58. Imperfect.
"Kerjaan kalau hanya dipelototi, nggak bakal selesai!"
Melepaskan layar komputernya, Dara spontan mengerjap. "Eh? Pak Rega sehabis makan siang ini jalan ke Mika Karya-nya jadi?" tanyanya kemudian dengan intonasi yang terkesan terburu.
Pak Rega yang telah beberapa langkah melintasi meja kerja Dara sontak menghentikan langkahnya. Pria yang sepertinya bakal keluar buat makan siang itu langsung berbalik badan. Dari tempatnya yang kini udah berdiri dari kursi, Dara dapat melihat Pak Rega menggaruk pelan pinggiran dahinya sebelum berucap dengan nada satiris, "Dibanding ketemu saya Yasmin tentu lebih senang diajak hahahihi sama Pravda. Dealing-nya juga akan lebih mudah prosesnya. So, kamu berangkat bareng dia saja deh. Kebetulan saya punya rencana sendiri dan sepertinya nggak bisa cepat-cepat balik ke kantor nanti."
Dara rasanya tentu ingin membantah. Please! Jangankan jalan ke luar, di VER saja Dara selalu berusaha keras untuk meminimalisir keterlibatannya directly bersama Kapravda. Meski ya dia tetap memiliki tanggung jawab sebagai Personal Assistant bagi pria itu sih, tapi normalnya Dara akan siapkan segalanya sebelum pria itu ada meminta. Sehingga sejauh ini, mereka nggak sampai harus berlama-lama papasan muka.
Serta, belakangan karena VER memang lagi sibuk-sibuknya—banyak produk yang hendak di-launching—terlebih ditambah oleh beberapa masalah yang datang, Kapravda agaknya punya kesibukannya sendiri. Dia jarang terlihat ada di kantor. Kadang kalau pun hadir toh dia selama ini lebih sering berdiam di ruangan pribadinya. Menyisakan Dara yang lebih aktif menghabiskan waktu kerja bareng Pak Rega yang memang makin hectic aja.
Lalu sekarang, membayangkan bahwa mungkin dia harus terjebak berdua saja, satu mobil dengan Kapravda di jalanan menuju Kebon Jeruk entah mengapa rasanya Dara kembali merasa perutnya sedang diaduk-aduk.
"Kenapa?" Pak Rega yang ternyata masih memerhatikannya tahu-tahu bertanya. "Muka kamu gitu banget? Kayak habis saya suruh terjun dari rooftop?" sambung pria itu. Namun, Dara cuma meresponnya melalui sebentuk pandangan kosong. "Sandara? Hoy!" serunya lagi kali ini melalui nadanya yang sama sekali terdengar sungguh tak nyantai.
Dan, Dara pun sukses tergeragap sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya, sembari tentu saja mengulas satu simpul senyum sederhana.
Pak Rega terkesan nggak puas terhadap reaksi tersebut, matanya bahkan udah memcing bak sedang menilai Dara, tetapi cepat-cepat Dara sela dengan lontaran tanya yang seolah tak matang-matang dipikirkannya.
"Omong-omong, kenapa Bapak bilang Abang boleh coba?"
Netra Pak Rega yang kecil nan ramping makin terjaring runcing bak ujung bambu yang diasah ketika dia tiba-tiba menyipit. "Maksudnya?"
Dara nggak bisa mundur sekarang kan? Lagi, dia memang lumayan penasaran setelah mendengar penjelasan Miko kemarin saat di Pulau Pari. Pertimbangan apa yang gerangan dikatakan oleh Pak Rega sehingga Miko sanggup yakin guna melangkah lebih jauh?
Dara selibat membasahi permukaan bibirnya sewaktu berikutnya melirih, "Soal Bang Miko ...?"
"Anyway, walau sisa satu menit, tapi ini hitungannya masih jam kerja," gunting Pak Rega telak nan tegas.
"Ah, maaf saya—"
"Tapi, akan saya jawab kalau kamu memang butuh."
"Hah?"
"Kenapa Miko?" Pak Rega yang berdecak-decak tampak menyakui sebelah tangannya dalam celana berwarna ocean blue yang hari ini dikenakannya, tanpa menggeser sedikit pun posisi letak berdirinya yang berjarak lebih dari semeter dari tempat Dara saat ini tegak mematung. "Kenapa kok saya nggak comblangin saja kamu dengan Rikas atau Linggar sekalian? Yang jelas-jelas suka curi mata waktu kita lagi ada rapat?"
Dan, Dara pun gagal menghindar dari keterperangahannya. Oh, tentu! Jujur, selama ini Dara memang kerap merasa sedikit ganjil sih jika kebetulan harus menyambut Pak Rikas dari AlphaReturns. Entahlah. Caranya menatap tuh kayak agak lain. Atau, bahkan Mas Linggar, pandangan pria itu yang mengarah kepada Dara dulu beberapa kali suka terlalu dalam. Namun, Dara kira itu sebatas perasan sensitifnya sendiri saja. Dia nggak pernah terlintas buat mikir ada yang bakalan naksir sama dia. Oh, sumpah! Katakanlah Dara naif, tapi tahun-tahun pertamanya di VER, perempuan itu terang cuma sibuk menyemangati diri untuk bertahan demi dapat banyak uang.
Yah. Hanya itu.
"Seperti yang kamu tahu, saya nggak punya adik cewek. Tetapi, suatu hari ketika Calibra dewasa saya akan lakukan hal yang sama." Pak Rega yang tiba-tiba kembali terdengar bicara mendadak membagi lirikkan santainya ke arah Dara. "Anggaplah saya sedang menjelek-jelekkan, atau ya no matter what!" Dia lantas mengibas kasual sebelah tangannya di udara. "But, in fact Linggar yang semua orang kenal tentulah nggak akan kepikiran untuk repot-repot menikah sampai dia mati. Jadi, kalau pun sama dia kamu cuma akan buang-buang waktu. Dan, saya yakin dia nggak punya apa yang diam-diam sedang kamu cari selama ini.
"Terus, Rikas? Dia kaya, keluarganya cukup aman, dia juga lagi ngebet nyari istri. Namun, saya juga nggak kalah yakinnya kalau kamu menikah, tapi di sepanjang pernikahan itu suami kamu doyan hang out mesra bareng lelaki lain, mustahil kamu bakal senang. So, case closed tentang mereka."
"Balik ke Miko, bukan mentang-mentang dia teman saya." Pak Rega buru-buru mendesis. "Teman?" gumamnya kemudian sambil terkekeh-kekeh. Boleh jadi dia sendiri nggak percaya terhadap apa yang barusan dia katakan. Oh, come on! Pak Rega nih anti banget kelihatan tergantung pada orang lain. Hubungannya sama Miko juga sering kali mirip Tom and Jerry sebenarnya. Tetapi, ya seperti katanya barusan, Dara sih udah berada di level sangat percaya bahwa mereka memang temanan, atau bahkan sahabatan!
Buktinya layaknya Miko yang amat mengerti tentang segala sesuatu perihal Pak Rega. Sebaliknya pun begitu, dengar saja Pak Rega yang secara gensi memuji begini, "Meski kalau sampai dia dengar ini dia bakal terbang. Tetapi, kamu juga tahulah, dia jago banyak hal. Kamu pernah dia masakin belum sampai hari ini?"
"Sosis saus barbeque buatan Abang enak."
Pak Rega mendengkus. "Itu mah makanan instan! Kapan-kapan suruh dia masak yang lebih sehat dan susah!"
Kali ini Dara lah yang kebagian giliran guna mendengkus pelan hingga Pak Rega mungkin tak kuasa menjaringnya. Ya kali Dara berani nyuruh-nyuruh!
"Actually, I met him when I was fifteen. Selain bisa masak dari ABG, dia hampir-hampir bisa lakukan semua hal melalui tangannya sendiri. So, harusnya dia nggak akan terlalu merepotkan kamu sih." Pak Rega sedikit menjeda untuk menebar satu senyum miring ke arah Dara. "Dia juga nggak akan maksa kamu untuk di rumah saja. Dia akan bebaskan kamu untuk jalani apa pun yang memang kamu mau. Lalu, dengan jam kerja yang kamu miliki, dia nggak akan meninggalkan setumpuk cucian piring kotor di jam dua belas malam cuma untuk menunggu kamu yang cucikan. Dia jago urusan domestik tinggal dikomunikasikan, and everything will be fine. You guys can help each other.
"Selain itu, dia nggak pernah mukul kalau nggak duluan dipukul. So, dengan dia yang bisa mengelola emosinya sendiri harusnya kamu bisa seenggaknya bebas dari satu ancaman masalah cukup klasik yang sering terjadi macam KDRT. Kemudian, dia juga punya keluarga yang ... sempurna. Papa yang hangat, Mama yang pengertian dan penyayang, Mbah yang nyentrik meski sering bikin kesal, sekaligus satu Adik yang lucu. Semua ada lengkap. Support system-nya jempolan, lebih-lebih dari saya bahkan. Dan, bukannya itulah yang paling kamu cari selama ini?" Satu lemparan tatapan dari Pak Rega bak membedah isi otak Dara. Sialnya, Pak Rega agaknya belum selesai.
"Terus, masa lalunya sendiri cuma dua. Masa SMA-nya habis dengan monoton cuma buat jagain Maula. Bahkan pacar pertamanya baru dia dapat pas mau lulus kuliah. Sebelum akhirnya, dia kalah ditinggal nyeleweng sama Bule Kanada pas lagi LDR-an. Pacar terakhirnya? Ninggalin dia buat menikah sama cowok lain. Emang nasibnya belangsak! Dan, masa bodo dengan nasibnya itu, seenggaknya itu berarti nggak akan terlalu banyak mantan yang suatu hari datang untuk merusuh di kehidupan kalian." Em, Pak Rega sepertinya sedikit menyelipkan curhatan tentang pengalaman pribadinya terkait masa lalu yang mendadak datang. Kalau dipikir lagi, itu bahkan sempat membikin perahu pernikahan milik Pak Rega serta Bu Meta gonjang-ganjing di awal-awal mereka menikah sih. Oleh sebab itu, Dara maklum bila hal tersebut menjadi suatu pertimbangan khusus dari Pak Rega.
"Lagian," Pak Rega kembali lanjut berkata bersama nadanya yang entah mengapa terdengar kian serius, lebih-lebih sewaktu dia secara kilat menyambung, "Kalau kamu berhasil dia cintai maka, setelahnya nggak akan ada yang terasa sulit. Seenggaknya, itulah yang sempat terjadi sama Sinaya dan Prita. Sekali dia jatuh cinta, semua orang bakal tahu. Ketika dia menemukan orang yang dia cinta, dia paham bagaimana caranya mencintai. You will be surprised. Jadi, saya pikir karena dia sendiri yang bilang mau coba ya kenapa nggak?
"Walau pun jika bicara tentang manusia, sesungguhnya nggak akan sejelas hitung-menghitung. Segalanya hanya prediksi, banyak variabel yang menanti. Seberapa pun sempurnanya seseorang, nggak mungkin nggak ada kurangnya apalagi Miko kan?"
Dara meringis. Karena, tak tahu lagi mesti merespons Pak Rega dengan cara bagaimana. Pria ini kendati menyebalkan, tetapi dia memanglah ahli dalam hal mengobservasi.
"Sebetulnya, saya nggak tertarik dengan pernikahan milik orang lain. Karena, milik saya sendiri sudah sangat menarik." Pak Rega yang sombong sekilas Dara tangkap refleks menebar satu senyum kecil. Senyum yang selalu tumbuh bila dia bicara tentang Bu Meta atau bahkan Calibra. Senyum yang juga Dara ingat ingin sekali dia semai di bibir Miko. "Namun kalau-kalau kamu perlu tahu, setiap orang tentu memiliki interpretasi tentang pernikahan mereka sendiri, termasuk kamu, Ra," imbuh Pak Rega tiba-tiba.
"Hum?" Dara menelengkan kepalanya tak mengerti.
"Secara garis besar pernikahan akan selalu sama. It's not marriage if it's easy, Ra. Marriage is one of the most difficult things to do in this world. Di sini semua masalah yang belum pernah kamu temui bisa muncul dari mana saja dan kapan saja. Why? Karena di sini nggak ada yang namanya perfect couple comes together. Yang ada pada akhirnya cuma sekumpulan orang-orang nggak sempurna yang harus belajar, belajar, dan belajar. Just because your marriage is good that doesn't mean it's not hard. Begitu pula sebaliknya. If it's hard that doesn't mean it's not still good."
"Saya hanya akan kasih tahu kamu satu kali. Nggak akan ada siaran ulangnya di lain waktu. So, dengar baik-baik!" Disuruh begitu Dara sontak membuka lebar-lebar sepasang mata beserta telinganya. Sama sekali tak terlintas apa gerangan yang hendak kembali Pak Rega petuahkan kali ini. Namun, netra Dara kontan dibuatnya kian membeliak tat kala pria itu pelan-pelan mengujar begini, "Miko bukan tipikal orang yang mau sukarela melakukan sesuatu se-ensensial pernikahan cuma demi menyenangkan seseorang. Dia nggak bisa dipaksa. Andai mempengaruhi dia semudah itu, dia nggak akan di VER hari ini. Ayahnya pasti sudah berhasil menempatkan dia di salah satu meja di kantornya yang mentereng. Maka, jika dia lakukan sesuatu itu artinya memang dia sendirilah yang mau lakukan itu."
"Prita nggak akan bertahan selamanya. Atau, mungkin sudah lama nggak ada?" Pak Rega sejenak menerawangkan matanya yang sehitam arang, sebelum tak lama justru mengeluarkan sebuah dengkusan samar. "Cuma, semua keputusan ada di tangan kamu. Karena, kamulah yang sekarang sedang menjalani pernikahan itu. Apakah kamu dapat dealing dengan kekurangan Miko? Kalau pun enggak, perpisahan bukanlah kegagalan. Itu juga bagian dari belajar dan perjalanan. Cukup puas dengan jawaban saya?" ujar Pak Rega yang barusan Dara sadari bahwa pria itu agaknya tahu mengenai apa yang tengah Dara dan Miko hadapi. "Gih, makan siang deh! Lemburan kamu siang bolong begini nggak akan saya hitung!" Lalu, begitu saja sosoknya melenggang untuk berlalu.
Meninggalkan Dara yang lantas dihinggapi oleh sebentuk presepsi bahwa pria itu memang benar. Jawabannya nggak ada pada Pak Rega. Dara juga nggak mungkin bisa dapat dari Ko Iyel seperti perkara-perkara lain yang lumrahnya terjadi. Pernikahan ini adalah tentangnya. Maka, untuk yang satu ini jawabannya hanya mampu Dara cari dan jemput melalui tangannya sendiri. Dan, agaknya dia tahu untuk mencarinya dengan cara apa.
"Ah, Ra? Nanti minta Kapravda review satu kali lagi bahan rapat sama Yasmin!" Pak Rega yang nyaris masuk lift mendadak berseru. Kali ini dia menyadarkan Dara bahwa akan ada sebongkah batu besar yang harus dia lewati lebih dulu.
***
"Siapa saya? Sepertinya sih dapat menunggu. Namun, bagaimana dengan ini?" Di sudut lain, tepatnya di dalam ruangannya, Kapravda yang tengah saling melempar granat fiktif melalui mata dengan Miko tahu-tahu menyodorkan ponselnya yang terang menyala, menampilkan satu halaman surat kabar online, ke arah pria itu.
Pria yang sedang berdiri di seberang meja tersebut pun langsung dibuatnya membelalak dalam seketika.
Kemudian, saat gantian senyum miring Kapravda yang akhirnya berhasil bertahta, ponsel Miko yang memuat nama Akhyar pun berdering nyaring di tengah heningnya ruangan.
Miko tampak sedang berang-berangnya ketika Kapravda dengan penuh percaya diri melolosi, "Saya yang menemukannya lebih dulu. Saya tidak pernah membuangnya. Dia hanya tertinggal. Dan, saya akan mengambilnya kembali. Tak peduli Rega. Tak peduli juga Anda. Ingat baik-baik!"
Serta, ya kendati berhasil melalui satu bad chapter, nyatanya the story doesn't end here.
Miko hanya nggak tahu siapa serta apa sebetulnya yang sedang dia tantang untuk perangi.
***
Kami kembali bersamaan dengan update bab 67 di sebelah ya barusan.
Bingung deh mau ngomong apa. Coba akyu tanya deh ada adegan yang kamu nanti-nanti banget nggak sih?
Terima kasih untuk doa-doa dari teman-teman dan selalu terima kasih karena dirimu masih terus tahan baca cerita alay ini 💜💜💜
Siap menenatikan sudut pandang Bwang Mikooh dalam closure nanti? 😈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro