Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

64. Ending.

Butuh waktu luang dan tenang ketika membaca cerita ini. Karena, babnya panjang dan sekali lagi gaya nulis saya bukan tipe yang mudah diterima oleh semua orang. Sometimes tricky untuk dimengerti. I know it, Gaes, hehe.

Cerita tentang Miko mengambil lebih dari 1/2 bagian di cerita ini. Bahkan, bisa dibilang cerita ini memang berkisah tentang hidupnya, yang diceritakan melalui sudut pandang Sandara. Which is isinya banyak sekadar menduga-duga.

Awalnya, Miko beranggapan jika menikahi Dara adalah sesuatu yang benar. Sandara bukan the wrong person. Pernikahannya juga not wrong. Sebelum, bom itu jatuh di satu bulan setelah dia nikah ( dalam 4 bab POV MIKO di sebelah ini udah terjerengkan lah ya ).

Lalu, semua menjadi terasa serba salah. Apa yang dia lakukan terhadap Prita salah. Nasib Prita salahnya. Kaisar salahnya. Dia sendiri lah yang merasa paling salah dalam semua hal. Bahkan, pernikahannya sama Dara juga jadi ikut kelihatan sebagai sesuatu yang salah di matanya. Dia sibuk menyalahkan segalanya khususnya dirinya sendiri.

Lah, salah wong dia bikin sendiri tinggal ngaku, be gentle dong, apa susahnya? Jangan bawa-bawa orang lain ikut susah dan menderita kek!

Memang mudah mengomentarinya, tapi tidak dengan mengalaminya. Hehe.

Kalo harus ada di posisi Miko, reaksi macam apa kira-kira yang keluar?

Baru banget nikah. Hubungannya sama Dara masih ngeraba-raba. Tiba-tiba dikasih tahu kalo dia punya anak? Tiba-tiba lihat Prita yang menderita gara-gara hal itu?

Jangankan mengakui hal sebesar itu, kadang ngaku kalo kita telat ngantor bukan gegara macet, tapi telat bangun gegara overdose ngedrakor aja masih susah dilakuin.

Miko sampai akhir bahkan masih self-questioning. Ini beneran nggak sih gue mau punya anak? Tapi, gue udah merit loh. Eh, tapi kok gue punya anak dari cewek yang bukan istri gue sih? Masa sih? Brengsek bangetlah gue ini! Serasa nyata dan nggak nyata.

So, apa yang Miko lakukan di sepanjang cerita ini adalah berusaha untuk fix the mistakes. Salahnya terhadap Prita khususnya. Sejak awal cerita dia selalu usaha buat misahin Prita dan Kavi. Dengan berkali-kali nyaranin buat cerai. Cuman, karena Prita nolak sampai bahkan nutupin apa yang Kavi lakuin dari orang lain. Mau nggak mau Miko sibuk cari cara lain yaitu buat berburu mencari bukti kriminalitas di luar KDRT demi menjarain Kavi. Itu tujuannya di sepanjang cerita ini. Meski, akhirnya dia gagal. Karena, toh nggak harus tujuan tiap tokoh utama berhasil.

Lalu, hubungannya sama Dara? Setelah satu bulan setelah menikah dan dia tahu dia punya kesalahan yang sulit diterima dan dimaafkan, dia melihat jika pernikahannya salah. Yang dia lakuin ke Dara di 4 bulan sepanjang hubungan mereka, Miko kira bisa fix his mistakes terhadap Dara. Yaitu, dengan nggak bikin Dara berharap apa-apa terhadap pernikahan mereka. Pengecut? Of course.

Oleh karena itu, di 1/4 bagian sisa dari cerita ini dia berusaha untuk 'fix his mistake' atas Dara dengan cara yang benar. Jika pun tujuannya atas Prita gagal, seenggaknya untuk Dara nggak begitu.

So, itulah se-fruit jawaban saya tentang ini tuh cerita apaan sebenarnya? Masih nggak get the point? Mungkin gaya nulis saya kurang cocok sih, karena saya udah sampaikan semua poin-poin itu di dalam ceritanya.

***

"Lo minta gue untuk sisirin lokasi Dara kemarin? Dan, kalau sesuatu beneran terjadi?" Suara Akhyar yang lebur bersama angin terdengar sedikit lebih nyaring di atas gedung.

Sementara di bawah sana, mobil-mobil tampak mulai kembali ramai melintas di kawasan Setiabudi saat Miko yang semula memerhatikannya secara intens dalam lumatan teriknya langit kota Jakarta lantas mengujar resah, "Gue ... nggak akan mungkin bisa bertahan kalau harus menyesal dua kali." Kali ini dengan jas yang telah tersampir asal di bahu kirinya, yang semestinya dia kenakan untuk menghadiri agenda meeting di salah satu mall di Bekasi, tetapi mendadak ter-reschedule karena rekanan rapatnya ternyata baru akan mendarat tiba di Jakarta sore hari, sontak menoleh ke arah belakang. Miko yang tangannya dia simpan dalam-dalam di saku celana sekilas menyoroti Akhyar yang kemeja hitamnya berkibar-kibar kala memutuskan mengimbuhkan tanpa basa-basi, "Maka, nggak ada jalan lain di luar Kapravda harus membayar apa pun yang udah terjadi itu."

Dari gerakkan bahunya yang terangkat, Akhyar terlihat membuang kasar napasnya sebelum akhirnya menukas tegas, "Dia pernah ada di Semarang. Lalu, pergi ke Kelantan dan pindah ke Sabah. Dia kenal Savina di Malay. Begitukan klaim dari lo?"

Tepatnya, konklusi yang Miko dapat selepas dia menyambangi Kavi. Kapravda terang nggak memiliki setitik pun jejak masa lalu di Malaysia. Saat bertemu istrinya dia tak ubahnya orang yang baru lahir. Maka, alasan paling masuk akal kenapa dia bisa berafiliasi dengan Sandara hanyalah Semarang. Sebuah masa lalu yang bukannya enggak Kapravda miliki, tapi hilang atau bahkan sengaja dihilangkan?

"Ya. Then?" Miko samar mengedik.

"In fact, nggak ada yang tahu siapa itu Kapravda di Semarang. Dia nggak ada pernah terekam nginjekin kakinya di Semarang," ucap Akhyar.

"How come nggak ada satu pun yang tahu?"

"Jejaknya betulan nggak ada di Semarang. Entah hilang, terhapus, atau memang—"

"Gue yakin dia pernah tinggal di Semarang," gunting Miko dalam semi desisan.

"Oke, katakanlah emang benar. Mungkin hanya sedikit banget orang yang tahu. Saking sedikitnya gue bahkan sampai nggak bisa temukan orangnya itu. Kayaknya nggak akan ada yang lebih memungkinkan dari menelusuri orang yang paling dekat. Ada kemungkinan lo tanya sama ibu mertua lo?"

"Setelah kita tahu apa yang udah dan mungkin bakal terjadi?" Miko menggeleng lugas. "Gue nggak ingin libatin lebih banyak orang lagi."

Akhyar mengetuk-ngetuk lengannya yang dia sedekapkan menggunakan jari. Tampak serius berpikir. "Atau, gimana dengan Galaliel? Dia dokter Dara kan?"

"Lo kira dia bakal buka rekam medis pasiennya?" timpal Miko.

"Lo suaminya. Nggak ada kelirunya lo tahu," ujar Akhyar yang setelah dia menjaring raut keberatan berkelebat di wajah Miko, pria itu lekas menyambung, "Tapi, kita juga bisa selalu pakai cara 'belakang' jika lo ragu."

Tak langsung menyahut Miko tertangkap beberapa kali membasahi area bibirnya yang terasa terpanggang sebab, telah berdiri nyaris sepuluh menit di puncak tertinggi gedung

"Lo tahu?" Mulai pria itu akhirnya melalui nadanya yang retoris. "Sebelum bicara tentang statusnya sebagai istri gue, Sandara tetap adalah seorang individu. Yang selalu berhak atas ruang sekaligus kebebasan miliknya sendiri. Gue sungguh ingin melakukan semuanya dengan benar kali ini. Jika Sandara nggak cerita artinya dia nggak ingin gue tahu. Dan, kalau gue tahu hal yang sangat ingin dia rahasian dari dunia dengan cara begitu, lo pikir apalagi yang tersisa dari dia? Kebingungan karena nggak punya space? Rasa nggak percaya yang mungkin hanya sisa sedikit? Jujur, kalau pun gue gagal kasih dia kebahagian dalam pernikahan kami, gue nggak ingin merampas lebih banyak serta bikin dia merasa begitu."

"Terus, menurut lo gimana caranya kita bisa tebang pohonnya kalau kita nggak tahu di mana letak akarnya? Lo bisa jamin bisa dapatkan kejujuran itu langsung dari Dara dalam waktu dekat?"

Miko mendesah lelah agaknya dia toh mengerti bila bagaimana pun Akhyar benar. Untuk menyelamatkan Dara dia nggak hanya butuh fakta tentang hubungan di antara Kapravda dan perempuan itu, tetapi juga masalah di antara keduanya. Masalah yang membuat Dara harus menjadi pasien Galaliel bertahun-tahun lamanya? Masalah yang membuat Kapravda memilih meninggalkan Semarang tanpa jejak dan hidup bagai manusia baru lahir di Malaysia?

Hal yang jika dilakukan tentulah nggak mungkin diperbuat secara mandiri oleh Kapravda muda di masa itu. Hal yang ....

"Kavi dan Kapravda satu paket," simpul Miko nir keragu-raguan. Entah realitasnya mereka itu keluarga atau bukan—terlebih, Kapravda bahkan sempat ngaku-ngaku sebagai keluarga Dara secara tak langsung. Namun, mengingat Kavi terkesan begitu percaya diri di dalam jeruji besi saat dia temui, sebabnya jelas bukan cuma karena dia yakin akan lolos dari semua chaos yang tercipta, tapi karena dia juga punya tangan kanan yang capable di luar sini.

Sayup-sayup berita miring soal money laundering di Yayasan Kavi serta kemungkinan Kapravda yang bisa secara bebas bergerak, berkeliaran baik di Malaysia, Singapura, juga negara-negara primadona untuk menggelapkan uang semacam Makau atau Swiss selama ini, pastilah bukan kebetulan. "Jejaknya nggak mungkin hilang begitu aja kecuali sengaja disembunyiin dengan campur tangan seseorang yang mumpuni semisal, Ilham Faizan Gazi."

Iya, tentu. Money laundering, mencelakai orang, atau mungkin juga ... membunuh? Dia akan melakukan apa saja kalau itu untuk membayar 'sesuatu' layaknya sedang balas budi kan? Kendati, rasanya Miko tak kuasa untuk tak merinding setiap kali memikirkan mengenai 'sesuatu' yang sampai harus dibayar Kapravda melalui hal-hal kotor sejenis itu.

Sesuatu yang mungkin ada kaitannya dengan Dara? Sesuatu yang jujur saja Miko sempat merumuskannya di dalam kepalanya, dan dia tentu berharap bahwa semua itu sebatas bentuk overthinking-nya yang keliru sebab, dia rasanya nggak bakal sanggup ketika mesti membayangkan jika di balik keceriaan yang acap diumbarnya, Sandara di masa lalu ternyata harus mengalami seluruh terkaan-terkaan yang Miko pikirkan tersebut.

"Em, make sense sih. Mengingat selama ini Semarang salah satu basis suara terbesar dia waktu dia masih aktif mimpin parpol," tanggap Akhyar kemudian bikin Miko agar tersentak dan buru-buru teringat sesuatu.

"Ngomong-ngomong soal parpol, lo bisa kumpulin data siapa aja kira-kira orang yang diundang di acara Yayasannya dan apakah ada kemungkinan kita bisa masuk sekaligus berbaur di sana meski tanpa resmi diundang?"

"Karena, ini milad spesial gue rasa akan banyak yang datang. Sesuai temuan gue, biasanya di sini mereka rutin ngelakuin kegiatan money laundering berdalih amal. Tapi, karena kasus Kavi kemaren kayaknya mungkin nggak akan terlihat se-obviously itu sih. Lo mau lakuin sesuatu?"

"Kita lempar batunya di sana. Untuk Kavi sekaligus Kapravda. Politik selalu suka buruan 'ikan segar' kan?"

"Politics is war without bloodshed. Selalu banyak orang yang punya lebih dari satu muka yang siap menusuk dari sepenjuru arah. That's why politics is dirty."

"Gue harap kita bisa menjala satu ikan yang segede Paus Biru."

"Beuh, to be honest it's quite hard. Paus Biru seringnya berenang di laut terdalam." Akhyar samar berdecak, sebelum bersama rautnya yang serius dia berkata, "Anyway, Ko?"

Miko kontan menggerakkan alisnya sebagai tanda balik bertanya.

Pria yang udah berbulan-bulan menjelma sebagai orang yang paling Miko percayai serta andalkan itu lantas menunduk sesaat, seraya kemudian berujar dalam nada menyesal, "Sorry gue udah gagal di tugas utama soal Prita. Menurut kode etik, gue seharusnya udah mengundurkan diri dan bertanggung jawab mengembalikan apa yang telah lo bayarkan."

Miko kali ini melempar pandangannya kembali ke arah jalanan nun jauh di bawah sana yang lalu lintasnya terpindai mulai terurai boleh jadi karena jam makan siang nyaris berakhir.

"Gagal? Tugas ini cuma belum berakhir, Yar. Ada orang yang ngomong sama gue bahwa tangan kita terlalu lemah untuk menolak semua takdir mutlak yang telah dari jauh-jauh waktu digariskan. Lagipula, dari pertama gue memang nggak nge-hire lo untuk menghentikan kematian seseorang."

"Orang yang ngomong ... ah, lampion, ya?" Miko mengedik, tapi agaknya berkat dia terlalu peka Akhyar udah lebih dari paham terhadap kode singkat itu. "Lo tahu jelas-jelas dari awal kalau lampion itu bisa menerangi elo," komentarnya.

"Sayangnya, seberapa pun terangnya dia dan betapa pun gue ingin berdiam di dekatnya, akhirnya gue lah yang terlalu gelap untuk diterangi."

"Tapi, selalu ada pagi setelah malam yang panjang," ungkap Akhyar yang hanya Miko ringan dengkusi setelahnya. Lagi pula, pagi? Sejak satu bulan setelah pernikahannya, malam Miko sama sekali tidak pernah berakhir. Pun, mungkin hingga hela napas terakhirnya nanti. Bila pun bukan akhirat, dunia yang gelap boleh jadi adalah satu-satunya tempat yang memang pantas baginya.

"Oke deh. Ini serangan terakhir kita di Yayasan Kavi?" Akhyar lalu menepuk-nepuk bahunya sendiri seolah ingin menambah kekuatan. "Lo nggak takut gagal lagi? Kalau-kalau lo butuh diingatkan maka, lo boleh jadi nggak akan mungkin bisa lolos kalau gagal kali ini karena yang lo tantangin langsung dedengkotnya."

"Gue nggak akan gagal. Gue nggak boleh gagal," gumam Miko seolah juga ingin menyemangati dirinya sendiri. "Anyway, gimana soal kabar kelanjutan keluarga Ayumi?"

"Ah, adiknya memutuskan buat nggak nuntut. Lagi, apa yang mau dituntut saat orangnya udah nggak ada? Tapi, setahu gue dia ada taken kesepakatan khusus sama orang tua Prita. Tapi, agaknya Kavi belum ada bilang soal Kaisar sih."

Miko menyugar ringkas wajahnya. "Iyalah. Kalau bilang, Kaisar tentu udah ada di salah satu tempat sampah atau panti asuhan."

"Lo nggak ingin ambil hak asuhnya?"

"Gue hanya ingin dia dapatkan hidup yang nggak drama. Dan, gue pun belum ngomong sama orang rumah."

"Why?" Akhyar terdengar sedikit tak paham dengan kebiasaan Miko untuk menunda-nunda.

"Sandara minta waktu sampai natal."

"Setelah itu?"

"Sejak kapan lo temen gue? Gue klien."

Akhyar terkekeh mengejek. "Oke, Klien. I hope you guys have a good ending."

"Kalau pun nggak ada good ending. Pastikan aja, gue yang dapatkan ending paling buruknya. Lo di sini gue tugaskan untuk pastikan itu!"

"Kenapa harus ending buruk jika bisa ciptakan ending baik untuk semuanya?" Bersama suara seruan lantang ini pintu di belakang mereka tiba-tiba terjeblak terbuka.

Sosok Rega yang berkemeja hitam dengan berlapis selembar jas merah cabe, yang tadi dijadwalkan untuk menghadiri rapat berdua bersama Miko dan seingatnya telah balik ke VER lebih dulu, tahu-tahu saat ini justru tengah berjalan tangkas ke arah dua pria yang berdiri dalam kondisi terkejut di ujung gedung.

"Undangan yang lo perlu untuk menghadiri kegiatan cuci uang berkedok milad di Yayasan Kavi." Melalui tangan kirinya Rega mengacungkan selembar kertas ke udara.

"Wow, got it, Paus Biru."

"Reg ...?" Berbeda dengan Akhyar, reaksi spontan Miko terkesan masih linglung.

"Tumben-tumbennya gue diundang. Kelihatannya gue suka bisnis gelap apa, ya?" Pria itu berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dan, oh ya ini semua yang gue punya," lanjutnya sembari menyerahkan satu benda seukuran jempol berwarna hitam yang dia ambil dari saku celananya.

"Ini ...?" Satu flashdisk di telapak tangannya Miko pandangi dalam tatapan bertanya-tannya.

"Ada rekaman dari dashboard mobil soal kecelakaan di suatu siang, ada catataan kriminal seseorang yang main judi di kasino, ada catatan ke mana dia seharian waktu mendadak Dara hilang, juga di mana dia sekarang. Pun, masih banyak yang lain-lainnya. Dalam bentuk foto, video, surat, ada lumayan banyak macamnya lah," beber Rega menerangkan seraya kemudian mengambil napasnya dalam-dalam sembari menyambung, "Ko, sorry. Gue udah turut andil ngasih masuk buaya." Di wajahnya berkeliaran raut menyesal yang nyata. Berlebihan? Enggak. Dia bahkan selalu menganggap Dara sebagai adiknya sendiri tanpa dia umbar-umbar bicara, Miko tahu itu. Pria itu kenal betul tabiat seorang Norega Altriano Prakosatama yang dia kenal sedari remaja.

"Reg, ini ...."

"Sebagian besar bukti itu dari istrinya sendiri, Savina. Dia tahu ... semuanya. Ayo, kita tolongin Sandara!" Miko masih diam saat Rega dengan lugas cepat-cepat mengimbuhi, "Seperti niat lo dari awal pas menikahi dia. Ingat, untuk menjaganya kan?"

Lalu, begitu saja Miko seperti digeret ke empat bulan lalu di mana dia telah melewati hari-hari di mana tiada jedanya Rega ini mencoba mempertanyakan keyakinannya untuk menikah serta mewanti-wanti supaya dia nggak sampai melukai Dara—meski, akhirnya dia jelas telah gagal karena terlanjur ada sumber luka yang terlalu terlambat untuk dia bendung—ketika, akhirnya membalasi tatapan Rega seraya dengan tulus berkata, "Thank you, Reg."

"Lo nggak akan bikin salah lagi kan?" tukas Rega yang otomatis Miko sungguh-sungguh angguki. "Lo juga Dara akan lolos. Ending yang baik lo yang tentukan sendiri. Tentunya, ending itu akan lo dapat sebesar usaha lo. Sekarang buru cabut! Tolongin dia! Gue akan bantu nih bocah urus sisanya!"

"Ko ...?!" Miko yang tanpa banyak bertanya lagi serta hampir-hampir berlari pergi lantas berbalik demi menyerong ke arah Rega yang kini berdiri saling bersisian dengan Akhyar. "Ingat! Zero mistake! Dan, ingat gue nggak menerima kalau cuma seratus persen. Beri satu juta persen untuk Sandara! Tepati janji lo dulu yang bikin lo unggul dari Linggar atau Rikas, dan lain-lainnya!" pesan Rega yang kemudian tiada henti-hentinya Miko putar di sepanjang lari, serta perjalannya menyelamatkan Dara.

In the end of everything will work out. And if it does not, then is not the end yet.

Dan, Miko hanya ingin percaya itu. Percaya jika untuk Dara dia akan buatkan satu ending yang sempurna. Kendati untuk menciptakannya dia harus kehilangan segalanya, termasuk dirinya sendiri, Miko akan tetap dengan tuntas membayarkannya.

***

Walau judulnya ending, masih belum ending ya.

Terima kasih udah baca cerita ini 💜💜💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro