BAB XXXIX: Neira Irena, Sampai Jumpa!
°
Absen dulu. Bilang apa? 🤡
Btw makasih bgtbgt ya 600 komentarnya. Aku kaget banget buset. SENENG BGT TIDA BOHONG 😭 Sampe deg-deg-an. Jangan lupa kabarin se-RT nih Senandung Usang udah chapter terakhir (betulan).
Siapin hati buat baca dan jari untuk komentar. Salice, xo.
________________
SENANDUNG
USANG. |
BAB XXXIX:
Neira Irena,
Sampai Jumpa!
|
______________
°
Orang bilang ada dua hal paling sulit untuk dilakukan di dunia ini. Satu, mempercayai janji orang lain. Dua, menepati janji kepada orang lain.
Dirgantara ingat jelas kalau dulu, sosok 'Kak Tara' pernah berjanji banyak hal kepada Neira Irena kecil.
Dirgantara juga ingat kalau dia punya dua janji yang paling besar. Katanya, dia pasti datang di hari kelulusan SMP dan hari pertama Rena masuk SMA.
Pertanyaannya kini adalah; apakah ia menepatinya?
Tara hanya bisa menyeringai miris. Dia sebenarnya tidak tahu apakah yang ia lakukan sama dengan menepati atau bukan. Menenteng hadiah kecil terbungkus cantik dalam kertas kado navyㅡCD-RW berisi lagu yang di-burn olehnya khusus Rena, yang pernah ia janjikanㅡDirgantara cuman bisa membasahi kerongkongannya yang kering dengan liur ketika ia berusaha tidak terlihat di balik tembok sekolah.
Dia menghadiri acara kelulusan SMP Rena.
Berdiri di sudut mencari waktu tepat untuk menghampiri setelah sempat pergi meninggalkan ibu kota dan kenangan di dalamnya.
Ya ampun. Tunggu sebentar. Sebenarnya apa yang ia lakukan? Untuk apa dia datang kemari jika tidak berani menampakkan diri. Padahal Rena di sana sedang mengenakan kebaya berwarna cokelat, sendirian. Mumpung ibu Rena sedang ke kamar kecil sejak beberapa menit yang lalu, harusnya Tara cepat-cepat memberikan hadiah ini, lalu segera kembali lagi ke Bandung. Dia tidak mungkin meninggalkan Baskara, adik kecilnya, di rumah sendiri bersama adik bayi yang nyaris disuapi kelereng oleh si nakal Bima kemarin hari.
Baiklah, dalam hitungan tiga, Tara akanㅡoh shit, tidak jadi. Ibu Rena sudah kembali.
Shhh. Bodoh.
Tara menggigit bibit, menatap kosong pada kado yang ia pegang sebelum akhirnya melonggarkan genggaman sampai benda itu tergeletak di tanah. Lupakan saja. Dia terlalu malu untuk kembali menampakkan diri dengan kondisi seperti ini.
Janji? Mungkin hanya dia yang memikirkan ini begitu serius. Pada tahun-tahun berikutnya mungkin anak itu juga akan lupa. Selain kakak tutor privat, Dirgantara Wijaya bukanlah siapa-siapanya Rena kecil.
Dia akan mengingatnya seperti itu dan memilih mundur.
Dirgantara sempat meninggalkan lokasi, sebelum akhirnya memungut kembali kado Rena tadi dan memeluk benda itu erat-erat. Hatinya terasa berat sekali. Dia tidak mungkin berpikir dan bersikap seolah-olah tidak ada Rena kecil itu di dalam kehidupannya.
Lupakan omong kosong tadi. Membaca kembali dan mengepalkan surat ia tulis, Tara berjanji. Dia akan kembali menjadi sosok yang lebih baik dan tetap menepati janjinya. Apapun situasinya kelak.
Hanya saja... tidak sekarang.
Tidak saat ini.
Mungkin di suatu lain kali yang tepat.
Meski kata tepat juga masih diselimuti ketidaktahuan, yang pasti ia akan menepati janjinya. Barangkali pergi untuk kembali bukanlah hal yang buruk untuk saat ini. Barangkali membenahi keadaan adalah pilihan paling tepat di detik ini.
___
Untuk Rena,
Halo, Adik Kecil! Selamat, ya, sudah lulus SMP. Kakak bangga lihatnya. Rena apa kabar? Demam hari itu sudah sembuh, 'kan? Sudah pasti. Kamu kan Sailor Moon.
Tadi kakak lihat kamu pakai kebaya cokelat ditemani Mama, ya? Syukurlah Tante Mia nggak sibuk dan bisa hadir ke acara kelulusan seperti keinginan Rena waktu itu. Maaf ya kakak tidak datang?
Omong-omong, kakak menambah koleksi stiker Sailor Moon kamu, tapi kayaknya kakak nggak bisa kasih kamu sekarang. Tahun depan doain kakak berhasil jadi 'orang', nanti kakak kasih kado dua kali lipat.
Kakak sempat berpikir, apa lebih baik kirim paket saja ke rumah kamu (tapi bagaimana kalau kamu udah pindah rumah? Haha) Atau... kakak takut kamu nangis, Ren. Nanti tidak ada yang menghentikan air mata kamu.
Lalu... kakak putuskan untuk menyimpan kado kecil ini, supaya nanti kakak punya alasan untuk hidup baik dan bertemu kamu lagi.
Jaga diri baik-baik, ya, bocah leutik.
Nanti jumpa lagi, di suatu lain kali yang lebih baik.
Dirgantara, 2013.
_______
Dirgantara punya dua janji besar, dia telah melewatkan janji pertama. Kini yang tersisa ialah menepati janji pada tahun ajaran baru di SMA baru Rena. Tapi dia tidak menemukan Rena di sana. Sosok itu nihil presensi.
Ah, dia ini sedang apa sih. Datang ke tempat seperti ini tanpa menghubungi dan memastikan. Bisa saja Rena tidak jadi bersekolah disini, kan? Akhirnya dia pulang dengan tangan penuh dan kepala kosong. Sepertinya kesempatan yang kala itu diberi Tuhan sudah kedaluwarsa.
Jadi setelah hari itu, meski Tara adalah sosok yang berusaha semampunya untuk menepati janji, Dirgantara tidak pernah lagi berharap memiliki hasil atas kesalahannya sendiri. Faktanya dia sendiri yang melewatkan kesempatannya setahun lalu. Alhasil Tara kembali ke Bandung dengan to-do-list yang tidak pernah tercentang.
Siapa sangka sewindu telah berlalu ketika sisi jalan kota Bandung mempertemukannya kembali dengan Neira Irena Putri.
Gila. Tara nyaris tidak mengenali sosok yang sedang berdiri, tersenyum cerah di hadapannya kini. Gadis kecil yang dulu kerap mengekorinya, sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang menawan. Cantik. Berkilau. Dan... senyum naif yang samaㅡtidak berubah.
Ada perasaan bangga ketika dia melihat Rena. Kamu tumbuh dengan baik. Dan Tara harap apa yang ia lihatㅡkilauan bahagia dan sabit ceria yang terpancar dari sepasang netraㅡitu adalah nyata dan sama seperti yang ada di belakang. Maksudnya, ia sudah tahu berapa banyak kesulitan dan keletihan Rena menghadapi penjara bernama protektivitas sejak kecil, jadi ya, semoga senyum itu bukan hanya dekorasi artifisial.
Tara cuman bisa menatap diam dalam setengah kecanggungan ketika punggung kecil itu masuk ke dalam mobil jazz yang diakui sebagai milik Gianna yang juga dari Jakarta.
Menjauh dari titik lokasi tadi, Tara cuman bisa memikirkan apa yang terjadi di masa lalu. Yah, karena pada faktanya sekarang Tara dan Rena bukan siapa-siapa selain kenalan lama yang bertemu lagi. Tapi kalau diingat kembali... Diam-diam Tara melirik dengan sendu.
Dirgantara punya banyak janji yang belum ia tuntaskan. Ah, tidak juga. Bukan itu. Itu semua hanya alasan formal yang ia pakai untuk mensugesti diri. Sebab, jauh di dalam sana... Tara rindu dengan adik kecil itu. Alasan sebenarnya adalah supaya ia bisa bertemu lagi dengan Rena.
Dia tidak mau lagi kehilangan kesempatan. Barangkali ini adalah kesempatan terakhir yang Tuhan titipkan untuknya. Lantas ia memutar mobil, memangkas jarak dan sampailah ia pada kebodohan nomor satunya.
Yaitu, menjalin hubungan kembali dengan Neira Irena Putri.
"Rena... Kamu punya waktu nggak buat saya?"
Jujur, jantung Tara serasa mau meledak waktu itu. Kenapa juga dia harus berkata begitu kaku dan gugup di saat tidak ada hal spesial yang terjadi.
Bermula dari sana, tanpa kesadaran bahwa gadis itu pelan-pelan mengisi kesehariannya. Tara merasa aneh, dia pikir ini semua mustahil terjadi. Ha. Lihat saja. Isi kepalanya malah sering dihiasi 4 sisi wajah gadis tersebut.
Tidak tahu sejak kapan, ketika tersadar, ia hanya tahu bahwa ia sudah jatuh hati.
Apalagi mengingat Rena sudah punya kekasih yang baik tanpa cela. Halo, Tuan Dirgantara, ayah beranak satu, sadar tidak Anda naksir pacar orang?
Kalau ini diceritakan kepada Baskara Bima, jelas dia akan diledek habis-habisan karena naksir sama mantan murid sendiri. Jujur saja, soalnya dulu Tara sering menceritakan Rena ke Bima.
Tara dulu takut kalau digerayangi oleh Rena kecil kesayangan yang bar-bar dan agresif itu. Astaga, demi Tuhan dan semesta yang diciptakannya, meski Tara nyaman-nyaman saja bermain dengan Rena kecil, tetap saja dia sedikit takut. Sekarang, setelah gadis itu dewasa membawa entitas aura baru yang memukau, Dirgantara malah jadi mabuk kepayang sendiri. Tidak hanya itu. Bukan fisik semata. Dia suka bagaimana Rena menjadi dirinya sendiri, manusia yang melihat segala kebaikan orang lain dan menyampingkan kelam.
Tapi omong-omong, memang Rena bakal menerima jika ia tahu apa yang telah terjadi pada Tara sewindu lalu?
Desahan miris dan seringai masam sudah sering jadi reaksi yang menemaninya setiap berpikir seperti itu.
Menatap pada Tiara yang sibuk memanjat kursi untuk mengambil gelas plastik ditemani Bima yang besar, kadang-kadang Tara suka berandai. Jaman sekarang, gadis muda mana yang mau menerima "duda" dengan anak satu. Meski Dirgantara bukan duda, tapi masyarakat Bandung telah dan akan mengenalnya sebagai sosok yang pernah menghamili anak orang sampai meninggal dan disisakan seorang bayi perempuan manis yang hampir diaborsi. Maka siapapun yang bersama atau menikah dengannya nanti akan mendapat titel "menikahi duda".
Menyakitkan, ya, realita itu.
Kecuali... kecuali Tara membuang Tiara. Memutus seolah tiada tali kekeluargaan atau rasa sayang yang ia investasikan untuk anak itu.
Atau yang Tara kira mustahil, jika Ellina masih hidup dan membawa pergi anaknya.
Sinting. Kemustahilan itu malah kenyataannya.
Tapi demi Tuhan. Alanna Tiara Millagrace tidaklah pernah menjadi sebongkah beban bagi Dirgantaraㅡia malah sangat menyayanginya sepenuh hati. Malah jujur saja, Dirgantara sempat lupa dengan fakta kalau Ara bukan anak kandungnya. Dia tidak peduli soal itu. 8 tahun membesarkan Tiara adalah anugerah terbaik yang pernah ia terima dari Tuhan.
Hanya saja... Dirgantara tidak pernah tahu jika akhirnya pertanyaan di dalam kepalanya yang rumitㅡyang tidak pernah ia utarakan kepada siapapun malah menjadi bumerang yang menyerang kisahnya dan Rena.
Kalau suatu hari Papa dijatuhkan pilihan untuk memilih Tiara atau siapapun kelak... Papa harus pilih siapa, Nak?
Sebab kini setiap melihat cermin, Tara ingin pura-pura lupa saja dengan perasaannya kepada Rena. Demi Tuhan, orang waras mana tega menukar anak yang ia asuh selama satu windu dengan darah dan keringat bak darah daging sendiri.
Ah, kepala Tara sakit sekali memikirkan ini semua. Rasanya setengah akalnya menguap ke udara.
Kenapa Rena harus menatapnya dengan cara yang sama, sih... Karena dengan begitu dia jadi mulai goyah dan mulai menginginkan kebahagiaannya sendiri. Keegoisan ini membuncah, keluar tidak pada tempat dan waktu seharusnya.
Dirgantara ingin Rena, namun bagaimana dengan yang akan terjadi nanti?
Lagi-lagi, tanpa terduga, semuanya terjadi begitu saja. Neira Irena... dan ciuman malam itu... Ah, nampaknya ia memang sudah kehilangan 100 persen akal sehatnya.
Setelah apa yang mereka lalui bersama pendaman perasaan, lagi-lagi Dirgantara harus mengecewakan Rena.
Kembalinya Ellina Halim sebagai ibu Tiara sekaligus cinta pertama seorang Dirgantara Wijaya. Kembalinya sosok yang membawa badai mendadak dalam kehidupan yang ia pikir akan segera menjadi tenang.
Sama sekaliㅡTara yakin dia nggak butuh itu. Tapi mengapa ini terjadi kepadanya?
Tentu saja Tara tidak bisa menyalahkan situasi. Memangnya sebagai manusia kita bisa melakukan apa selain berusaha menghadapi dan memilih pilihan yang disediakan semesta?
Dia hanya... berusaha melakukan desisi terbaikㅡyang mungkin bukan paling bahagia untuknya dan terutama untuk Rena. Dan soal 'meninggalkan' Rena, dia bahkan tidak tahu apakah ini akan jadi sebuah perpisahan yang sebenar-benarnya. Tidak akan 'meninggalkan' Rena adalah janji yang ia pegang di dalam hati
Hanya saja, ia bahkan belum tahu apa jawaban Rena. Akankah gadis itu menunggu atau malah... menyerah saja?
Ah, sial. Seharusnya dia tadi membeli tiket besok setelah membicarakannya dengan Rena. Tidak mendadak seperti ini. Dia bahkan belum mendengar suara Rena.
Kenapa ponsel Rena harus sulit dihubungi di saat genting? Kenapa tadi naluri dia untuk melindungi dan menghentikan air mata Tiara lebih muncul dahulu? Kalau begini, kalau Rena marah... Astaga, Tara kamu idiot.
Tara kini menatap pintu besar menjulang di Bandara Incheon. Suasananya sangat berbeda. Ah, ini sungguh-sungguh bukan lagi di Indonesia.
Sembunyi-sembunyi, air matanya menetes.
Dengan napas berat yang bercokol di dada, Dirgantara mendongak, berusaha menelan bulir perih dan berpikir jernih. Tidak apa-apa. Ia hanya bisa berharap meski kembang api di dadanya meletup ragu.
Semesta memisahkan mereka dua kali. Maka mempertemukan pun akan ada kali keduanya. Percayalah dan usahakan pada harapan yang meski kecil binarnya adalah cara hidup Dirgantara yang takkan banyak dimengerti banyak orang, tapi adalah cara yang menyelamatkan Dirgantara dari musibah yang menghampiri hidupnya.
Bayangkan jika waktu itu dia tidak tetap sadar untuk berharap pada harapan yang tampaknya sudah terlalu redup untuk menampakkan terang, mungkin Dirgantara sudah gila. Maka, hal sialan ini, yang kehancurannya tidak sekejam insiden 8 tahun lalu, dia pasti akan melewatinya dengan baik.
"Papa?"
Terkesiap, Tara langsung memasang senyum palsu. "Ya?"
"Ayo, masuk ke mobil." Tiara tersenyum polos, bergelayut manja pada Tara. "Nanti ketinggalan."
"Mhm, oke."
Dengan mata berkaca-kaca yang menerawang rindu, dia menarik diri bersama koper, menggandeng Tiara yang masih terlalu kecil untuk mengerti ini dan itu, menyusul bersama Ellina untuk masuk ke dalam van penjemput yang sudah direservasi.
Kini, senandung kita harus kembali menjadi usang. Biarlah tanpa penyairnya untuk sementara hingga waktu kembali mengizinkan menyeka debu tersebut.
***
***
Untuk Rena,
Kata pertama yang bisa saya berikan kepada kamu adalah maaf.
Maaf karena saya mengingkari apa yang saya ucapkan dengan pergi, pada akhirnya saya malah pergi, menyia-nyiakan penantian kamu. Saya tahu saya brengsek dan kamu pasti benci.
Maaf karena saya pergi. Saya harus pergi lagi. Tapi hanya sebentar saja.
Meskipun ingin dan berharap, saya nggak punya keberanian untuk meminta kamu menunggu.
Tapi, kalau mau kamu menjalankannya, demi apapun yang bisa saya gunakan sebagai kelanjutan kata ini, saya akan berusaha sebaik mungkin, untuk kamuㅡagar berhasil menjadi kita.
Saya akan segera menghubungi kamu.
Rena, sebelum kita menjalankan ini semua, sebelum kamu menerima perasaan saya, kamu sudah tahu semua buruk yang akan datang pada kita. Dan ketika kamu mengiyakan untuk melewatinya bersama saya, saya menyesal karena rasanya kamu lebih mencintai saya daripada saya mencintai kamu.
Tapi Rena, jangan pernah berpikir seperti itu.
Dunia ini bukan tempat paling ideal untuk mencari bahagia. Meski saya ingin, tapi saya nggak berani berjanji bahwa sejarah hitam akan berhenti mengikuti kehidupan kita. Apalagi berjanji kalau esok hari akan selalu sempurna dan mudah untuk dijalani.
Karena kamu tahu apa? Itu semua di luar tuas kendali kita.
Tapi saya bisa janjikan kalau meski terpaut jarak untuk sementara dan beberapa bulan, saya akan selalu ada buat kamuㅡmendengarkan, menyemangati, dan mendekap kamu dari sini.
I will do my best to make it up. Do my best to make you happy and make you feel loved.
Maaf, ya. Kakak tahu kamu pasti lagi nangis saat baca ini. Maafin saya.
Nanti saat kembali, saya siap menerima caci maki dan disuruh menemani kamu menonton Sailor Moon seribu episode.
Kamu bilang Sailor Moon seru kan? Dirgantara Wijaya juga penasaran sama episode terakhir Sailor Moon. Jadi, ayo nonton Sailor Moon seribu episode sewaktu aku pulang... dan, jangan pergi dari saya.
Jangan pergi.
Kak Tara-mu akan kembali. Jadi percayalah. Saya akan kembali secepatnya untuk Rena. Saya mencintai kamu.
Jadi... Neira Irena, sampai jumpa.
Lagi.
September 2020,
Dirgantara Wijaya.
SENANDUNG
USANG. |
______________
TAMAT
NOTES:
Iya tamat beneran. Jangan hah heh hah heh.
Abis juga ini buku dengan words paling panjang yang pernah aku tulis. Dari awal settingnya begini. Kalian kenapa suudzon sama aq. Gimana guysssssssss? 👁👄👁 Hampa? Tidak jadi marah atau masih marah? Tidak nyangka endingnya gini? Kayak ada yang kurang? Kosong? Sabar dulu... 🥰
Ada yang mau minta maaf sama Kak Tara gak? Kalian marahin dia sih gelo banget, aku yg takut wkaka. Sumpah aku nggak tau akankah chapter final ini diterima dengan respon baik oleh kalian apa tidak. Tertekan juga yah saya takut mengecewakan...🤧
Mau jadi keong aja.
Aku kaget sih karena yg percaya sama Kak Tara dikit banget. Aku kira image gentle dan good guy good dad-nya Kak Tara udah kentel banget di mata pembaca? Ngakak sumpah pada oleng ke RayRena lagi. Pake mulai ngeship Artha-Rena WKWK. Yah gapapa sih.
Because...
This is an open ending. You guys choose your own ending, hehe.
Apakah Tara benar-benar bakal balik sesuai janji dan karakter dia yang memang nepatin janji? Apakah Rena bakal nungguin Tara?
Atau Tara balik tapi Rena nggak nungguin lagi alias balik sama Raymond? Atau sebaliknya, Tara nggak pernah balik tapi Rena nungguin terus?
Apakah Tara dan Rena akan jadi nonton Sailor Moon bareng? Wkakak (aslinya final cuman 200 episode guys bukan 1000). 😭
Atau... malah terjadi sesuatu dengan pesawat Tara saat balik ke Indo? ☻☻
Siapin tisu aja ya guys untuk epilognya. Kalau antusiasmenya rame, seperti biasa update akan dipercepat. 💥
__________
I'll leave it open till now, ditunggu aja epilog-nya.
Yang pasti I won't give you shitty writings.
Hope you appreciate and love what I did.
_____
Ada yang sadar nggak kalau buku ini dimulai dengan "Dirgantara, Lama Tak Jumpa!" lalu diakhiri dengan "Neira Irena, Sampai Jumpa!"?
______
LASTLY! May i know karakter favorit kalian? Karakter mana yang bikin kalian takjub dengan personality/sifatnya? 😊
Kalau boleh juga... ADAKAH KESAN PESAN BUATKU SEHABIS BACA BUKU ASEM BASI INI? Jangan trauma ya sama kata Bandara di #SEMESTAELISA hahahaha
YAY, THAT'S ALL!
SAMPAI JUMPA LAGI DI EPILOG & SEMESTA ELISA YANG LAIN! SEE YOU AFTER 300.
Love, Alice.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro