Tiga Belas : Perpisahan Tanpa Ucapan Selamat Tinggal
BIAR sunyi berkawan senyap
Namun, cinta di hati tak akan pernah lenyap
***
Kalila pergi. Lebih tepatnya, gadis itu pindah.
Brian seperti dikejutkan oleh petir di siang bolong sewaktu Bu Indah mengumumkan hal tersebut sewaktu jam pelajaran beliau. Kabar itu terlalu mengejutkan. Kalila memang sudah dua hari tidak masuk sekolah tanpa kabar. Brian, Panji dan Winda sudah mencoba menghubungi dan mendatangi rumah gadis itu, tetapi hasilnya nihil. Tidak ada yang tahu keberadaan Kalila sampai akhirnya berita dari Bu Indah tadi sedikit menjawab kebingungan mereka.
Berbekal informasi tersebut, Brian bergegas mendatangi kelas Panji begitu bel istirahat berbunyi. Di belakangnya, Winda mengekor. Mereka berniat membicarakan hal tersebut bersama-sama.
"Ke mana Kalila pindah, Nji? Nggak mungkin kamu nggak tahu soal ini, kan?" Brian sama sekali tak ingin berbasa-basi. Kedatangannya bertepatan dengan Panji yang hendak keluar kelas. Ia menarik kerah baju pemuda bertubuh tinggi besar itu penuh emosi. Tak peduli meski postur tubuhnya lebih kecil dan Panji bisa saja balas menghajarnya.
Seraya menyingkirkan tangan Brian dari lehernya, Panji balas menatap pemuda itu serius.
"Justru aku yang harusnya nanya. Apa yang kamu lakuin sampai dia pergi gitu aja, tanpa pamitan sama siapa pun," balas Panji tak kalah emosi.
Sempat menjadi perhatian beberapa siswa lain, Winda segera melerai kedua pemuda itu. Namun, ia turut menatap Panji tak percaya. Merasa mustahil jika pemuda itu saja bahkan tak tahu tentang kepindahan Kalila.
"Jadi, kamu juga nggak tahu di mana Kalila sekarang?" tanya Winda.
Panji menggeleng. Emosinya mulai mereda sehingga ia bisa mulai bercerita tanpa perlu saling ancam dengan Brian.
"Pagi ini aku datang lagi ke rumahnya, tapi masih nggak ada orang di sana. Aku udah coba tanya sama tetangga deket rumahnya. Nggak ada yang tahu ke mana mereka pergi," terang Panji. Ia lalu menambahkan. "Aku juga sempat tanya ke Bu Indah. Beliau bilang seorang laki-laki paruh baya yang mengaku sebagai omnya yang mengurus kepindahan Kalila sejak semingguan yang lalu."
"Om? Bukannya Kalila nggak punya kerabat lagi, ya?" Winda ikut penasaran.
"Setahuku juga gitu, Win. Masalahnya, Kalila bahkan nggak ngasih tahu kita sama sekali tentang itu," balas Panji.
"Apa jangan-jangan lelaki itu ayah kandung Kalila?" tebak Winda. Dugaannya mengarah ke sana karena teringat alasan kemarahan Kalila pada Brian.
"Bisa jadi," timpal Panji, "tapi kalau betul begitu, jujur aku kecewa karena dia pergi gitu aja. Tanpa pamit sama kita atau seenggaknya ngasih tahu fakta itu."
Panji bukannya marah. Ia hanya kecewa karena tindakan Kalila yang pergi begitu saja seolah menjadikannya bukan seorang sahabat. Padahal, ia pasti akan turut berbahagia jika Kalila benar-benar bertemu dengan orangtua kandungnya.
"Ini semua salahku," Brian tertegun setelah mendengar cerita Panji, "dia bahkan janji datang menemuiku sore itu. Aku berniat minta maaf dan ngejelasin semua kesalahpahaman di antara kami, tapi dia nggak pernah datang. Dia pasti masih sangat marah sama aku."
Panji dan Winda terdiam. Tindakan Sienna tempo hari memang bukan tindakan terpuji. Meski mereka tidak tahu pasti keterlibatan Brian, kedua sahabat itu sudah cukup melihat keseriusan Brian untuk meminta maaf. Hanya saja, Kalila seolah tak pernah ingin memberi pemuda itu kesempatan. Dan, ketika akhirnya bersedia, kesempatan itu justru berakhir dengan Kalila pergi begitu saja dari mereka semua.
Gadis itu seperti mengisyaratkan jika ia marah pada semua orang dan ingin pergi memulai hidup baru tanpa mereka.
Meninggalkan Panji dan Winda yang kini menatapnya prihatin, Brian berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata apa pun. Kakinya terasa berat, tetapi ia memaksakan diri untuk tetap berjalan. Perasaannya pun seketika hampa. Dan, di tengah kekecewaan yang merundung, Brian menyadari satu hal. Hatinya baru saja patah karena Kalila.
***
"Tinggallah bersama Sienna," perintah Dennis sewaktu berkunjung ke rumah Farah di suatu pagi. Ia menyempatkan diri ke sana sebelum kembali lagi ke ibukota. "Kali ini aku nggak menerima alasan. Aku nggak mau Brian dan Sienna saling menjauh dan kejadian seperti Kalila terulang lagi."
Farah tak bersuara. Sudah satu bulan sejak kepergian Kalila dari kota ini. Sudah satu bulan juga Brian masih dirundung patah hati. Perintah Dennis sebenarnya bukan hal yang ia inginkan, juga tak akan sesuai dengan keinginan Brian. Namun, Farah tahu betul konsekuensinya jika menolak. Dennis yang saat ini memegang penuh atas kendali perusahaan Atma Wijaya bisa saja membuat hidupnya dan Brian terlunta-lunta. Farah jelas tidak menginginkan hal itu. Ia mau Brian bahagia, tercukupi secara finansial agar bisa berhasil di masa depan.
"Bagaimana kalau Brian nggak mau, Mas?"
"Harus mau. Nggak peduli bagaimanapun caranya. Kalau perlu aku akan jual rumah ini. Aku nggak peduli dengan kenangannya akan rumah ini kalau dia nggak nurut sama aku lagi."
Seketika wajah Farah memucat. Ia tidak berharap terpisah dari rumah peninggalan orangtuanya dengan cara seperti itu. Apalagi Dennis tidak pernah main-main dengan ucapannya.
"Jangan, Mas. Rumah ini berarti banyak buat kami. Aku pasti akan bujuk Brian."
"Bagus. Dan, pastiin juga dia nggak terus menerus mengingat gadis bernama Kalila itu. Aku udah nyingkirin gadis itu, jadi mau nggak mau Sienna-lah yang akan bersamanya."
Reaksi Farah mengingatkan Dennis pada Halimah sewaktu ia datang mengunjungi perempuan penjual kue itu. Terbata-bata Halimah menjawab setiap pertanyaannya. Dan, puncak dari kesenangan Dennis adalah saat Halimah mematung mendengar Dennis menyebut keluarga Atma Wijaya. Hanya dengan sedikit ancaman halus, perempuan itu pasrah menerima berkas-berkas kepindahan Kalila dari sekolah yang telah Dennis urus. Lalu, dengan patuh Halimah berjanji untuk mengajak Kalila pergi dari lingkup kehidupan Atma Wijaya, terutama Brian.
Farah mengangguk pelan. Brian jelas tak akan suka dengan keputusan itu, tapi dia juga tak berhak memilih. Ia dan Brian hanya perlu mengikuti semua perintah Dennis. Mereka harus melakukannya dengan terpaksa, lagi.
"Aku akan mengurusnya, Mas."
"Ya sudah. Kalau begitu aku pergi dulu," pamit Dennis seraya bangkit dari duduknya dan beranjak pergi.
Farah mengantar kepergian Dennis hingga pintu depan. Namun, hingga mobil yang membawa Dennis menghilang dari pandangan, pikirannya masih dipenuhi kekalutan akan apa yang harus dilakukannya pada Brian.
Sienna menyukai Brian sebagai lelaki, tetapi tidak sebaliknya. Bagi Brian, gadis itu tetaplah seorang sepupu semata. Farah tahu betul akan hal itu meski tak pernah mengungkapkannya. Ia juga menyayangi mereka berdua tanpa terkecuali. Baginya, Sienna sama berharganya meski Farah membenci Dennis.
Sebagai orangtua, baik Dennis maupun Farah sama-sama menginginkan kebahagiaan untuk anak-anak mereka. Kakak ipar Farah tersebut tentu tak ingin putrinya terus mengalami cinta bertepuk sebelah tangan. Sementara Farah sendiri berharap Brian terbebas dari patah hatinya. Ia tak tega melihat putranya itu dirundung kesedihan lebih lama lagi. Terlebih dikarenakan oleh gadis yang belum tentu memiliki perasaan yang sama dengannya.
Meski status Sienna dan Brian adalah sepupu, kenyataannya darah yang mengalir di tubuh mereka tak sama. Karena itu, menyatukan mereka berdua dalam sebuah ikatan bukanlah ide yang buruk. Justru akan semakin menguatkan keluarga Atma Wijaya.
Farah akhirnya berjalan masuk ke rumah. Sembari menutup pintu, ia memantapkan niatnya dalam hati. Brian dan Sienna memang harus bersama. Mungkin cara yang ia dan Dennis tempuh tak sepenuhnya benar, tetapi mereka melakukannya karena satu hal.
Kebahagiaan anak-anak mereka.
***
Untuk kesekian kali, Brian duduk menunggu di taman bugenvil. Menikmati kesendirian di sana ditemani kuntum-kuntum merah muda dari bunga bugenvil yang berguguran. Juga semilir angin sore hari yang diam-diam membawa kembali kenangan kecilnya bersama Kalila.
Panji dan Winda yang mulai memahami perasaannya telah berulang kali mencoba menghibur Brian. Namun, mereka tak pernah berhasil. Pemuda itu masih terjebak perasaannya pada Kalila. Tak peduli meski gadis yang ia harapkan telah pergi tanpa meninggalkan pesan apa pun.
Tak ada hal yang menarik minat Brian setelah kepergian Kalila selain semua yang berhubungan dengan gadis itu. Bahkan, orang lain yang tak mengerti isi hatinya akan menganggap Brian berlebihan atau bahkan tak waras.
Bagaimana tidak? Brian sengaja pindah tempat duduk di samping Winda. Menempati bangku milik Kalila. Dengan begitu, ia yakin bahwa bayangan gadis itu akan selalu bersamanya. Tak pernah pergi. Selain itu, Brian akan selalu pergi ke taman bugenvil sepulang sekolah. Terkadang, Panji atau Winda menemaninya, tetapi ia lebih sering datang sendiri.
Brian akan duduk di sana selama beberapa jam sambil membaca atau mendengarkan radio. Sesekali, ia merequest lagu-lagu kesukaan Kalila. Berakting seolah gadis itu bersamanya dan tengah memejamkan mata saat mendengarkan lagu yang mulai diputar.
Dan, hari ini adalah hari terakhir Brian mengunjungi taman bugenvil. Ia sudah berjanji untuk melanjutkan kuliah di Jakarta. Sejatinya ia masih ingin tinggal di Malang, hanya saja itu satu-satunya cara agar Brian tak perlu tinggal serumah dengan Sienna. Sekaligus cara agar dia tetap bisa menyimpan kenangan Kalila bersamanya di manapun ia berada tanpa gangguan sepupunya itu.
Cinta Dalam Hati.
Lagu yang baru saja usai itu membuat Brian terdiam. Ia masih penasaran akan makna lagu itu bagi Kalila. Jika bukan Panji, lalu siapa orang yang membuat gadis pujaan hatinya itu menyimpan cinta diam-diam?
Namun, pertanyaan itu terus terngiang percuma. Tidak ada yang bisa menjawabnya karena Kalila sudah tak ada lagi bersamanya. Meninggalkan beragam tanya lain yang masih menghantui benak Brian.
Sayup-sayup terdengar lantunan lagu milik Repvblik yang berjudul Hanya Ingin Kau Tahu. Lagu yang Brian yakini menyuarakan isi hatinya pada Kalila. Karena seperti judul lagunya, Brian hanya berharap di mana pun Kalila berada sekarang, gadis itu bisa mendengarnya.
Mendengar suara hati Brian yang menggumamkan sebuah kalimat.
Kalila, aku jatuh cinta padamu.
***
Lagu Cinta Dalam Hati (Ungu), Sempurna (Andra & The Backbone) dan Hanya Ingin Kau Tahu (Repvblik) adalah beberapa lagu hits di tahun 2007-2008, setting waktu untuk masa SMA Brian dan Kalila.
Sekalinya ini A/N nya cukup berfaedah dibaca 😁
***
Salam Baca 😉
Suki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro