Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAGIAN SATU [VI]

[VI]

Hari Kamis, selepas melihat Najma menaiki bus sekolah kini dia berjalan menuju toko permen. Sudah dua tahun sebagai rutinitasnya, sekali dalam seminggu untuk menjadi sukarelawan rumah sakit. Hingga kini banyak yang mengenal sosoknya. Wanita berkerudung yang ramah yang suka sekali memberikan anak-anak permen untuk mereka yang menangis karena bertemu dengan dokter.

Dua tahun yang lalu ketika Fatma mendaftarkan diri sebagai sukarelawan rumah sakit lokal dia juga menjadi salah satu pelanggan favorit Mr. Gum. Lokasi toko permen-rumah sakit-apartemen tidak cukup jauh, bahkan terlalu mudah untuk ditempuh dengan jalan kaki untuk seorang yang hamil enam bulan seperti sekarang.

Walaupun begitu untuk turun ke jalanan Fatma harus berusaha menuruni tangga karena apartemennya berada di lantai paling atas dengan biaya sewa termurah. Pemilik apartemen tak perlu repot-repot memasang lift karena dengan memberikan hara sewa yang rendah untuk apartemen atas sudah memiliki keuntungan yang luar biasa. Kendatipun demikian hanya keluarga Basira yang mau menyewa apartemen di lantai lima.

Mendengar cerita dari sang suami ketika mendapatkan apartemen itu katanya tidak perlu menawar harganya karena terbilang terlalu cocok dengan yang diinginkan. Walaupun perbedaan dengan apartemen lamanya cukup signifikan namun ruangan-ruangan di apartemen baru itu cukup untuk hidup bertiga dan besok akan berempat. Satu ruang tamu yang dipenuhi mesin jahit, ruang tengah yang terhubung dengan dapur dan jendela yang didesain khusus diberi katrol untuk menjemur pakaian, serta dua kamar tidur.

Yang lebih beruntungnya lagi, penyewa sebelumnya telah mewariskan satu tabung penyimpan air, karena pengairan di apartemen terbilang sangat terjadwal. Jika di lantai bawah bisa memompa pukul tujuh maka bisa dihitung dengan interval waktu satu sampai dua jam setiap lantainya lalu jeda hingga hari berikutnya. Paling tidak sebelum meninggalkan apartemen Fatma telah mengisi satu tabung penuh, sebelum akhirnya menjalani aktifitas rutinnya setiap hari Kamis menjadi sukarelawan rumah sakit lokal.

Motifasi Fatma menjadi sukarelawan adalah karena tetangga di apartemen lama mengatakan bahwa apartemen yang disewa oleh Althaf dekat dengan ia menjadi sukarelawan. Setahun berpindah, seusai sholat maghrib, setelah sang suami menemani Najma mengaji, ketika makan malam Fatma dengan penuh keyakinan ingin meminta restu dari sang suami sebelum akhirnya dia meminta formulir.

"Mas," kata Fatma kepada Althaf ketika makan malam.

"Hem, kenapa?" jawab sang suami.

"Boleh tidak aku menjadi sukarelawan di rumah sakit?"

"Boleh saja, tapi apa kamu tahu bagaimana caranya?"

"Kemarim Nona Grace berkunjung ke sini, dia bercerita banyak tentang menjadi suka relawan. Dan aku sangat tertarik, mungkin jika aku menjadi sukarelawan di sana akan ditempatkan di bagian Ibu dan Anak."

"Aku tidak akan melarangnya jika kamu berjanji tidak akan tanggung jawabmu sebagai seorang istri dan dan seorang ibu." Jawaban dari sang suami membuat Fatma mengusap rambut putri kecil Najma yang tersibukkan dengan makan malamnya.

"Insya Allah aku akan berusaha melakukan semuanya dengan baik."

"Baikalah." Dilihatnya sang suami seperti memberi jeda. Bahkan terkesan seperti memperkirakan sesuatu yang mana hendak dia sampaikan. Fatma pun mencoba mengalihkan dengan memberi Althas sepotong  daging di atas piring makan suaminya itu. "Besok aku pulang terlambat, ada pesanan kue pernikahan jadi aku dan karyawan lain diminta mengambil bahan baku."

"Kira-kira sampai ke rumah pukul berapa, Mas?"

"Mas usahakan, sebelum tengah malam sudah di rumah."

"Abi mau ke mana?" sahut Najma.

Fatma tersenyum ketika melihat tangan Althaf mencolek dagu Najma. "Abi akan belikan mainan baru untuk Najma."

"Scrabble?"

"Scrabble?" Althaf mengalihkan pandangan ke Fatma. Membuat perempuan itu merasa kebingungan. Dia cukup memahami bahwa sang suami membutuhkan penjelasa lebih dalam.

"Itu loh Mas, kemarin lusa Najma bermain dengan Jordan anak Mr. Freeman di lantai dua. Permainannya seperti menyusun huruf menjadi kata di atas papan permainan. Najma ingin sekali punya permainan itu." Fatma diam sejenak karena Althaf tidak langsung menanggapi melainkan dia dan terlihat memikirkan sesuatu. "Najma,  kemarin katanya mau minta kardus buat bikin menara effle? Mungkin tempat Abi bekerja punya banyak kardus bekas, iya kan Abi?"

"Ah, iya...," Fatma akhirnya lega suaminya itu akhirnya tersenyum, "Abi akan bawakan kardus yang banyak untuk projek baru kamu, bagaimana?"

"Janji?"

"Ya janji!" sahut Althaf.

Tiba di depan toko permen, suara lonceng menyambut ketika Fatma membuka pintu, aroma karamel dan stroberi memenuhi udara. Dengan rak-rak pernuh dengan toples kaca berisi berbagai bentuk gula-gula, ada satu hal yang menarik perhatian Fatma. Wanita berkerudung menurut dugaan Fatma yang merupakan warga lokal tegah berdiri di depan meja kasir tersenyum kepada pembeli yang baru saja meyerahkan keranjang belanja. Selama ini dengan toko peremen langganannya tidak pernah melihat karyawan yang berkerudung. Bahkan Mr. Gum pernah bercerita tidak perly repot-repot menggunkan karyawan.

Tanpa banyak memilih Fatma langsung datang ke meja kasir, seperti biasa yang dia lakukan.
“Assalamualaikum,” kata Fatma sambil mengulurkan tangan. “I am Fatma, i often buy sweets here. Are you a new employee?”

“Wa-waalaikumsalam, yes!” sambil mengangguk wanita itu terlihat kaku sekali. “I am Selena. Eh... Maybe i can help you?”

“Yes, thank you. I....” Sebelum Fatma menyelesaikan kalimatnya seorang pria gemuk dengan kumis lebat sewarna dengan rambut dikepalanya yang berwarna putih perak tersisir rapi kebelakang.

“Hay, good morning Mrs. Fatma.” Pria itu mengeluarkan keranjang yang baru saja dia ambil dari meja di belakang Selena.

“Good morning Mr. Gum.” Mata Fatma terfokus pada Selena yang kebingungan mengatur posisi berdiri agar pemilik toko permen itu bisa leluasa meletakkan keranjang itu di atas meja di depannya.

“She is Selena. I recevied her work because i remembered you... well, maybe because,” jari telunjuk Mr. Gum berputar mengitari wajahnya, “you know... the viel.”

Fatma tersenyum ramah dan merasa bangga sebagai umat muslim. Dia melihat wajah Selena yang juga ikut tersenyum. Toko permen yang tidak terlalu besar ini mungkin tidak perlu memakai karyawan karena Mr. Gum dan istrinya telah membangun toko itu sejak mereka menikah dan tak satupun dari mereka untuk mencari karyawan, semua cerita itu Fatma mendengar dari mulut Mr. Gum.

Awal kedatangan Fatma ke toko permen itu mengundang pertanyaan bagi Mr. Gum, karena hari saat itu sangat panas dan Fatma masih menutup seluruh tubuhnya dengan kerudung dan jubah panjang, sedangkan banyak orang datang dengan berpakaian yang bisa dikatakan terlalu terbuka. Mr. Gum memberikan secara gratis saat itu dan memohon agar Fatma kembali lagi suatu saat nanti. Dan ketika Fatma datang untuk kedua kalinya, Mr. Gum menjamunya dengan secangkir teh dan duduk di depan toko permennya bercerita banyak hal tentang muslim terutama tentang kerudung.

"She can speaking Indonesia," kata Mr. Gum menambahkan, membuat Fatma semakin tersenyum lebar melirik ke arah Selena.

"Boleh nanti sepulang saya dari rumah sakit kita bertemu lagi? Saya ingin sekali berteman dengan Anda." Fatma tak ragu-ragu mengucapkan itu ke pada Selena.

"Yah boleh, pukul berapa?" Selena mengalihkan pandangan ke Mr. Gum.

"Toko tutup pukul tujuh," sahut Fatma.

"Sorry," kata Mr. Gum kepada Selena. Tidak lama Mr. Gum masuk ke dalam dapur pembuatan permen.

"Yah, di mana rumah Anda?" tanya Selena.

"Tidak jauh dari sini, kalau boleh silakan mampir, suami saya sedang tidak ada di rumah."

Selena mengangguk. "Baiklah, pukul tujuh."

BERSAMBUNG KE BAGIAN SATU [VII]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro