
60. Pemberontakan.
"Wuih, siapa nih yang datang?" Tak ada seragam berwarna oranye yang mencolok mata, mengenakan setelan piyama garis-garis bak Zebra Kavi tampak masih dapat melenggang sembari mendorong santai tiang infusnya ke arah Miko. "Welcome, Man!"
Miko dengan sebelah tangan yang dia sakui lantas menggelincirkan netranya ke sudut-sudut klinik di salah satu kawasan Resort Kepolisian tempat Kavi terlapor menyerahkan diri—shit, ya bangsat itu menyerah begitu saja seakan nggak ada pilihan lain di luar mengakui, nangis-nangis di televisi seolah dia lah yang paling tersakiti.
Dan, ya di sana terpindai ada satu ranjang rawat yang hanya muat ditiduri satu orang, almari setinggi pinggang, beserta satu pintu yang Miko duga berisi kamar mandi. Ah, tak lupa terlihat juga pemandangan berupa laptop dan seperangkat gadget yang tergeletak secara sembarang di atas meja yang tak jauh berjarak dari ranjang.
"Untuk ukuran seorang Ilham Kavi nggak kah ini terlalu kumuh?" Satu senyum miring terbit di bibir Miko. "Ah, tapi bukannya lo cukup terbiasa dengan yang 'kumuh-kumuh' begini? Di Thailand dan Singapura aja lo lebih sering masuk ke slum hotel kan?" Pria itu tanpa dipersilakan lalu mengempaskan dirinya di satu-satunya sofa di sana.
Kendati baru saja diserang oleh Miko, Kavi toh tetap leluasa menebar senyumnya lebar-lebar. Senyum yang jujur saja tampak begitu menyebalkan bagi siapa pun yang melihatnya termasuk Miko. Andai dia keburu haus demi menyirami kegersangan emosinya, saat Kavi memutuskan buat menyusul ikut mendudukkan diri di tepian garis meja yang persis berada di hadapannya, Miko mungkin akan gegas menendang meja itu supaya terbalik hingga bersama Kavi-Kavinya. Namun, probability di mana dia diusir lebih awal dari sana jelas nggak masuk ke dalam daftar rencana Miko. Maka, ya pria itu terus menahannya seberapa pun tangannya gatal ingin melayang ke arah wajah lelaki yang tampak luar biasa bugar sehingga aktivitas dirawatnya tentulah hanya sebatas akal-akalan Pengacaranya saja.
Ya, siapa yang tahu memang apa yang sedang digagas oleh Kavi beserta Tim Firma Hukum Taka Harsodjo andalannya?
Mendekam di balik jeruji besi? Miko sih tetap cukup yakin bahwa anak tunggal dari Ilham Faizan Ghazi ini akan bisa melewati sidang di pengadilan dengan mulus. Pembunuhan? Jika dia bisa dihukum melalui kasus sejenis ini, harusnya dia udah busuk dari lama sewaktu pembunuhan pertamanya dia lakukan.
Bah!
Mana dengar-dengar dari Akhyar acara besar di Yayasan Kavi yang bakal diselenggarakan beberapa waktu ke depan akan jadi penanda dimulainya perjalanan pria itu di ranah Politik. Jadi, dia mungkin akan benar-benar bebas.
"So, what is your purpose? Your true purpose? Nggak mungkin lo rela masuk sini tanpa tujuan yang pasti kan?" tuding Miko tanpa basa-basi, sepasang lengannya bahkan telah sukses dia lipat teguh di atas dada.
"Bingo! Itu baru lawan yang menantang!" puji Kavi bertepuk tangan. "Of course selalu ada harga yang setimpal untuk tangan gue yang udah rela diborgol dan ditonton nyampe malu oleh jutaan pasang mata masyarakat di sepenjuru Indonesia!" Kepala pria berjambang itu lantas manggut-manggut.
"Mau mendulang suara lo dengan gimmick ini?" sarkas Miko malas.
Kavi tertawa lepas hingga seluruh wajahnya kontras memerah. "Lo tahu?" Ketika mengatakannya suaranya bahkan masih terdengar tersenggal. "Salah satu marketing paling jitu adalah marketing 'berisik'. Buat ini lo udah khatam lah, Man!"
"Harus banget dengan menghilangkan nyawa seseorang?" Miko menipiskan intonasinya bicara yang mulai terkontaminasi bibit larva-larva emosi.
Alis Kavi yang tebal nan hitam spontan melesat naik. "Siapa yang membunuh? Gue? Hati-hati dengan bacot lo! Prita mati sendiri. Dia ngiket lehernya pakai tali dengan tangannya sendiri. Apesnya, cuma ada gue di sana. Apesnya, dia punya banyak bekas luka-luka yang dia dapat sebelumnya, yang bisa dengan gampangnya mengkambing hitamkan gue sebagai pelaku."
"Lo mau akting begitu di pengadilan?"
"Definitely not. Karena, target gue memang mau dipenjara. Meski, gue harus mengakui hal yang nggak gue lakukan." Kavi mengibaskan tangannya layaknya mengusir lalat. "Lo nggak tanya kenapa?" sambungnya seraya menintip Miko melalui bola matanya yang meruncing.
"Lo nggak akan dipenjara karena lo nggak waras," tandas Miko dalam setengah desisan.
"Dasar Si Anjing!" umpat Kavi kali ini seraya kembali menderaikan renyahan tawa udah macam orang gila. "Tapi, nyatanya gue akan tetap dipenjara sih. Gue akan menyempurnakan pemberontakan Prita."
"Pemberontakan?"
"Elo belum sadar juga?" Miko mengerutkan kulit-kulit di sekitaran dahinya ketika Kavi justru membuang napasnya sok berat. "Damian-Theofanus-Jatmiko-Sadewo," Lelaki itu mengejanya sarat penekanan seolah dia ingin Miko mengingat sesuatu. "You know? Lo itu adalah salah satu bentuk pemberontakan Prita. Berapa tahun lo bareng dia? Berapa kali lo udah nawarin pernikahan dan nggak satu kali pun dari penawaran itu pernah dia pertimbangkan? Karena, kalian beda? Lo percaya alasan klise itu?
"Come on! Kita bicara mengenai Yashinta Prita Akbar yang nggak pernah dianggap di rumah gedongannya itu! Yang saking desperate-nya untuk selalu manggut-manggut di rumah, tahu-tahu dia menemukan lo untuk mulai coba berontak. Bersama lo dia lagi cari-cari perhatian. Sayangnya, orang tuanya bahkan nggak ada peduli. Dan, meninggalkan lo adalah pilihan tertepat sebab lo nggak ada gunanya lagi.
"Lalu, di antara semua orang apakah itu kebetulan saat dia memilih buat menikahi gue?" Kavi mendengkus bengis. "No! Karena, dia memang sadar dan tahu bahwa dia akan dipuja oleh orang tuanya. Melalui gue dia akan dapat apa yang nggak mampu lo beri. Sayangnya, gue jelas bukan orang dungu!" Laki-laki itu mendongak demi menatap Miko lurus-lurus melalui bola matanya yang berselimut api emosi. "Lo mungkin nggak tahu Kaisar, tapi Prita jelas tahu dari awal dan dengan kesadaran penuh dia tetap memilih berakhir bersama gue. Namun, tentu bukannya tersanjung, rasanya dia justru beneran lagi ngetolol-tololin gue!
"Maka, di sini lah gue akan menyelesaikan apa yang udah berani serta dengan lancangnya dia mulai. Seorang suami membunuh istrinya sendiri. Narasi ini akan berdampingan dengan ibu yang bukan cuman tukang bohong, tapi juga seorang pembunuh! Apa yang bakal dirasakan Kaisar saat dia besar dengan bayang-bayang itu kira-kira?" Ada segurat tarikkan bibir licik yang tersemat di atas wajah kaku Kavi. "Gue akan perkenalkan pada Kaisar, ibu macam apa yang dia miliki. Gue akan perkenalkan Prita hingga Kaisar merasa lebih baik mati daripada mengakui dia lahir dari ibu semacam Prita! Keluarga bobrok ini ... dia nggak akan bisa lepas kecuali milih mati nanti!"
"Lo pikir gue hanya akan diam dan menonton?" timpal Miko sinis.
"Lalu? Mau melawan gue? Dengan cara apa? Mengambil Kaisar? Mengakui dia sebagai darah daging lo? Yakin? Lo siap jika harus kehilangan makin banyak? Bahkan, misalnya ... istri lo?"
"Dengan lo mengirim seseorang lagi untuk mencelakai dia?"
Mulut Kavi menganga, tapi sejenak saja. Berikutnya, dia udah lagi-lagi sukses menelurkan sebuah senyuman culas ketika mengujar enteng, "Lo yakin itu gue yang kirim?"
Miko mendecih. Biar pun demikian, bola matanya yang tampak lebih kelam siang ini begitu tampak tak gentar sewaktu pria itu memutuskan secara lugas menutur, "Mau lo atau siapa pun. Satu hal yang gue yakini sekarang adalah gue nggak akan kehilangan apa-apa lagi, termasuk istri gue. Karena, sebelum ada yang menyentuh istri gue—ah, keluarga gue tentu aja. Akan gue kasih tahu lo atau harus gue sebut kalian? Untuk jangan main-main dengan nyawa terlebih hidup milik seseorang. Duduk di sini, pakai baju oranye lo, dan lihat apa yang bakal lebih dulu gue kirim untuk lo dan bidak catur lo!"
Lalu, Miko pun berlalu dari sana sambil menelepon Akhyar.
"Kavi nggak gerak sendiri. Kirimin gue apa pun yang lo punya tentang Kapravda. Sekarang!"
Miko mengakhiri sambungan tersebut bertepatan dengan dia yang duduk di balik kursi M4-nya, yang tentu wajib dia pacu sesegera mungkin menuju satu tempat yang semoga saja dia nggak terlambat.
Oh, tentu. Kali ini, Miko pastikan dia tak akan telat lagi. Apa pun pertaruhannya. Dia akan tepati ... janjinya.
***
Kami kembali sekaligus baru saja meng-upload bab 69 alias bab terakhir dari Semestinya Cinta di sebelah.
Terima kasih atas dukungannya, nanti bakal ketemu lagi juga di Season 2. Buseeet udah kayak Tersandung eh Tersanjung. Lama-lama ganti judul jadi Cinta Dara nih 🤣😈😭
Wattpad gimana? Update terus dong sampai tamat Season 1-nya ini nanti.
Akan ada PO ya, Sim? Ada versi cetaknya bulan Desember untuk Season 1 dan 2 sekaligus. Tapi, terbatas jumlahnya. So, ya untuk yang kebetulan tertarik saja, monggo.
Tapi, beda dari versi KK/wattpad? Iyaps. Banyak bonus gemas-gemasnya 😈😈😈
Priiit jempol Bwang Mikooh butuh dikartu merah 😈😈😈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro