16. Seorang Sahabat
Ji Sung mengangguk-angguk sembari tersenyum jail. Diambilnya sepotong lagi kue buatan Ati. "Rasanya sudah lebih baik dari yang kemarin," ucapnya kemudian.
"Apa lagi yang kurang?" tanya Ati.
"Ummm ... ini terlalu manis, Ahjumma."
Ati tersenyum. "Itu tadi tidak sengaja. Ahjumma lagi ke minimarket bentar, tapi sekembali dari sana, Ahjumma kasih gula lagi. Padahal, itu sudah dikasih gula. Maklum, sudah tua."
Tawa Ji Sung langsung pecah mendengar pengakuan ibunya So Hyeon.
"Eh, Arnand ke mana? Apa dia pulang?" Ati menoleh ke arah pintu.
"Tadi sih mau ngasih makan kucing." So Hyeon berdiri dari kursi. "Bentar, Ma. So Hyeon lihat ke luar."
So Hyeon pun pergi ke luar. Lantas ia menghela napas ketika melihat Arnand masih menunggu kucing selesai makan. Sekarang malah ada dua kucing di depan pemuda itu.
"Apa Aa akan ada di sini semalaman?"
"Tidak. Aku akan masuk," jawab Arnand tanpa menoleh.
"Sekarang," tegas So Hyeon.
"Iya. Aku akan masuk."
So Hyeon mengitari Arnand hingga ia bisa melihat wajah pemuda itu. Begitu melihat mata Arnand, So Hyeon lantas terdiam. Ia bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa mata pemuda di depannya sampai basah?
"Apa yang terjadi?" tanya So Hyeon.
"Tidak ada. Masuklah. Aku akan menyusul nanti."
"Tidak. Jelaskan sekarang, A. Kenapa? Apa ada masalah?"
Arnand menghela napas. "Tidak ada masalah. Jadi, jangan pedulikan aku. Aku tidak berharap untuk dipedulikan siapa pun."
"Dari sekian banyak orang yang kutemui dalam hidupku, Aa adalah orang yang paling aneh." So Hyeon menyilangkan tangan di dada. "Aku bertanya untuk terakhir kali. Apa yang terjadi, A?"
"Sudah kubilang tidak ada."
"Lalu kenapa Aa menangis? Pasti ada alasan orang menangis, 'kan?"
Arnand berdiri karena So Hyeon bersikukuh. Diusapnya matanya yang basah. "Ini hidupku. Jadi, jangan pedulikan aku. Kamu tidak perlu melakukan hal yang sia-sia, So Hyeon. Kita cukup bersahabat saja, tapi jangan pernah mencoba untuk mengenalku lebih jauh."
Mulut So Hyeon terbuka, tapi kemudian mengatup kembali. Cahaya lampu mobil menuju halaman rumah memaksa keduanya untuk menepi. "Ayo masuk sekarang, A. Appa-ku sudah datang."
Kali ini Arnand menurut. Ia menghampiri mobil Se Hwan untuk menyapa pria itu. "Halo, Om! Wah, hasil pancingannya banyak sekali." Ikan di dalam plastik transparan yang ada di tangan Se Hwan langsung menyita perhatian Arnand.
"Iya. Nanti bawa sebagian untuk Hera, ya."
"Siap, Om!"
"So Hyeon-ah, di dalam mobil ada plastik hitam. Isinya itu peci dari teman Appa. Ambil dan bawa ke dalam. Tangan Appa bau karena memegang ikan tadi."
So Hyeon mengangguk. Ia membuka pintu mobil dan mengambil plastik hitam yang dimaksud ayahnya.
"Sini Om, saya saja yang bawa," kata Arnand hendak mengambil ikan yang dibawa Se Hwan.
"Tidak usah. Nanti tanganmu bau."
"Ah, tidak apa-apa, Om." Arnand langsung mengambil plastik berisi ikan yang ada di tangan Se Hwan. Kemudian, ia bergegas masuk ke rumah.
Melihat Arnand yang membawa ikan, Ati berdiri. "Kenapa kamu yang bawa, Nand? Itu bau, lho," ujarnya dengan tatapan langsung beralih pada sang suami.
"Bukan aku, Yeobo. Dia yang memaksa untuk membawanya," kata Se Hwan membela diri. "So Hyeon-ah, apa yang Appa katakan betul, 'kan?"
So Hyeon mengangguk.
"Iya. Aku yang memaksa untuk membawanya, Tante." Arnand menyela.
Tidak mau membuang momen, Ji Sung bergegas mengambil foto Arnand tepat saat pemuda itu tersenyum sok manis. "Ini benar-benar pose yang sangat natural," ucapnya, menirukan apa yang dikatakan Arnand tadi di toko.
"Apa sekarang kamu balas dendam?" tanya Arnand.
"Tidak. Aku hanya mengabadikan satu momen hyung-ku sendiri." Ji Sung menatap Ati. "Ahjumma, apa aku salah mengambil foto hyung-ku?"
Ati tersenyum. Mendengar Ji Sung memanggil Arnand 'hyung-ku' sungguh membuatnya terenyuh. Ia tidak menyangka kalau Arnand dan Ji Sung bisa seakrab ini dalam waktu yang singkat.
"Oh ya, di dalam plastik itu ada tiga peci. So Hyeon-ah, berikan pada Arnand dan Ji Sung. Mereka pasti kelihatan keren memakai peci itu."
So Hyeon langsung memberikan peci yang dimaksud pada Ji Sung.
Begitu menerima peci dari So Hyeon, Ji Sung pun langsung mengenakannya dengan penuh antusias. "Apa aku kelihatan tampan?" ujarnya kemudian.
"Sangat tampan," sahut Ati.
Melihat Ji Sung yang begitu percaya diri, So Hyeon tersenyum. Ia kemudian memberikan satu peci lagi untuk Arnand. Namun, Arnand tidak bisa menerimanya karena tangannya yang sudah memegang ikan. "Aku akan memasangkannya," kata So Hyeon.
Tidak peduli dengan Arnand yang terkejut, So Hyeon memasangkan peci di tangannya ke kepala Arnand. Dengan suara yang sangat pelan, ia berkata, "Aku berharap Aa akan menjadi seorang imam yang baik nantinya."
"Wah, Hyung benar-benar keren kalau memakai peci. Ayo ambil foto, Hyung." Ji Sung buru-buru berdiri di samping Arnand. Diberikannya kamera pada So Hyeon agar gadis itu memotret mereka.
Setela melihat foto yang diambil So Hyeon, Ji Sung menggeleng. "Kita berdua benar-benar keren. Lebih keren daripada idol yang ada di TV itu," ujar Ji Sung.
"Apa Ahjussi bilang? Kalian pasti keren memakai peci itu."
Arnand tersenyum lebar mendengar ucapan Se Hwan. "Oh ya, ikannya langsung kuletakkan di kulkas atau di mana, Om? Takut juga kucing nanti tiba-tiba masuk."
"Di kulkas saja, A. Tapi, ikannya harus diletakkan di baskom dulu." So Hyeon yang menjawab.
Arnand kemudian mengikuti So Hyeon ke dapur. Kemudian, diletakkannya ikan hasil tangkapan Se Hwan di baskom seperti yang dikatakan So Hyeon. "Aku letakkan ini rak paling bawah?" tanya Arnand.
"Aku aja, A." So Hyeon mengambil baskom dari tangan Arnand. Dibukanya pintu kulkas untuk memasukkan ikan itu ke sana. Saat merapikan rak kulkas paling bawah, ia berkata, "Aku masih penasaran kenapa Aa menangis tadi."
"Aku lebih penasaran kenapa sikapmu berubah sedrastis ini. Beberapa hari yang lalu, kamu sama sekali tidak mau bicara padaku. Bahkan, menatapku saja sepertinya kamu muak. Tapi sekarang, kamu malah ingin tahu semua tentangku." Arnand balik bertanya.
So Hyeon menghela napas. Ditutupnya pintu kulkas setelah memasukkan ikan tadi. "Kemarin, aku tidak tahu seperti apa Aa. Yang kutahu dari momen pertama kita bertemu, Aa adalah orang yang tidak bisa diajak bersahabat. Jauh berbeda dengan Ji Sung Oppa. Sekarang ...."
"Sekarang?"
"Sekarang, aku tahu Aa Arnand adalah orang yang baik. Aku tidak tahu apa, tapi aku yakin ada alasan kenapa Aa sampai mabuk dan bicara tidak jelas padaku kemarin." So Hyeon tersenyum. "Waktu itu, Aa pasti tidak tahu bagaimana cara menenangkan hati, 'kan?"
"Memangnya sekarang?"
"Apa Ji Sung Oppa belum mengajari Aa? Salat, A. Salat akan membuat hati tenang. Tempat terbaik kita mencurahkan kegundahan hati itu hanya pada Allah, bukan pada maksiat."
Arnand menatap langit-langit dapur. "Dari mana kamu tahu aku baik?"
"Karena aku melihat, A. Orang yang buruk tidak akan pernah menghitung kesalahannya sendiri dan menanyakan apakah ada kesempatan kedua."
***
Akhirnya, bisa update lagi. Semoga belum lupa dengan So Hyeon, Arnand, dan Ji Sung, ya. Cerita akan mereka akan terus berlanjut dan semakin seru. Tunggu update-nya, ya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro