8. Menyerah.
Waktu itu sama seperti hari-harinya yang biasa, sepulang sekolah Dara sering kali mampir untuk menunggui Ibu hingga beres bekerja biar mereka bisa pulang bareng sambil bergandengan, atau sesekali kalau Ibu baru aja nerima upah dan di sekolah Dara berhasil dapat nilai sepuluh maka, mereka bakal sekalian mampir buat jajan tahu pong atau ya es gempol pleret di sekitaran Karanganyar sana.
Duduk di atas kursi plastik di salah satu sudut Toko Kelontong milik Cik Erika, Dara memerhatikan dalam diam orang-orang yang terus silih berganti datang dan pergi.
Ada yang ribut-ribut memasuki toko sambil memanggul satu per satu karung beras—memindahkannya dari mobil bak. Ada pula yang gegas meninggalkan toko sambil memboyong berdus-dus sembako sambil berteriak, 'Ambil dulu ya, Cik.'
Oh, entah apalah itu maksudnya dulu Dara nggak ngerti.
Yang Dara tahu cuma kalau toko Cik Erika semakin ramai itu berarti Ibu juga akan semakin sibuk bantu-bantu. Dan, jam pulang mereka bakal semakin sore.
Huft!
Cik Erika yang selalu ada di balik meja kasir tengah menghadapi kalkulator dan satu buku besar. Kacamatanya beberapa kali terlihat melerot melewati hidung. Dia juga terus mengipas-ngipas bagian wajahnya yang siang itu deras berkeringat mungkin gara-gara udara terik kota Semarang. Lalu, celetukan ini tiba-tiba aja seolah melompat ke tepi telinga Dara.
"Ra?"
Meninggalkan buku berisi materi bilangan cacah yang tadi mulai diajarkan Bu Guru Dara langsung mendongak. Mata kecilnya berkedip-kedip, tapi nggak lantas segera bertanya balik.
"Sekarang Dara kelas berapa? Tiga?"
"Dua," Dara mengoreksi.
"Lho, cepet tenan yo. Cita-citanya apa?"
"Cita-cita?" gumam Dara.
Cik Erika mengangguk. "Jangan aneh-aneh kayak Ko Iyel yo masa cita-citanya mau jadi tukang rebahan sambil mainan telpon. Dari mana bisa dapet duit kalo begitu?"
"Cita-cita itu mbok yo selain menyengangkan dan menghasilkan kalo bisa yang sekalian bikin bangga orang tua juga gitu loh. Apa kek Pengusaha, ternak lele, gawe pabrik tempe."
"Jadi, Dara udah punya cita-cita belum? Kalau udah gede mau jadi apa? Biar bisa bantu Ibukmu tuh?" Cik Erika mengedik yang langsung diikuti oleh mata Dara yang kemudian menemukan sosok Ibu di kejauhan yang lagi menimbang terigu.
Bantu Ibu?
Bagaimana caranya bantuin Ibu? Dara kecil cuma tahu bahwa kenapa Ibu harus bekerja siang-malam? Ya, biar mereka bisa tetap beli makan. Biar Dara bisa terus sekolah. Biar Dara bisa jajan kayak anak-anak lainnya. Bantu Ibu biar Ibu nggak bekerja sekeras itu ... berarti Dara harus ....
"Dara mau punya banyak uang, Cik."
Iya kan? Memang mesti gitu kan?
Uang nggak bisa membeli segalanya, mungkin iya. Tapi, segalanya akan terasa jauh lebih mudah kalau ada uang. Case closed!
"Yo bagus itu." Tuh, Cik Erika manusia paling berduit yang Dara kenal aja membenarkannya.
"Bener cita-cita ki mesti begitu. Cita-cita kok turu. Kerjo neng bank nanti di sana Dara bisa lihat banyak duit. Kalo jadi Kepala Cabangnya bisa dapet banyak duit juga."
Kerja di bank, ya?
Dara nggak tahu mungkin karena perkataan Cik Erika hari itu, atau karena keinginannya untuk dapat uang yang kian waktu kian menguat sehingga dia menjatuhkan diri ke Fakultas Ekonomi semasa kuliah.
Kendati begitu, benarkah Dara bisa menjadi Bankir? Jujur saja, dia paling nggak suka hitung-menghitung.
Terbukti.
Lulus dengan mati-matian dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang nggak terlampau bergengsi di Yogyakarta Dara bahkan minder tiap mau pergi ke job fair atau masukin lamaran ke salah satu bank.
Hingga suatu hari dia melihat satu iklan yang cukup menggelitik.
We’re Hiring!
Personal Assistant
Your gender, education, background or experience. What's done is done.
Most Required:
*Fit and healthy.
*Skill and attitude are NONNEGOTIABLE.
Dara pikir itu sejenis lowongan scam yang kadang kerap bertebaran di media cetak atau elektronik.
Namun, jika benar itu scam mengapa alamatnya sangat jelas? Bahkan ketika Dara mencoba googling perusahaannya, infonya sontak terpajang bertebaran tak hanya di wikisedia, linkedout, hellow-pages, blog-blog berisi curcolan, majalah serta koran nasional pun berondong-bondong ikut memberitakan mengenai prestasi-prestasi yang diraih oleh perusahaan tersebut.
Yah.
Dan, apa gerangan namanya?
Connect with us at [email protected]
Or visit us at
VER Corporation
Ver New Building, Jl. Jend. Sudirman, South Jakarta, Jakarta 12190, Indonesia
Phone: 123-456-7890
Rasanya, ya masa sih nipu doang seniat itu kan?
Lagi, menjadi PA? Sebagian besar tugasnya bantu-bantu kan? Dan, Dara yakin dia bisa melakukan itu dengan sangat baik karena, nyaris di sepanjang hidupnya dia tiada henti-hentinya melihat Ibunya mengerjakan semua hal-hal itu.
Kasarnya, ngebabu adalah keahlian utama keluarga mereka.
Jadi, berbekalkan nekat untuk pertama kalinya Dara berani ngirim resume yang ajaibnya langsung mendapat panggilan interview pada ke esokan harinya.
Dan, sejak saat itulah petualangan Dara di VER dimulai. Bertemu Bos galak sejenis Pak Rega yang tiap ngasih kerjaan kadang kayak rodi dan romusha, terus juga Miko ....
Ah, ya Miko yah?
Saat ini, Dara tengah duduk di atas kasur kamar Miko di rumah Mama, anyway—seusai melewati satu babak super-drama di mana Mama tiba-tiba menubruk tubuhnya di depan pintu masuk sambil menangis-meraung. Akunya, beliau takut banget Dara kenapa-napa, atau mungkin maksudnya mati gosong dalam kebakaran, atau ya entahlah apa pun itu yang bikin Mama gelisah, Dara tetap bersyukur sebab seenggaknya ternyata masih ada yang menganggapnya bermakna serta takut kalau-kalau dia hilang begitu saja tanpa salam juga jejak.
Selain itu ....
Tepat di pangkuannya, kini ada satu pigura kayu berisi selembar foto Miko dan Prita yang nggak sengaja Dara peroleh sewaktu tadi dia sedang susah tidur lalu memutuskan mencari-cari minyak angin di dalam laci.
Menjatuhkan telisiknya sekali lagi pada potret itu. Miko yang merangkul Prita erat tampak tertawa dengan bangga sekaligus lebar sekali. Itu ... tawa yang beberapa hari lalu sempat Dara niatkan untuk bisa ia ciptakan.
Namun ....
Dara mendesah. Sebelum beralih guna memandang ke arah handphone-nya yang masih memajang satu nomor yang terhitung sudah tiga kali menghubungi, tapi terus dia abaikan.
"Nggak diangkat?" Tadi, Maula bahkan menudingnya dengan alis bertaut gara-gara Dara cuma bengong seraya melempar tatapan semi kosong ke arah ponsel dalam genggamannya.
"Ah? Oh, udah keburu putus," lapor Dara sembari menunjukkan panggilan yang resmi berkahir tersebut kepada Maula di sisinya.
Meski betul bahwa panggilan tersebut berakhir dan nggak datang lagi. Tetapi anehnya, dia tetap didera ketegangan.
Ya, bagaimana Dara nggak tegang coba?
Tadi dia juga dapat satu pesan dari nomor yang sama.
+62xxxxxxxxxx
Aku udah balik dan bakal ke Jakarta.
Dara tahu siapa itu. Pun, Dara sudah menduga kemungkinan ini. Namun, kenapa saat tahu itu telah tiba di depan matanya. Ini jadi terkesan mengerikan? Ah, sial!
"Ra? Udah bangun?"
Pintu kamar Miko tiba-tiba terdengar diketuk pelan. Untunglah nggak langsung dibuka sebab Dara sama sekali belum menguncinya.
Dia kemudian buru-buru menyembunyikan potret mesra Miko dengan Prita di bawah selimut saat memutuskan lantang menyahut, "Iyaa?"
Kali ini pintu terdorong terbuka dan kepala Maula lantas menyembul dari celahnya.
"Mau ikut jemput Abang nggak?" tawarnya to the point.
"Abang?"
"Bang Miko lah. Sejam lagi pesawatnya landing. Nanti kita bawa dia muter-muter dulu baru abis itu kita jujur deh biar tenaga doi kekuras duluan jadi kalo marah nggak full gasnya," seloroh Maula yang agaknya sih nggak sepenuhnya berkelakar. Walau begitu, ujaran tersebut toh tetap berefek untuk mematik terbitnya senyum lemah Dara di pagi ini.
Ah, ya pagi atau dini hari menjelang pagi? Oh, entahlah.
Yang jelas, segalanya yang terjadi ini belumlah apa-apa.
Benar. Hidupnya pernah lebih rumit dari ini. Dara nggak akan menyerah bahkan sebelum dia memulainya.
Mau orang itu kembali kek. Mau harus bersaing dengan Prita kek. Mau dimaki-maki oleh Miko kek.
Dia, Sandara. Kalau dia gampang menyerah, dia mungkin udah tewas dari dulu.
Yah.
Giving up?
Kalau boleh meminjam kata-kata andalan Pak Rega, sebutlah saja: NEVER!
***
Halo, kangen nggak?
Kami datang lagi.
Udah ada yang bisa nebak dia itu siapa? Atau masalah apa yang disembunyiin Mbak Dara dan Bwang Miko?
Kira-kira besok apa yang bakal dilakuin pertama kali sama Bwang Mikoh pas ketemu bininya yang udah bikin noh apartment kebakaran? 🤣🔥😈
Betewe, hati-hati cerita ini penuh dengan misterih ilahi yoooo dan alurnya yang lambretaaa eh updatenya juga kayaknya letoy yaaak 🙊🤣😭
Bwang Coolkas ditunggu mantai barengnya Bwang 😏😑🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro