia tidak menyangka jika Jungkook masih di sana.
"Di sana, dia sedang menungguku di sana"
Jimin mengikuti arah yang di tunjukkan oleh Taehyung dan berhenti pada salah satu mobil yang terparkir di area parkir kafe, sebelah alis Jimin terangkat ketika menyadari posisi mobil Jungkook. Apa Jungkook mengawasi mereka berdua dari luar? Kenapa dia tidak menyadari sebelumnya?.
"Sepertinya kita harus berpisah di sini."
"Ahhh.... Ne, jaga kesehatanmu. Kau sedikit pucat hari ini, jangan terlalu lama berada di luar karna udaranya benar-benar dingin kali ini dan jangan menyalakan AC!"
"Arra, arra...... Aku bukan anak kecil, sudah pergi sana dan segera botakkan kepalamu."
Jimin tertawa ringan dan sedikit menjauh dari Taehyung ketika Taehyung sempat memukul lengannya saat berbicara sebelumnya.
"Aku pergi, sampai bertemu dua minggu lagi." Ujar Jimin sembari melangkahkan kakinya menuju mobilnya. "Jika kau tidak datang aku tidak akan memberikan kado natal untukmu tahun depan, mengerti?" Pekik Jimin ketika ia telah menjangkau mobilnya.
"Arrasseo......."
"Annyeong......." Teriak Jimin ketika ia menjalankan mobilnya keluar dari area parkir kafe, dan seulas senyum beserta lambaian tangan Taehyung yang mengantarkan kepergiannya.
Setelah kepergian Jimin, Taehyung pun kemudian segera menghampiri Jungkook, dia membuka pintu mobil Jungkook dan kembali menutupnya dari dalam. Memakai sabuk pengamannya sebelum membersihkan salju yang berada di bahunya tanpa menyadari bahwa Jungkook memperhatikannya sejak saat ia keluar dari kafe hingga detik ini.
"Kau sudah mengatakannya?"
Pertanyaan Jungkook berhasil menghentikan pergerakan Taehyung yang kemudian mengarahkkan pandangannya kepadanya,melihat manik mata yang begitu dingin saat menatapnya.
"Belum." Tebak jungkook.
"Bisakah--"
Sebelum Taehyung sempat meneruskan perkataannya, Jungkook terlebih dulu menghentikannya dengan gerakannya yang tiba-tiba menyalakan mesin mobilnya dan langsung memutar mobilnya dengan kasar sebelum meninggalkan area parkir dan membuat Taehyung sedikit terkejut pasalnya kali ini dia melihat bahwa Jungkook terlihat benar benar marah padanya.
"Jungkook-a, hentikan!" Tegur Taehyung ketika Jungkook semakin menaikkan kecepatan mobilnya, entah apa yang sedang di kejar oleh Jungkook. Yang jelas dia terlihat sangat buru-buru, namun saat Taehyung mengarahkan pandangannya ke depan dia baru menyadari siapa orang yang tengah di kejar oleh Jungkook. Park Jimin.
"Andwae!"
Taehyung memegang pergelangan tangan Jungkook yang tengah mengemudi.
"Jinjja andwae! Jangan lakukan itu! Aku mohon." Ujar Taehyung dengan nada yang sangat memohon ketika menyadari bahwa Jungkook ingin menghadang Jimin, dan tanpa perlu bertanya pun Taehyung sudah pasti tahu alasannya.
"Kau pergi terlalu jauh, Jungkook-a..."
Jungkook sedikit tersentak ketika mendengar suara Taehyung yang tiba-tiba mengeras.
"Hentikan mobilnya! Hentikan mobilnya sekarang!"
Jungkook membuat Taehyung mengulangi perkataannya dengan ketidak perduliannya ketika mobil Jimin benar-benar berada di hadapan mereka dan tinggal satu gerakan saja dia bisa menekan klakson dan memberi tahu Jimin akan keberadaan mereka, namun sebelum itu terjadi semuanya berubah tepat di detik sebelumnya.
"AKU BILANG HENTIKAN MOBILNYA SEKARANG JUGA!!!!"
Sebuah bentakan yang kemudian menghentikan niat Jungkook bahkan dia membiarkan mobil Jimin semakin berjalan menjauh, sebuah bentakan yang akhirnya membawa mobilnya menepi. Dia menarik tangannya dari kemudi di sertai dengan helaan nafas pelannya.
"Sekarang apa lagi?"
"Dia akan pergi untuk menjalani Wajib Miliiter."
"Lalu?"
"Dua minggu--"
Tatapan dingin yang sebelumnya terarah kebawah dengan cepat berpindah pada Taehyung dan menghentikan perkataan yang sempat terucap. "Hyeong sudah gila! Bagaimana bisa Hyeong melakukan hal ini?"
"Sekali ini saja, hanya dua minggu. Aku akan baik-baik saja."
"KANKER STADIUM AKHIR TIDAK AKAN MEMBUAT SESEORANG BAIK-BAIK SAJA!!!"
Teriak Jungkook yang kemudian memukul kemudinya untuk melampiaskan kemarahannya sebelum berakhir memalingkan tubuhnya dan menghadap ke kaca jendela mobilnya, menutup rapat mulutnya dan tidak membiarkan sedikitpun suara lolos dari bibirnya saat butiran air bening yang terus berjatuhan dari matanya.
Dia mengepalkan tangannya kuat kuat dan menggunakannya untuk menutup mulutnya yang terlihat gemetar bahkan dia berjuang mati-matian agar bahunya tidak bergerak, dan dia menahannya dengan sempurna meski dia tidak bisa membohongi Taehyung bahwa dia tengah menangis saat ini.
"Hanya dua minggu, bukanlah waktu yang lama." Taehyung bersuara dengan pelan dan dengan pandangan yang terarah ke bawah. "Aku hanya ingin membiarkan dia pergi dengan perasaan yang tenang, meski ini terlihat begitu egois tapi aku ingin melakukannya sekali lagi. Jika mereka mengatakan hidupku akan berakhir dalam waktu dua bulan, maka aku akan bertahan sampai dua tahun. Dua minggu bukanlah waktu yang lama jadi..... Berikan waktu dua minggu itu padaku dan setelahnya aku akan benar-benar ikut denganmu, tidak ada hal lain lagi yang ku inginkan selain itu. Jadi aku mohon padamu."
Pernyataan panjang yang semakin membuat Jungkook tidak bisa bernafas, dia bahkan seperti tidak sanggup lagi menahan bahunya. Dia merasa dia akan gugur kali ini.
Dua minggu, seperti yang di katakan Taehyung sebelumnya bahwa dua minggu adalah waktu yang singkat, tapi bagi Jungkook. Dua bulan itu adalah waktu yang singkat sebaliknya, dua minggu adalah waktu yang begitu lama bagi Jungkook.
Perlahan keningnya bersentuhan dengan kaca jendela yang terasa begitu dingin, air mata yang terus keluar meski ia menutup matanya rapat-rapat. Namun dia masih menang hingga detik terakhir karna tidak membiarkan suara sekecil apapun keluar dari mulutnya.
Beberapa menit berlalu, tangis Jungkook telah berhenti dan meninggalkan tatapan kosong yang terarah ke bawah. Perlahan dia mengusap sisa air mata yang berada di pipi serta area matanya dengan kasar seakan ingin memungkiri bahwa dia pernah menangis.
Dia kemudian menegakkan tubuhnya dengan pandangan yang terarah ke depan seakan ia belum siap untuk melihat Taehyung dengan keadaannya yang seperti ini.
"Hanya dua minggu kan? Setelah itu tidak ada alasan lagi!"
"Ne, gomawo."
[Send My Voice To Heaven]
Tanggal Revisi : 08.07.2019
Publikasikan Ulang : 08.07.2019
PENGUMUMAN.
Book ini hanyalah sekedar cerita pendek dan rencanya akan di jadikan Versi Panjang jika mendapatkan respon yang baik dengan judul yang masih sama.
EUPHORIA : Send My Voice To Heaven.
Sekali lagi, Book ini hanya akan di jadikan Versi panjang jika mendapatkan respon yang bagus dan untuk sekedar pemberitahuan bahwa dalam Versi EUPHORIA Cerita akan di mulai dengan kisah ketiganya saat masih duduk di bangku SMA.
Terimakasih atas perhatian.😊😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro