Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

The Wedding

Nadine memandang bayangan dirinya di depan cermin. Sesosok gadis cantik dengan make up minimalis dan rambut dicepol sederhana terpantul dari cermin. Tubuh mungilnya terbalut gaun indah rancangan Vera Wang. Potongan off shoulder menampilkan kulit bahunya yang mulus. Sementara leher jenjangnya dihias seuntai kalung berlian pemberian Cindy.

Disentuhnya kalung berlian yang melingkar di lehernya. Kata Cindy, ini adalah salah satu kalung koleksi keluarga yang sangat berharga. Selain karena harga kalung berlian berwarna putih ini sangat mahal, juga karena nilai historis kalung ini yang penuh kenangan. Kalung ini adalah pemberian kakek Aryan kepada istrinya, alias nenek Aryan, di ulang tahun pernikahan mereka yang keempat puluh tahun. Cindy berharap pernikahan Aryan dan Nadine kelak juga bisa harmonis dan berumur panjang seperti kakek nenek mereka.

Mendengar cerita Cindy, Nadine justru makin gelisah. Tak dipungkiri dia merasa terbebani dengan harapan keluarga besar Hill padanya. Belum lagi tekanan dari Annabelle yang membuat kehidupan Nadine beberapa minggu belakangan ini serasa terombang-ambing. Lady Barbie itu masih gencar melakukan perlawanan padanya dan Nadine sampai nyaris kehabisan energi untuk melawannya. Sejauh ini semuanya sudah berjalan di luar rencananya. Gadis itu mengharapkan minggu-minggu yang tenang sebelum menyongsong hari bahagianya menjadi istri Aryan Noah Jayden Hill. Tapi kenyataannya, Annabelle justru makin berkibar membuat opini publik sehingga orang-orang mengira dialah tunangan resmi dari putra bungsu keluarga Hill.

Nadine menghembuskan napas panjang. Kegiatan itu sudah dilakukannya ratusan kali sejak beberapa jam terakhir. Sorot matanya yang cemas bahkan tak mampu ditutupi oleh eye shadow Bobby Brown sekalipun.

Di sampingnya Sonya dan Renata menggenggam kedua tangannya erat-erat. Sementara Theo dan Jeremy duduk mengelilinginya. Nadine tersenyum tipis menatap pantulan diri keempat sahabatnya.

"Thanks guys,  elo semua mau hadir di pernikahan gue," Nadine berucap syukur.

"Tentu saja kita semua harus datang. Kita gak bakal lewatin momen bahagia elo, Nad," Renata merangkul bahu sahabatnya.

Nadine sekali lagi tersenyum tipis. Dia begitu bahagia keempat sahabatnya bisa hadir di prosesi pernikahannya ini. Dua hari lalu Aryan memberikan kejutan besar dengan menghadirkan secara spesial keempat sahabatnya di apartemen mereka.

Jangan ditanya bagaimana bahagianya Nadine. Dia sampai berjingkrak-jingkrak kegirangan dan memeluk Aryan erat-erat. Tak peduli jika pameran kemesraannya membuat eneg keempat sahabatnya. Bonusnya lagi, Aryan menyerahkan selembar debit card untuk dibelanjakan Nadine. Jadilah setelah Aryan meninggalkan apartemen, lima sekawan itu juga langsung beranjak shopping dengan modal stok duit di kartu Aryan.

"Gimana persiapan di luar, lancar nggak?" Nadine bertanya.

Oke, ini sudah ketiga kalinya Nadine bertanya persiapan di luar ruang tunggunya. Theo sahabatnya yang hari itu memakai jas formal berwarna hitam kelam dengan senang hati menjadi teropong untuknya. Kebetulan dia duduk paling dekat dengan pintu keluar. Segera Theo membuka sedikit pintu dan mengintip suasana di luar ruang tunggu. Ibu jarinya teracung memberikan kode.

"Beres, Nad! Gila, gue nggak nyangka bakal ketemu banyak orang penting di tempat ini," Theo mendesah.

"Gue beneran baru ngeh kalau keluarga Aryan itu emang top banget," Renata menyetujui.

Bagaimana tidak top jika sederet nama public figure tercatat berada di kursi undangan. Mulai dari pasangan Brad Pitt dan Angelina Jolie, si seksi Jennifer Lawrence, bahkan Bill Gates dan Pangeran Arab Saudi Al Walid bin Talal juga berkenan menghadiri prosesi pernikahan ini.

Semua tamu adalah pesohor dunia kolega akrab keluarga Hill. Sementara dari pihak Nadine hanya dihadiri oleh empat sahabatnya saja. Bukan Nadine tak ingin mengundang keluarga besarnya di Indonesia dan Jerman. Dia bahkan sudah mengirim undangan khusus disertai pemberitahuan akan mengakomodasi seluruh keperluan keluarganya di Amerika, namun tak satupun dari mereka yang menampakkan batang hidungnya.

"Elo gugup, Nad?" Sonya bertanya.

Nadine mengangguk, "Gue takut acaranya gak akan berjalan lancar. Elo tahu kan, gimana kondisi Aryan belakangan ini?"

Keempat sahabat itu diam. Mereka sudah mengetahui permasalahan berat yang harus ditanggung oleh Aryan karena 'menolak' cinta Annabelle Huntington.

Bahkan sampai detik ini masih banyak undangan yang mengira bahwa calon mempelai perempuan adalah Annabelle Huntington, meski di undangan pernikahan jelas-jelas tertulis Nadine Salsabila Wijaya.

"Miss Wijaya?" orang dari event organizer membuka pintu ruangan.

Nadine berjengit terkejut. Michelle, nama wanita yang memanggil Nadine tersenyum menenangkan.

"Jangan gugup. Aku hanya memberitahu bahwa sekarang waktunya bagimu untuk keluar."

Nadine sekali lagi menghembuskan napas panjang. Dipejamkannya mata sejenak, menata hati. Tangannya meraih flower bouquete dan bersiap keluar ruangan.

Karena tak ada orang tuanya lagi, maka Nadine secara khusus meminta Jeremy dan Theo mengiringinya menuju altar pernikahan. Dua sahabatnya setuju. Dan sekarang mereka sudah mengapit Nadine berjalan pelan menuju altar.

Suasana hening langsung menyergap saat Michelle membuka pintu menuju altar pernikahan. Pandangan mata semua undangan tertuju pada Nadine. Karena Nadine menolak memakai veil maka wajahnya terekspos bebas sekarang.

Jantung Nadine berdegup kencang. Dia bisa merasakan pandang terkejut orang-orang saat melihatnya. Terkejut bukan karena dia cantik, melainkan karena mempelai wanita yang berjalan menuju altar bukanlah sosok fenomenal Annabelle Huntington. Melainkan sosok gadis sederhana bernama Nadine Salsabila Wijaya.

Theo dan Jeremy menggenggam tangannya erat-erat, menyalurkan support mereka untuknya. Nadine tersenyum tipis. Dia senang menyadari bahwa masih ada orang yang menganggap ada dan pantas bersanding dengan Aryan di altar.

Suara musik pengiring pengantin membahana. Beberapa meter di depan, sosok Aryan berdiri gagah di depan pendeta. Wajah tampannya tersenyum, membuat hati Nadine serasa meleleh.

Jarak mereka kian dekat. Tujuh meter... Lima meter... Tiga meter... Satu meter.... Dan lengan Jeremy terulur menyerahkan tangan Nadine yang langsung digenggam Aryan erat-erat.

Nadine terpesona. Dia sungguh terpaku melihat sepasang mata cokelat yang menatapnya penuh cinta, bibir tipis yang menyunggingkan senyum manis hanya untuknya, dan tangan hangat yang menggenggamnya erat-erat.

"Ehem..." pendeta berdehem memutus kontak romantis di antara mereka berdua. Nadine tersipu malu. Aryan nyengir senang.

"Baiklah, bisa kita mulai acaranya?" pendeta bertanya.

"Ya," Aryan menjawab cepat.

Pendeta membuka kitabnya. Mulutnya mulai bersuara, "Dengan...."

BRAAAKKKK....

Semua orang langsung menoleh ke asal suara. Pendeta mengangkat alisnya penuh tanda tanya. Aryan mengertakkan gigi menahan amarah. Sementara wajah Nadine langsung pucat pasi.

Di ambang pintu berdiri Annabelle Huntington. Mengenakan gaun pengantin super mewah dengan taburan kristal swarosky. Tangannya menggenggam flower bouquete berisi rangkaian mawar semerah darah. Di sampingnya berdiri Daniel Huntington, sang ayah, menggenggam erat tangan putri kesayangannya.

"Pengantinnya tertukar," Annabelle cekikikan keras.

Semua mata bergantian memandangi Annabelle dan Nadine yang sama-sama mengenakan gaun pernikahan. Bisik-bisik mulai terdengar. Daniel Huntington melangkah mendekati altar dengan membawa putrinya. Sesampai di depan pendeta, Daniel dengan kasar melepaskan genggaman Aryan pada Nadine dan mendorong Nadine mundur.

"Sir, apa yang anda lakukan?" Aryan mendesis marah.

"Tempat ini seharusnya diisi putriku. Siapa gadis lancang ini yang tak tahu malu mencuri pengantin pria di depan altar pernikahan?"

Bisik-bisik makin keras terdengar. Wajah Aryan mulai memerah. Nadine makin memucat. Cindy bergegas mendekati mereka. Tapi sebelum wanita itu berhasil mencapai altar pernikahan, Annabelle sudah mengeluarkan bom atomnya yang mengguncang seisi gedung.

"Aku harus menikah denganmu, Aryan. Kamu tak mungkin kan, membiarkan anakmu terlahir tanpa ayah?"

"Apa?!"

"Ya, aku hamil, Aryan. Itu yang akan kukatakan padamu di pertemuan kita di restoran waktu itu. Tapi kamu malah membawa gadis cilik ini dan menyakiti hatiku sebegitu rupa."

"Ya Tuhan, apa yang kamu bilang, Annabelle? Jangan konyol. Kita tidak..."

"Ya, kita pernah melakukannya. Dan sekarang aku hamil anakmu."

Bagai petir di siang bolong, Nadine pucat pasi mendengar penuturan Annabelle. Tubuhnya bergetar hebat. Sonya dan Renata buru-buru memeluk sahabatnya. Sementara Jeremy dan Theo menghalangi Aryan yang berusaha meraih Nadine.

"No, Nadine, kamu harus dengar penjelasanku..."

Nadine tak merasakan air yang mengaliri pipi mulusnya. Dia tak menyadari maskara yang luntur mencoreng muka cantiknya. Tanpa sepatah katapun, Nadine beranjak pergi dari ruangan itu. Tak dipedulikannya teriakan Aryan yang memanggil-manggil namanya.

Nadine hampa. Jiwanya mendadak kosong. Dia terus berlari dan berlari. Tak ada isak tangis yang keluar. Hanya deraian air mata yang makin deras mengalir dari kedua bola matanya.

*****

Feel-nya dapet gak sih? Semoga readers bisa merasakan kesedihan Nadine yaa... Ditunggu voment-nya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro