Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tujuh Belas : Merelakan

AKU tak ingin melepaskan,

sebab hadirmu bagai napas yang menghidupkan

Aku tak mau merelakan,

karena dirimu adalah alasanku bertahan

***

Kalila bodoh.

Sepanjang hari, hal itulah yang Kalila rasakan. Namun, meski ia telah merutuki kebodohannya berulang kali, yang terjadi pada siaran kemarin malam tak akan berubah. Dia tak bisa mengendalikan emosinya dan hampir saja membuka kedok.

Bagaimana bisa Kalila begitu ceroboh? Dia sudah memulai lembaran baru begitu memutuskan untuk memakai nama Nastiti. Seharusnya, ia juga bisa melakukan hal itu kemarin malam. Hanya saja, tanpa ia sadari pertahanannya tergoyahkan begitu mendengar tentang Sienna. Dan, ucapannya kemarin bisa saja mengundang kecurigaan Brian.

Katakan saja Kalila berpikir terlalu jauh. Belum tentu Brian curiga jika Nastiti adalah dirinya. Namun, usahanya untuk menenangkan diri sendiri sia-sia. Kalila tetap tak bisa mengusir ketakutan yang bersarang di benaknya.

Sekarang, Kalila hanya bisa terpekur di kamar. Rutinitasnya di pagi hari tak banyak membantu untuk mengenyahkan perasaan itu. Rasa yang bertolak belakang antara pikiran dan hatinya.

Pikiran Kalila menyerukan pemberontakan. Jelas-jelas tak ingin bertemu Brian kembali. Sebab baginya itu cara terbaik untuk mengenyahkan luka yang ia dapatkan bahkan sebelum berani melangkah maju. Rasa perih yang telanjur ada karena rahasia keluarga mereka.

Akan tetapi, hati Kalila justru menyeruakkan keinginan yang berbeda. Ia ingin bertemu Brian. Melihat wajah yang selama sepuluh tahun ini hanya bisa ia simpan dalam memori. Juga sosok yang senyumnya membuat Kalila sempat mengenal kata bernama cinta.

Cinta Dalam Hati.

Kalila tersenyum miris ketika mengenang lagu itu. Sekali pun ia mengakui pada siapa cinta dalam hatinya tertuju, semua itu tak akan mengubah keadaan. Karena perasaan itu untuk Brian, lelaki yang menghadapkannya pada fakta bahwa mereka tak bisa bersama.

Tak ingin terombang-ambing lebih jauh, Kalila lalu meraih ponselnya yang tergeletak di depan meja rias. Ia sudah memutuskan tindakan yang harus diambil. Ia mencari kontak dengan nama Panji, lalu menelepon lelaki itu.

"Assalamualaikum, Kal."

Begitu panggilan terhubung, Kalila tak membuang waktu untuk berbasa-basi.

"Wa'alaikumsalam, Nji. Aku perlu ngomong sama kamu. Tentang Brian."

***

Brian tak sabar menanti ketika opening tune acara Senandung Rindu mulai terdengar. Mengabaikan Geri dan Irman yang menatapnya prihatin, Brian duduk manis di sofa empuk berwarna merah bata milik Irman. Mendengarkan radio.

"Sekarang ada gunanya juga itu radio," celetuk Irman. Geri hanya menanggapi dengan senyum tipis.

Tiga lelaki lajang itu tengah berada di rumah Irman. Memilih menghabiskan waktu di sana alih-alih menghamburkan uang dengan datang ke restoran atau tempat nongkrong sejenis.

Namun, keasyikan obrolan yang masih tak jauh dari topik 'kapan Brian pulang?' itu terputus oleh kesadaran Brian akan jarum jam dinding yang menunjukkan angka delapan.

Bergegas, Brian menyalakan radio lama yang Irman warisi dari sang ayah, lalu mencari frekuensi radio Canetis mengudara. Senyumnya seketika merekah sewaktu seorang penyiar perempuan membuka acara.

"Selamat malam para pendengar setia Senandung Rindu. Hari ini Alicia aja, nih, yang bakal nemenin kalian. Soalnya Nastiti si tukang baper lagi berhalangan hadir. Tapi, tenang aja. Kita masih bisa berbagi cerita seperti biasa, kok. Dan, tema untuk hari ini adalah ... merelakan."

Geri dan Irman yang terpaksa ikut mendengarkan siaran radio tersebut serempak memandang Brian heran. Wajah yang tadinya bersemangat itu tiba-tiba saja berubah kecewa.

"Bri, kenapa itu muka jadi kusut gitu? Ini acara radio yang kamu maksud, kan?" tanya Irman.

Brian mengangguk. Kemarin, Senandung Rindu tak memiliki jadwal mengudara sehingga Brian seperti merasakan sepi yang tak beralasan. Dan, sekarang, Nastiti tak muncul. Hanya ada Alicia. Seharusnya itu tak jadi soal, tetapi tanpa Brian mengerti alasannya, ia merasa kecewa.

"Temanya juga kebetulan pas, tuh," celetuk Geri, "merelakan. Hal yang kemungkinan besar harus kamu lakuin setelah ini, Bri."

Tak ada jawaban. Brian sengaja diam dan fokus mendengarkan lagu-lagu yang diputar oleh Alicia. Entah mengapa ia masih memikirkan kecurigaannya pada Nastiti. Sayang, ia belum sempat mencari alamat Canetis agar bisa segera datang ke sana.

"Hai, hai, gimana lagu yang barusan kuputar? Enak, kan? Yang udah pernah lihat MV-nya*) pasti tahu dong, kalau lagu ini tuh temanya tentang orang yang baru putus dan berusaha untuk saling merelakan." Alicia kembali berceloteh setelah lagu Time To Love milik T-ara yang ia sajikan baru saja berakhir.

Irman yang pada dasarnya tak begitu suka musik K-Pop hendak berkomentar, tetapi Brian buru-buru memberinya isyarat untuk diam karena Alicia kembali berbicara.

"Wah, aku belum ngomong kalau sesi curhat udah dimulai, tapi udah ada telepon masuk, nih. Oke, deh, kita langsung terima aja, ya. Selamat malam, dengan siapa, nih?"

"Selamat malam. Ini dengan Kalila."

Jantung Brian seolah berhenti berdetak sewaktu penelepon itu menyebutkan nama. Ia tahu tak hanya ada satu Kalila di dunia ini, tetapi tetap saja nama itu menimbulkan dampak yang dalam pada dirinya. Juga membuat harapannya kembali mencuat tanpa bisa dicegah.

Geri dan Irman yang menyadari arti nama tersebut pun hanya bisa terdiam. Menatap khawatir pada Brian yang kini mematung di tempat. Keheningan itu lalu terpecahkan oleh suara Alicia.

"Tunggu dulu! Kalila? Apa jangan-jangan kamu Kalila cinta pertamanya Brian? Penelepon tempo hari?" tebak Alicia penasaran. Tak mengetahui jika tiga lelaki lajang yang kini mendengar siarannya juga menanti jawaban si penelepon dengan hati berdebar.

"Ya. Aku Kalila teman SMA Brian."

Jawaban yang akhirnya terucap itu membuat hati Brian dialiri kelegaan yang luar biasa. Seolah ada hujan yang meluruhkan semua kegamangan hatinya selama ini.

"Wow, benar-benar sebuah kejutan," Alicia berdecak kagum, "aku nggak nyangka Senandung Rindu bisa mempertemukan kalian lagi. Omong-omong, Kalila ada di mana sekarang?"

Tak ada jawaban. Padahal Brian ingin sekali mengetahui keberadaan gadis yang sudah membuatnya merindu selama bertahun-tahun itu.

"Bisakah aku langsung pada tema saja?" tanya Kalila akhirnya, mengindikasikan keengganan untuk berbagi informasi mengenai tempat tinggalnya. Suaranya juga mengingatkan Brian pada suara milik Nastiti.

"Ehm, oke. Boleh deh," putus Alicia sedikit kecewa. "Jadi, apa yang mau kamu ceritakan?"

Tubuh Brian sama sekali tak bisa rileks. Dia tak kuasa menahan rindu yang menggunung di hati. Sepuluh tahun rasanya sudah terlalu lama.

"Bri, aku harap saat ini kamu juga mendengarnya." Kalila memberi jeda sejenak sebelum kembali bersuara. "Maaf karena dulu aku memilih menyakiti, tapi makasih karena kamu masih setia mencari. Sekarang, kamu bisa berhenti. Sudah waktunya kita memilih jalan masing-masing. Mencari bahagia dari orang lain."

"Nggak," seru Brian meski ia tahu Kalila tidak bisa mendengarnya. "Aku nggak mau berhenti."

Brian bahkan baru saja menikmati kembali suara Kalila saat memanggil namanya, tetapi gadis itu justru meminta hal yang tak mungkin ia lakukan.

"Ini saatnya kamu untuk merelakan kisah kita yang bahkan belum dimulai, Bri."

Merelakan. Brian mendadak benci dengan kata itu. Apa hak Kalila memintanya begitu? Bahkan meski gadis itu menolak perasaan Brian, ia tetap tidak punya kuasa melarang Brian untuk terus mencintainya. Ia akan tetap setia meski Nastiti sekali pun menganggapnya lelaki egois.

Mendadak Brian tertegun. Menyadari satu hal yang selama ini tak cukup ia yakini.

Sikap Nastiti yang tak suka pada kisah Brian yang melibatkan Sienna, panggilan 'Bri' yang terasa familiar, Nastiti yang hari ini absen siaran dan Kalila yang tiba-tiba menelepon ke radio untuk memintanya merelakan kisah mereka.

Kalila Putri Nastiti.

Brian mendadak teringat nama lengkap Kalila. Baik Kalila maupun Nastiti adalah nama orang yang sama. Brian yakin sekarang tentang kecurigaannya, bahwa Nastiti adalah Kalila.

Brian tak lagi mendengar kelanjutan ucapan Kalila di radio. Bahkan, saat lagu Hapus Aku milik Nidji mengakhiri pembicaraan antara Alicia dan Kalila, Brian tak peduli. Karena dia tidak akan mengakhiri atau menghapus apa pun tentang Kalila di hidupnya. Justru dia akan memastikan semua kecurigaannya dan membawa Kalila kembali.

"Aku harus cari Kalila," ujar Brian seraya beranjak dari tempatnya. Namun, sebelum Geri dan Irman sempat mencegah, sebuah pesan masuk di ponselnya menahan langkah Brian.

Ia membaca sekilas pesan dari Sienna tersebut, lalu wajahnya berubah pucat. Buru-buru dihubunginya nomor Sienna. Tak peduli meski beberapa hari ini ia justru menghindari gadis itu.

"Di mana Mama sekarang?" tanya Brian panik. Setelah mendapat jawaban, ia memutuskan panggilan dan meraup kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja, lalu pergi dengan terburu-buru.

"Bri, mau ke mana?" tanya Irman, tak kalah bingung.

"Mamaku masuk rumah sakit. Aku harus ke sana."

Sejenak, Brian lupa dengan niat awalnya. Perjalanan menuju rumah sakit pun hanya dipenuhi wajah Farah dan perasaan bersalah yang dalam.

***
*) MV : music video / video klip

***
Sorry ya kemarin kelupaan ga update, tapi boleh lah tinggalkan jejak di sini 😁

Btw, aku udah mulai kerja lagi, nih. Doain lancar selalu, ya, Guys.

Salam Baca 😉
Suki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro