Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02. Gadis yang Berbeda

Im So Hyeon. Wajah yang sama, tapi gadis yang berbeda.

Kenapa takdir harus sekejam ini? Niat Arnand untuk melupakan Lyra dengan pergi ke Korea, malah membuatnya bertemu dengan gadis yang mirip. Jika seperti ini, bagaimana bisa ia melupakan Lyra? Oh, mungkin ini yang disebut dengan nasib sial.

"Arnand!" panggil Tante Hera sembari mengetuk pintu. "Shalat Subuh dulu, Nand."

Arnand menoleh ke pintu, tapi ia urung untuk menjawab. Ditariknya selimut hingga menutupi wajah. Meski tidak bisa tidur, tapi ia tetap enggan untuk beranjak dan melaksanakan shalat Subuh.

Selang beberapa menit kemudian, ia mendengar langkah kaki menjauh dari kamar. Diembuskannya napas lega karena akhirnya Tante Hera menyerah untuk memanggilnya.

Kembali ia memikirkan apa yang terjadi. Dan, nama Im So Hyeon terus terngiang di telinganya. Hingga matahari kian meninggi, Arnand tetap betah di atas tempat tidur.

"Arnand, apa kamu akan tidur seharian?"

Suara Om Heru mengejutkan Arnand hingga membuatnya tersentak dan langsung bangun. Ia lantas melompat dari tempat tidur untuk membukakan pintu. "Aku sudah bangun dari tadi pagi, Om," ucapnya.

Om Heru menggeleng. "Kalau kamu sudah bangun dari tadi pagi, kenapa tidak menjawab panggilan tantemu? Apa kamu mau Allah membuat telingamu tuli selamanya? Sudah diberikan indra pendengaran yang bagus, seharusnya digunakan dengan baik. Nikmat Allah itu bisa saja diambil-Nya kalau kamu tidak mempergunakannya untuk kebaikan."

Arnand menunduk, menyembunyikan kesal di wajah. Pagi-pagi diceramahi seperti ini, sungguh merusak pagi. Ia datang ke Korea untuk menjernihkan pikirannya, bukan untuk mendengar kalimat-kalimat yang membuat beban pikirannya bertambah.

"Arnand, apa kamu tidak pernah ingin membuat penilaian orang-orang terhadapmu berubah?"

Arnand menghela napas. "Kapan Om berhenti? Ini hidupku, jadi aku yang akan mengurusnya. Kalau Om tidak suka aku di sini, maka aku akan pergi."

Sebuah senyuman tersungging di bibir Om Heru. "Ini yang ingin Om lihat darimu, Arnand. Sejauh apa kamu bisa melangkah, Om ingin lihat. Karena itu, Om meminta ibumu untuk mengirimmu ke sini. Om ingin tahu seperti apa kamu sampai ibumu jatuh sakit."

Setelah mengatakan itu, Om Heru berbalik. Sementara itu, Arnand membanting pintu, lalu kembali berbaring di tempat tidur. Tidak ia pedulikan apa yang baru saja dikatakan Om Heru. Yang ada di pikirannya sekarang hanya gadis bernama Im So Hyeon.

Ketika masih asyik dengan lamunannya, ponsel di atas nakas berdering. Dengan sigap, Arnand meraih ponsel itu.

"Woi! Kamu di mana?" ujar Arnand setelah menggeser tombol hijau.

"Aku di Gangnam. Kamu sendiri di mana?"

"Ini lagi di tempat tidur."

"Oon! Aku serius, Nand. Kamu di mana? Aku akan ke sana."

"Kamu yang lebih oon! Aku baru pertama kali ke sini, ingat? Aku sama sekali enggak tahu di mana ini, soalnya belum sempat tanya sama Tante Hera. Didik, kita keliling Korea, yuk."

"Hmm .... Kamu kirim lokasimu saja sekarang. Masalah keliling Korea, itu masalah gampang."

"Oke."

Arnand memutuskan telepon, kemudian mengirim lokasinya seperti yang diminta Didik. Beberapa detik kemudian, datang sebuah chat dari sahabatnya itu. Isinya kalau Didik akan segera tiba dalam dua jam.

Tidak mau membuang waktu, Arnand bergegas mandi. Ia sudah tidak sabar untuk keluar dari rumah Tante Hera. Berada di rumah seperti ini membuatnya merasa seperti sedang dikurung hingga ia tidak bisa bernapas lega.

"Kamu mau ke mana, Nand?" tanya Tante Hera ketika melihat Arnand hendak pergi dengan pakaian rapi.

"Aku mau ketemu teman, Tante."

"Di sini kamu punya teman?" Tante Hera terkejut.

"Sebenarnya dia tidak tinggal di sini, Tante. Dia cuma berlibur beberapa hari."

"Laki-laki atau perempuan."

"Laki-laki."

Tante Hera mengangguk. "Baiklah. Tapi, pulangnya jangan lama-lama, ya. Nanti ommu khawatir."

Arnand mengangguk meski sebenarnya hatinya berkata, "Bagaimana mungkin Om Heru khawatir? Mustahil. Memangnya dia peduli padaku?"

"Aku pergi dulu Tante," ucapnya sembari melangkah. Namun, ketika ia membuka pintu, udara dingin langsung menampar wajahnya. Lantas ia berlari ke kamar untuk mengambil jaket. Tidak ia hiraukan Tante Hera yang tersenyum memperhatikan.

Musim gugur telah dimulai sejak satu minggu yang lalu, membuat kelopak bunga sakura di samping pintu pagar mulai berjatuhan. Arnand tersenyum, menikmati keindahannya. Perlahan, ia mendekat. Ditangkapnya sehelai kelopak Sakura yang melayang di depannya.

Saat melihat kelopak bunga berwarna merah muda itu, kembali ia teringat dengan gadis bernama Im So Hyeon. Kulit putih yang merona, sungguh mudah untuk mengingatnya. Terlebih lagi, kulitnya sama dengan Lyra.

Arnand menggelengkan kepala. Ia tidak boleh seperti ini, Ia harus melupakan Lyra dan juga gadis bernama Im So Hyeon itu. Jika tidak, luka di hatinya akan bertambah lebar.

Sebuah chat dari Didik kembali masuk. Kali ini Didik mengatakan ia akan sampai setengah jam lagi. Berarti, masih ada waktu untuk berjalan-jalan sebentar.

Di tengah udara yang cukup dingin, Arnand melangkahkan kaki. Diamatinya setiap rumah yang dilewati. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan rumah-rumah di Jakarta. Hanya saja, rumah yang dilewatinya terlihat sangat menyejukkan. Setiap halaman setidaknya ditanami sebuah pohon. Tidak sedikit juga yang menanami halaman dengan bunga dan pohon-pohon hias. Bahkan, balkon di lantai dua beberapa rumah pun dibuat hijau oleh tanaman di dalam pot.

Arnand berhenti di depan sebuah rumah. Rumah dua lantai dengan desain minimalis. Di halaman tumbuh satu pohon sakura seperti yang ada di rumah Om Heru. Namun, yang ini sedikit lebih tinggi karena masih terlihat meski rumah dihalangi oleh pagar beton setinggi dua meter lebih.

Di saat Arnand masih menatap pohon sakura, pintu pagar dibuka oleh seorang gadis. Lantas ia mengalihkan pandangan, terutama setelah mengetahui siapa gadis itu.

"Kenapa rumahnya harus yang itu?" gerutu Arnand sembari melangkah dengan cepat.

"Arnand! Kamu mau ke mana?"

Mendengar namanya dipanggil, Arnand berhenti dan langsung menoleh.

Ternyata Didik yang memanggil. Pria berponi itu melambaikan tangan sembari memainkan setir. "Ngapain kamu jalan kaki di udara yang dingin?"

Arnand bergegas menghampiri Didik. "Lama amat datangnya?" protesnya kemudian.

"Udah, cepat masuk. Ngapain coba kamu jalan sendirian? Udah kayak orang tolol aja."

"Ah, cepat! Atau gigimu kubuat tinggal dua."

Didik tertawa. Ia tahu Arnand hanya bergurau. Namun, sebelum suasana hati sahabatnya itu memburuk, ia buru-buru menginjak pedal gas.

Hanya berselang beberapa detik, Didik tiba-tiba menginjak rem hingga kepala Arnand tersentak ke sandaran kursi. "Nand, itu Lyra, 'kan? Ngapain dia di Korea? Apa dia sengaja mengejarmu ke sini?" tanya Didik.

Akan tetapi, sebelum Arnand menjawab, Didik sudah mematikan mesin mobil dan turun duluan. Pria itu menghampiri gadis yang dilihatnya. "Lyra, kamu ngapain di sini? Kamu mau baikan sama Arnand?" ujar Didik tanpa basa-basi.

"Lyra?" Gadis itu terlihat bingung.

"Dia bukan Lyra, Oon!" Arnand menarik tangan Didik agar kembali ke mobil.

"Dia Lyra, Nand." Didik mengempaskan tangan Arnand. "Kamu Lyra, 'kan?"

"'I'm not Lyra. My name is Im So Hyeon."

"Im So Hyeon?"

****

Apa kabar semua? Mudah-mudahan sehat dan bugar, ya.

Ketemu lagi nih dengan Arnand dan So Hyeon. Masih ada yang ngikutin ceritanya, kan?

Oh ya, karena ini adalah hari pertama bulan Ramadhan, saya mau ngucapin selamat berpuasa. Semoga kita termasuk hamba Allah yang meraih kemenangan di hari yang Fitri nanti.

Di part sebelumnya, banyak yang nebak kalau So Hyeon dan Lyra itu kembar. Mau jawab sekarang, takutnya nggak ada yang nungguin part berikutnya. Jadi, tunggu aja, ya.

***
Untuk teman-teman yang sudah vote dan komen, terima kasih banyak. Kalian penyemangatku untuk terus melanjutkan kisah ini.
***

Setelah membaca dua part Semusim di Seoul, apa yang kalian rasakan terhadap tokoh Arnand? Kesal atau simpati?

See U next part!
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarakatuh.
:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro