Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra Part "Nihon de no Haru"

"Pak, Bu, maaf cokelatnya dikembalikan oleh tamu penthouse," room boy menyerahkan kembali kotak cokelat berukuran super jumbo di atas meja.

"Tamu di penthouse juga menitip pesan agar anda semua tidak mengganggunya lagi," room boy tidak tega mengatakan bagian Nadine akan membantai mereka semua besok jika masih nekat mengganggunya.

Tawa menggelegar pecah dari kerumunan orang di kamar hotel ini. Room boy pucat pasi. Dia mendadak ketakutan. Benar-benar menakutkan hubungan antara tamu di penthouse dengan tamu di kamar hotel lantai lima ini.

"Ya sudah, kamu boleh pergi," seseorang di kerumunan memberikan beberapa lembar seratus ribuan ke tangan room boy. Mata room boy berbinar-binar. Mimpi apa dia semalam hingga dapat rejeki nomplok seperti sekarang. Sudah dari tadi dia bolak-balik dari kamar hotel di lantai lima ini menuju ke penthouse di puncak gedung membawakan beraneka hadiah untuk pasangan pengantin di sana. Mulai dari wine, kue-kue yang lezat, dan yang terakhir cokelat. Dan dia menerima tip hampir menyentuh nominal dua juta rupiah dari penghuni dua kamar hotel itu.

"Terima kasih, Pak, Bu," room boy undur diri dari kamar hotel. Senyum lebar terus tersungging dari bibirnya.

Sepeninggal si room boy ledakan tawa kembali terdengar dari kamar hotel di lantai lima ini. Ya, di kamar ini sekarang tengah berkumpul keluarga Aryan dan sahabat-sahabat Nadine.

Ada Cindy, Carson, dan Dante lengkap dengan pasangan mereka masing-masing. Juga ada Sonya, Jeremy, Theo, dan Renata. Mereka sengaja berkumpul di sini untuk menjahili malam pengantin Aryan dan Nadine.

Yup, pagi tadi dua insan yang jatuh cinta itu berhasil melangsungkan pernikahan dengan sukses. Dilanjutkan dengan resepsi yang hanya dihadiri segelintir orang, tak lebih dari lima puluh tamu undangan. Berbeda dengan konsep pernikahan pertama rancangan Cindy yang serba mewah dan megah, dan berakhir dengan kegagalan pernikahan yang tragis, Aryan dan Nadine akhirnya memutuskan menyelenggarakan sebuah pernikahan yang sangat sederhana dan private di Bali. Hanya dihadiri oleh keluarga Aryan, keempat sahabat Nadine beserta orang tua masing-masing, dan orang-orang terdekat Aryan di kantor. Tak ada media yang meliput. Tak ada tamu VIP yang hadir. Semua undangan adalah orang-orang terdekat kedua mempelai.

Dan pernikahan Aryan-Nadine kali ini dipersiapkan sepenuhnya oleh keempat sahabat Nadine. Dengan pembagian tugas Sonya-Jeremy mengurus persiapan di Bali, sementara Renata-Theo mempersiapkan pengantin di Jakarta. Acaranya sukses tanpa halangan apapun. Pemberkatan pernikahan dilaksanakan tepat pukul sembilan pagi dilanjutkan resepsi bergaya standing party yang intim.

"Benar-benar adikku satu itu," Cindy berdecak heran, "Baru kali ini dia berkelakuan seperti itu. Benar-benar posesif pada seorang wanita."

Mereka semua tertawa mendengar komentar Cindy. Carson dan Dante melirik arloji di pergelangan tangan dan menggamit pasangan masing-masing.

"Pulang, yuk? Sudah larut malam."

"Eh, kalian mau langsung pulang?" Renata bertanya heran, "Sudah tengah malam, loh. Memang sudah dapat tiket pesawat?"

Renata pantas bertanya seperti itu karena dia tahu keluarga Hill tidak menyewa satupun kamar hotel di Bali. Setahu Renata mereka juga tidak memiliki rumah tinggal atau villa yang bisa ditinggali selama di Pulau Dewata ini.

"Kami pulang dengan jet," Dante menjelaskan.

Renata ber-oo panjang. Keluarga Hill lalu berpamitan meninggalkan empat orang itu di kamar hotel. Renata menguap lebar. Theo bergegas menggandeng tangan kekasihnya.

"Kita juga balik ke kamar dulu, ya? Ngantuk banget, nih." Renata berpamitan.

Tinggallah Jeremy dan Sonya berdua di dalam kamar. Jeremy menganggukkan kepala pada Sonya, mengisyaratkan bahwa lelaki itu juga akan kembali ke kamarnya sendiri.

"Malam, Sonya. Gue balik ke kamar dulu, ya?"

Sonya mengangguk. Matanya tak lepas dari menatap punggung Jeremy. Dia menghembuskan napas panjang saat sosok Jeremy akhirnya benar-benar menghilang di balik pintu.

Brukkk...

Sonya menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar hotel. Badannya sudah remuk redam karena capek mengurus pernikahan seharian ini tapi otaknya sama sekali tak ingin diajak beristirahat. Kesal karena tak kunjung mengantuk, Sonya menyambar tas selempangnya dan pergi keluar kamar.

Sonya berjalan pelan tak tentu arah. Tahu-tahu dia sudah sampai di sebuah taman indah. Sonya celingak-celinguk. Bingung juga dia mendapati dirinya berada di tempat yang asing.

"Gue kenapa bisa nyampe sini?" Sonya garuk-garuk kepala bingung.

Tapi kebingungan Sonya sekejap berganti dengan kekaguman. Pasalnya dia sekarang berada tepat di tengah taman yang sangat indah. Kanan dan kirinya dipenuhi tumbuhan pakis yang lebat, juga beberapa pohon rindang. Sonya mengamati seksama dan menyadari jika dedaunan dari pohon-pohon itu membentuk sebuah kanopi yang mengapit jalan setapak kecil tempat dia berdiri sekarang. Seolah Sonya tengah berada di tengah terowongan pepohonan yang sangat rimbun.

Hidungnya mencium aroma segar pucuk pohon yang berpadu harmonis dengan kesegaran cuaca dini hari. Samar-samar telinganya menangkap suara gemericik air. Perlahan kaki jenjang Sonya melangkah mendekati sumber suara dan seketika dia terpukau.

Di depannya ada sebuah kolam kecil dengan pancuran dari bambu. Kolam yang bisa digunakan untuk berenang itu berbentuk lingkaran. Lampu-lampu taman bersinar redup membuat kesan romantis terasa sangat kuat tercipta di sekeliling kolam. Tumbuhan semak yang terpangkas rapi membentuk barikade tanaman seolah-olah melindungi kolam itu dari pandangan orang.

Sonya mendekat ke arah kolam. Dia melepas alas kaki dan duduk di tepian kolam. Kakinya masuk ke air yang dingin dan bermain-main sejenak di sana. Tak lama Nadine sudah berbaring di tepi kolam dengan kaki yang masih berada dalam air. Matanya menatap langit dini hari. Sonya mendengus sebal. Langit hitam kelam tanpa taburan bintang. Hanya sepotong bulan sabit bertengger nyaman d sana.

"Bahkan langit juga pelit kasih gue kebahagiaan," Sonya menggerutu.

"Elo berani nyela langit?"

Sonya menoleh cepat. Matanya terbelalak melihat sosok yang berdiri menjulang di sebelahnya. Sonya menggetok kepalanya pelan. Saking khusuknya dia melihat langit, atau memang lelaki di sebelahnya ini beneran keturunan kucing hingga suara langkah kakinya tak kedengaran sama sekali.

Jeremy duduk di sebelah Sonya. Gadis itu menatapnya dalam-dalam. Dia masih berbaring di pinggir kolam tanpa mau repot-repot bangun. Jeremy menyingsingkan celana jeans-nya dan ikut mencelupkan kaki ke dalam kolam.

"Elo nggak tidur?" Jeremy bertanya.

Sonya menggeleng, "Belum ngantuk."

"Masih mikirin gue?"

Sonya diam tak menjawab pertanyaan Jeremy. Dia mengalihkan pandangan ke langit malam. Kelamnya langit sepertinya lebih menarik perhatian Sonya daripada kehadiran Jeremy di sisinya.

"Lusa gue berangkat ke Jepang."

Sonya masih diam. Meski matanya lekat menatap langit tapi sebenarnya pandangannya menerawang tak fokus ke depan. Ucapan Jeremy barusan mengagetkan gendang telinganya. Sonya pura-pura cuek meski satu sudut hatinya mulai merasa galau.

"Gue diterima beasiswa, Sonya. Ya emang harus mengulang satu tahun lagi tapi gue rela selama bisa kuliah di tempat itu," kentara nada bangga dalam suara Jeremy.

Sonya manggut-manggut. Dia memaksakan seulas senyum untuk Jeremy. Lelaki itu mengernyitkan dahi heran.

"Elo nggak sedih gue pergi ke Jepang? Jepang, Sonya, beda negara gitu, loh," Jeremy mengoceh.

Sonya mengedikkan bahu, "Pasti sedih lah, gue, tapi kesempatan sekolah di sana gak datang dua kali, Jer. Gue bangga punya mahasiswa cerdas kayak elo."

Jeremy mengikuti jejak Sonya. Diam seribu bahasa. Dia tak menyangka reaksi Sonya malah seperti ini. Benar-benar terlihat seperti dosen yang sedang dicurhati mahasiswanya. Mendadak hati Jeremy serasa dicubit.

"Apa gue udah terlambat?" Jeremy bertanya dalam hati.

Sonya bangkit dari tidurnya. Dia menepuk-nepuk celana menghilangkan kotoran. Gadis itu mengulurkan tangan ke Jeremy.

"Pulang, yuk? Udah hampir pagi. Gue ngantuk banget sekarang."

"Oh, jadi kehadiran gue bisa bikin elo ngantuk, Son?"

"Emangnya elo obat tidur gue?"

"Hahaha... gue rela jadi obat tidur elo, Sonya."

Sonya membeku. Jeremy juga terdiam. Mereka saling bertatapan lama. Masing-masing sibuk dengan degup jantungnya yang bertalu-talu. Sampai akhirnya keheningan itu dipecahkan oleh suara Sonya.

"Udahan, ah, pulang aja, yuk? Gue udah kangen kasur, nih." Sonya berjalan meninggalkan Jeremy lebih dulu.

"Elo cuma bisa becandain gue, Jer. Dan gue nggak suka itu. Gue bener-bener berharap ucapan elo tadi adalah rayuan buat gue." Sonya berteriak dalam hati.

Sementara di belakang Sonya, Jeremy juga sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Sepertinya gue emang udah telat. Baru sekarang gue nyesel kenapa gak dari dulu gue gini ke dia." Jeremy membatin dalam hati.

Sepasang anak manusia itu berjalan berurutan keluar dari taman tanpa saling bicara lagi. Hingga mereka tiba kembali di hotel dan menghilang ke kamar masing-masing.

*****

Thanks readers udah setia baca kisah Aryan-Nadine. Extra part ini ngasih bocoran dikit tentang sekuel Semusim. Yupi... Nihon de no Haru adalah next story kisah Jeremy-Sonya. Aku harap readers semua suka ya dengan sekuel Semusim. ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro