Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB XXVII: Diam-Diam Malam

°

jangan siders please 😷

________________

SENANDUNG

USANG. |

BAB XXVII:

Diam-diam
Malam

|                  

______________

"Kamu kenapa bersin-bersin terus?" Raymond yang baru saja mau mematikan sambungan ponsel, langsung cemberut saat mendengar Rena terus menarik isi hidung.

"Kurang istirahat aja sama aku begadang terus, kayaknya." Rena lalu mengusap dahinya yang terasa panas.

"Demam?"

Rena menggeleng. "Hangat-hangat dikit aja."

"Kamu sih, pulang malam lalu keramas malam melulu," desah Raymond. Kemudian melirik jam yang menunjukkan pukul 12 malam, cowok itu merasa didesak waktu yang menipis, apalagi ia harus bekerja besok. Namun ia lanjutkan juga celotehannya. "Udah aku bilang, Rena nggak boleh capek-capek. Sekarang gimana, ya? Udah malem lagi..." Dia pusing sendiri.

"Ya udah kamu tidur dulu, ya?" Raymond berusaha membujuk. "Nanti aku coba cariin obat."

Raymond buru-buru mengirim pesan kepada Bima, menanyakan apotek 24 jam yang bisa dijangkau transportasi online. Sebab saat mencari informasi, ia tidak menemukan hal yang ia inginkan.

Mengernyit karena Bima malah memutuskan sambungan telepon, Raymond mengirim pesan lagi. Dia jadi berpikir apakah dia harus menghubungi Dirgantara untuk membantunya... Ah, gila. Masa dia menghubungi cowok yang jelas-jelas... sudahlah. Lebih baik menunggu Bima saja.

"Rena?"

"Ya?" balas gadis itu lirih.

"Tunggu, ya. Obatnya lagi dalam perjalanan. Merem dulu nggak apa-apa."

Raymond berkata seperti itu sebelum akhirnya Baskara Bima memenuhi layar ponselnya dan dia baru bisa bernapas lega saat membacanya.

| Baskara Bima |
| Halo.
| Obatnya on the way, ya, Ray.

Suara gemerisik ponsel memenuhi pemandangan kala Rena mendengkur kecil sekali. Raymond yang tidak tahu harus melakukan apa, menggaruk tengkuk dengan bingung. Sampai akhirnya bunyi bel apartemen membuat Raymond terkesiap.

| Baskara Bima |
| Raymond, sudah ya.
| Obatnya udah digantung di pintu.

Setelah mengintip notifikasi yang ia terima di tengah malam, Raymond buru-buru membangunkan Rena setelah berterima kasih banyak kepada Bima yang sudah mau repot-repot mengantarkan obat. Padahal tadi Raymond sudah mengatakan untuk menggunakan aplikasi online saja. Bima bilang, supaya obatnya cepat ketemu. Karena takut di-cancel driver ojol akibat tokonya tutup dimana-mana.

Gadis yang sekarang baru saja meneguk obat itu menggeliat di atas bantal, lalu tersenyum tipis sebelum memejamkan mata lagi, "Makasih, Ray."

***

Sejak pagi Baskara Bima sudah berulah seperti ondel-ondel melahirkan. Mentang-mentang hari ini ulang tahunnya, dia terus-terusan menanyakan hal yang sama kepada semua orang, termasuk kepada Dirgantara yang (tumben) baru bangun.

"Hari ini karoke ikut kan bang?"

"Nggak mau."

Bima mendesis mengetahui gelengan itu hanyalah gestur usil untuk membaas mulut cerewetnya. Lantas ia membuka ponsel, memastikan bahwa anak-anak De Korin akan menghadiri acara karoke yang sudah ia tunggu sejak lama. Kalau bisa dibilang, hobi Bima itu selain beres-beres rumah, yah, karoke.

"Bang," Bima mengernyitkan dahi dengan bingung saat melihat ada nama unik bertengger di laman chat posisi teratas kedua. "Kok ada nama Raymond di mari, Bang?"

"Abang kemarin ngechat sama Raymond? Kok pakai hape urang?"

Tara menjawab santai sembari mengunyah roti srikaya. "Karena si eta ngechat hape kamu. Berisik. Ganggu aku tidur. Kamunya yang nggak bangun-bangun."

"Dih? Terus kenapa disini chatnya seolah-olah jadi aku? Bilang aja 'Bima udah tidur, ini saya Tara' gitu, kek?"

Pemuda itu tidak menjawab, malah kini asyik mencelupkan makanannya ke susu.

"Ini Mbak Neira sakit?" Bima menyenggol Tara supaya berhenti makan. "Abang beli obat dimana? Kan tutup semua jam segitu?"

Sebelum memberi respon, cowok itu sempat berdiam untuk beberapa detik. "Nya... aya weh."

"JANGAN BILANG MANEH TEH KE BUAH BATU DARI SINI? NANAONAN ANYING?"

Karena kakaknya masih diam, Bima mencubit pipi Tara. "Abang sehat?"

Tara yang sebal, menipis tangan Bima. "Ngan meulikeun ubar jang si eta," jawabnya pelan-pelan.

"Ih, meuni belegug!"

Tara diam saja diumpat bodoh.

"Kabogohna Neira, Si Raymond, nyaho teu?"

"Enteu," decih Tara malas.

"Rek kamana maneh?! Bang?! Karaokean sore ini! Karaoke! My birthday!"

"Embung ngilu."

Mendengar kakaknya berkata tidak mau ikut seperti bocah kecil, Bima berdecih geli sendiri. "Ih, ambek si eta."

"BANG, IKUT YAAAH? IKUT DONG!" Bima masih merengek, riweuh sekali menempeli Dirgantara yang sudah siap dengan handuk di bahu. Pemuda bongsor itu menempeli kakaknya seperti koala sampai akhirnya leher Bima diikat pakai handuk dengan gemas bercampur kesal.

"OHOK, OHOKㅡAMPUN, BANG!"

"MBIM SALAH APA, SIH?"

"KOK MAU DIBASMI DI HARI ULANG TAHUN, BANG? OHOㅡK!"

"OHOK, OHOK!"

Tara lalu menoyor jidat Bima. "Jangan banyak nanya. Saya pusing," sergahnya dengan pipi memerah sebelum masuk ke dalam kamar mandi. []

NOTES.

Pendek, ya? Hehe. Stay positive & happy, ya. Tuhan berkati selalu 😊💕 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro