Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 1

    Lonceng dan salju, dua hal yang membuat seulas senyum yang mengembang di wajah tenang pemuda tersebut

    Ketika salju turun, dia akan duduk di kursi tepat di sebelah kaca dan menyaksikan salju yang perlahan mulai menutupi area parkir yang terhubung dengan jalanan. Sebuah kesan manis yang selalu tergambar dalam ingatannya, seulas senyum dari namja manis bernama Park Jimin yang saat ini berjalan menerobos salju yang turun lebih lebat di bandingkan sebelumnya.

    Kepulan asap yang keluar seiring dengan nafasnya, seakan menunjukkan betapa dinginnya udara kali ini.

    Suara lonceng yang memenuhi ruangan seakan ingin memberitahukan pada sang pemilik kafe bahwa mereka kedatangan tamu sekaligus menjadi satu satunya alasan untuknya mengarahkan pandangannya ke pintu dan melihat namja manis tersebut tersenyum ke arahnya.

    Seulas senyum yang berbalas, seakan ingin menuntun Park Jimin untuk sampai di tempatnya dengan selamat.

    "Apa aku terlambat?" Jimin menarik sebuah kursi dan duduk berhadapan dengannya.

    "Kau selalu melakukannya, kenapa masih bertanya?"

    Park Jimin hanya bisa tersenyum lebar ketika mendengar ucapan dari namja yang selalu bersikap tenang di hadapannya saat ini.

    "Sepertinya kali ini aku yang harus meminta maaf lagi." Ujar Jimin.

    "Sepertinya mulai hari ini aku harus datang tiga puluh menit lebih lambat dari perjanjian."

    "Eih.... Mana boleh seperti itu, lain kali aku tidak akan terlambat lagi."

    "Kau selalu mengatakannya tapi justru itu lah yang membuatmu selalu datang terlambat dan membuatku menunggu."

    Namja berwajah tenang tersebut mencondongkan tubuhnya ke meja dan mengangkat tangannya, menumpukan sikunya pada meja.
Dia menyodorkan jari kelingkingnya dan membuat sebelah alis Jimin terangkat.

    "Wae....? Bukankah kau ingin berjanji?"

    Park Jimin tertawa tidak percaya sembari sekilas memalingkan wajahnya.

    "Ayolah, kita sudah bukan anak anak lagi. Haruskah kita melakukan ini?" Protes Jimin.

    "Wae? Wae? Wae? Aku tahu aku seorang CEO dari perusahaan raksasa Global Nation Group, tapi aku sudah mencuci tanganku. Kau masih tidak mau? Jika kau tidak mau aku akan melelangnya setelah ini."

    "Jinjja! Apa maksudmu dengan melelangnya?" Jimin lagi-lagi memalingkan wajahnya sekilas ketika tertawa, dia kemudian menyangga dagunya dengan tangan yang bertumpu pada meja. Melihat namja di hadapannya yang selalu membuatnya tidak bisa menarik senyumnya kembali ketika berhadapan dengannya.

    "Jika aku melakukannya, apa aku tidak akan datang terlambat lagi?" Sebuah pertanyaan yang terdengar seperti sebuah kalimat perjanjian.

    "Seseorang mungkin akan pergi jika kau tidak bergerak lebih cepat dari standarmu sendiri." Sebuah ungkapan yang tak memihak terucap sebagai jawaban atas pertanyaan Jimin sebelumnya.

    Jimin kemudian menaikkan tangan kanannya ke atas meja dan menautkan jari kelingkingnya dengan kelingking yang tengah menunggunya sedari tadi, sebuah upacara pembuatan janji.

    "Aku sudah membuat janji denganmu, jadi—tunggulah aku meski aku akan terlambat lagi, Kim Taehyung."


[Send My Voice To Heaven]



    Setelah hari panjang yang terlewati, Taehyung menginjakkan kakinya di kediamannya di mana dia tinggal bersama paman, bibi dan juga sepupunya yang menjadi satu-satunya keluarganya yang masih tersisa.

    Seperti biasa, rumah masih tampak begitu sepi setiap kali ia menginjakkan kakinya di rumah.

    Dia menyusuri lantai ruang tamu dan menaiki tangga untuk menuju lantai atas di mana kamarnya berada, meski memiliki beberapa asisten rumah tangga, namun Taehyung juga jarang bertemu dengan mereka.

    Taehyung menginjakkan kakinya di lantai dua dan langkahnya terhenti ketika melihat adik Sepupu nya keluar dari ruangan yang berada tepat di samping kamarnya.

    "Sudah pulang?" Tegur Jeon Jungkook, adik sepupu Taehyung yang kemudian berjalan menghampiri nya.

    "Hyeong baru saja bertemu dengan Park Jimin-ssi?"

    "Ne." Jawab Taehyung di sertai senyum tipis di akhir kalimatnya, namun senyum itu terlihat sedikit berbeda.

    "Hyeong sudah mengatakannya padanya?"

    "Belum."

    "Apa maksudmu dengan belum?" Suara Jungkook tiba-tiba mengeras begitupun dengan raut wajahnya, dan berhasil membuat raut wajah tenang di hadapannya terlihat sedikit gusar.

    "Bukankah kita sudah menyepakati ini sebelumnya, Hyeong akan pergi setelah mengatakannya pada Jimin-ssi. Apa Hyeong berubah pikiran sekarang?"

    "Aniya.... Bukan begitu maksudku, aku hanya memerlukan waktu yang tepat untuk mengatakannya padanya." Ujar Taehyung mencoba bersikap selembut mungkin, bukan untuk membela diri melainkan untuk menenangkan adik sepupunya.

    "Waktu apa yang kau maksud? BERHENTI BERMAIN-MAIN DENGAN NYAWA MU!"

    Taehyung mendekati Jungkook dan memegang lengannya dengan kedua tangannya untuk meredakan kemarahan Jungkook padanya.

    "Jungkook-a, mengertilah sedikit. Aku hanya perlu sedikit waktu untuk mencari kata kata yang tepat untuk memberitahunya, sedikit saja. Ya?"

    Tatapan tegas Jungkook tepat menatap mata Taehyung yang terlihat tengah memohon padanya.

    "Tidak ada waktu lagi, kami sudah putuskan bahwa Hyeong akan pergi ke Jerman."

    "Aniya!" Tolak Taehyung, dia sedikit menarik lengan jungkook.

    "Aku tidak akan kemana mana, aku tidak ingin meninggalkan Seoul."

    "Hyeong........" Protes Jungkook terhadap sifat keras kepala Taehyung sembari menarik tangannya dan membuat tangan Taehyung terlepas dari nya.

    Taehyung kemudian beralih memegang kedua bahu Jungkook, "Aku akan melakukannya di sini, jadi aku mohon jangan mengirimku kemana pun itu. Aku ingin tetap di sini, jebal."

    "Hyeong." Suara Jungkook tiba-tiba melemah dan sekarang ia lah orang yang tengah memohon di sana, memohon agar Taehyung berhenti bersikap keras kepala dan melakukan apa yang telah mereka rencanakan untuknya.

    "Beri aku sedikit waktu, ya?"

    "Hyeong."

    "Kau tau siapa aku sekarang, aku sudah menjadi seorang CEO dari Perusahaan besar Global Nation Group. Bagaimanapun pun juga aku tidak bisa menelantarkan Perusahaan begitu saja."

    "Ayahku akan mengurusnya."

    "Aku tahu, aku tahu."

    Taehyung menarik tubuh Jungkook dan memeluknya, namun bukanlah Jungkook yang menangis melainkan dirinya yang untuk ke sekian kalinya menangis tanpa suara di bahu Jungkook.

    "Sedikit saja, aku akan menyelesaikannya dengan cepat. Beri aku sedikit waktu."

    "Ne, tapi jangan lama lama."

    "Ne, gomawo."

    Jungkook membalas pelukan Taehyung, mencoba menghangatkan tubuh Taehyung yang dingin akibat terkena udara luar. Sangat dingin dan bahkan Jungkook pun ragu akankah dia bisa kembali menghangatkannya hanya dengan memeluknya.

    "Sangat rapuh, sesuatu yang mungkin akan hancur ketika kau memaksakan diri untuk merengkuhnya"



[Send My Voice To Heaven]



Republish : 30.06.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro