Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

0.2 Kisah Kedua

Setiap ujian, baik tengah semester ataupun akhir semester, pelaksanaannya selalu dilakukan dua gelombang. Pagi jam delapan dan siang jam sepuluh, semua diatur berdasarkan nomor absensi. Kebetulan aku memiliki nama dengan urutan abjad akhiran, otomatis aku masuk pada gelombang ke dua.

Biasanya aku pergi sekolah selalu diantar oleh Ayah, tetapi karena kami hanya punya motor satu, sedangkan aku juga punya adik yang harus di antar. Harus ada salah satu dari kami yang mengalah, karena aku yang paling tua maka terpaksa walaupun sangat-sangat tidak ikhlas kali ini aku harus berangkat menggunakan angkot.

Jam tujuh tiga puluh ayah membonceng diriku menuju simpang tempat biasa aku mengambil angkot. Dengan wajah masam begitu sampai aku turun tanpa mengucapkan sepatah katapun pada ayah.

"Mukanya kok cemberut gitu," katanya tidak langsung pergi.

Aku diam saja, melakukan mogok bicara karena tadi ayah yang memaksa aku untuk mengalah. Kesal sekali pria ini selalu membela adikku dengan dalih yang sama, 'Kakak-an harus ngalah adiknya'.

Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan naik angkot, Aku tidak beresiko terlambat sebab justru sekarang kecepatan. Hanya saja kesal karena ini sudah kesekian kalinya ayah lebih membela adikku. Benar, aku cemburu.

Ayah masuk kerja pada pukul delapan pagi, sebelum itu biasanya ia mengantarkan kami lebih dulu ke sekolah. Adikku biasanya numpang bareng temannya kini beralasan sedang bertengkar dengan temannya tersebut. Alhasil ayah bertanggung jawab mengantarkan kami berdua.

"Kamu marah sama Ayah?"

Aku masih bungkam, kesal masih bercokol di hatiku. Aku membuang muka tidak mau melihat ayah.

"Helm itu enggak mau kamu lepas?"

Untuk pertanyaan ayah kali ini tidak bisa kuabaikan. Pantas saja kepalaku terasa berat dan sesak ternyata benda ini lupa aku copot. Buru-buru aku melepaskan pengaitnya, tetapi terasa sulit.

Melihat aku yang kesusahan melepaskan pengaitnya, ayah inisiatif turun dari motor dan membantuku. Tangan keriputnya cekatan membukanya dengan mudah, ia perlahan mengangkat helm itu hingga terlepas dari kepalaku.

"Meskipun sedang marah, kamu harus tetap fokus ngerjain ujiannya nanti, ya." Kini helm itu sudah berada ditangan ayah, aku menunggunya untuk segera menunggangi motor itu lalu pergi. Tetapi tidak jua segera ia lakukan, ia masih berdiri di depanku.

"Maafkan ayah, ya, Nak. Maaf enggak bisa jadi ayah yang baik untuk kamu. Kamu naik ojek online saja, mau? Ayah kasih uang ongkos," kata pria itu sambil merogoh kantung kemeja safarinya.

Aku lekas menolak, "Enggak, Yah. Bentar lagi angkotnya udah mau datang. Udah sana balik, ih. Nanti adik marah-marah karena Ayah lama dateng."

"Ya, sudah. Ayah balik. Semoga ujian kamu lancar, Nak."

Ayah bilang begitu tapi masih berdiam di depanku, mendengar suara tarikan napas yang berada tangannya berayun mengambil tangan. Ia taruh sebuah susu kotak, entah sejak kapan ayah menyimpannya dalam saku. Setelah itu ia menepuk-nepuk bahuku beberapa kali sebelum akhirnya pergi.

Selepas ayah pergi barulah aku benar-benar mengamati sekotak susu yang ternyata rasa cokelat. Di sana ada kertas kecil yang tertempel.

Maafkan ayah. Ayah tak bisa menjadi adil buat kamu dan adilmu. Tetapi Ayah tidak pernah merasa kalian berbeda, kalian sama di mata Ayah. Sebagai gantinya nanti kamu pulang ayah jemput.

Semangat anak yang cantik.

Usai membacanya aku menyeka air mata yang tahu-tahu turun, menyebalkan sekali ayah ini buat aku menangis di tengah jalan seperti ini. Angkot sudah datang semoga orang-orang tidak menyadari jejak air mata di pipiku.

-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro