48. Jika.
"Dara, kamu ... di sana?"
Perempuan yang tertatih-tatih melangkah sembari berpegangan pada dinding—ugh, jangan ingatkan dia tentang betapa nekat serta keras kepala dirinya karena suaminya udah melakukannya, Miko bahkan tak sekadar mengkonfrontasi keputusannya untuk ngantor, tapi pria itu juga sempat mengancam buat nggak bakalan membawa serta Dara di mobilnya, beruntunglah ancaman tersebut hanya sampai di mulut berkat satu panggilan telepon dari Pak Rega yang memang nggak punya Asisten lain sehingga sebelum Dara mati agaknya Bosnya itu tak akan mungkin rela membiarkannya berleha-leha—pelan-pelan menutup pintu emergency exit di lantai empat saat akhirnya menyahuti singkat layangan tanya dari sambungan di ponselnya, "Iya."
Ada bunyi embusan napas lega yang kemudian terdengar dari handphone yang Dara tempelkan di sisi telinga.
Entahlah. Mungkin ibu mengira Dara lah yang telah bunuh diri sampai-sampai cuma mendengar suaranya saja beliau bisa selega itu?
Ugh! Seberapa kenal sebetulnya ibu terhadapnya? Dara tak betul-betul tahu.
Lagi pula, andai boleh jujur dia tak terlalu ingin menerima panggilan tersebut pada mulanya. Actually, tuduhan Miko kapan hari soal Dara yang kerap menghindari, dan jarang menghubungi ibu memang enggaklah serta merta keliru sih.
Dara nggak pernah menyalahkan ibu atas apa pun. Sungguh! Seberapa buruk pun hidupnya itu bukan salah ibu yang telah bertaruh segalanya untuk melahirkannya. Dara mengerti bahwa bukan hanya dia yang kesulitan. Dia paham bahwa her destiny is in her hands. Dia bersama Tuhan adalah creator utama dari segala takdir-takdirnya.
Yah.
Meski begitu, Dara juga tak akan mengelak jika hubungan dia dan ibu memang nggak lekas membaik selepas peristiwa di hari itu. Hari yang bagai selajur tali, yang lantas membentang guna mencipta tak hanya jarak, tapi juga kecanggungan di antara Dara dan ibu. Hari di mana Dara tiba-tiba saja dicap sebagai Si Tukang Bohong. Hari yang ....
"Ra, Ibu nonton di tivi. Nak Miko ... enggak begitu kan?"
Hari yang ... mungkin sama buruknya dengan hari-hari yang dilalui Miko saat ini.
Maka, wajar ibu khawatir. Menantunya mendadak viral. Namanya diberitakan di mana-mana. Bukan gara-gara terkenal sebagai Pengusaha Muda berprestasi, tapi sebagai seseorang yang katanya, menjadi sebab bunuh dirinya Selebriti. Mana gosipnya dia ada main api sama dua wanita pula. Andai dulu ibu punya cukup uang untuk menggelar hajatan di Randusari, sekarang ini beliau mungkin sedang sibuk menyelamatkan muka sang menantu kesayangan dari bibir-bibir julit para tetangga. Sayangnya, jangankan tahu kalau yang masuk berita itu adalah menantunya, kebanyakan orang di kampung itu boleh jadi justru belumlah tahu bila Dara udah resmi menikah.
Lagian, ya ... sejak kapan sih Dara sepenting itu? Nggak ada yang peduli dengan apa yang mampu dicapainya. Orang-orang mau sampai kapan pun agaknya akan lebih tertarik mengungkit soal betapa tak beruntungnya dia yang dibuang oleh ayahnya, atau seberapa gatelan ibunya, atau ... betapa Pembohong seperti Dara harusnya enggaklah perlu punya masa depan yang cemerlang!
Dara ... udah cukup kenyang menelan serba-serbi sejenis itu yang terus hadir dalam menemaninya tumbuh dewasa.
Jadi, sewaktu dia mengulas balasan ini nada bicara yang terus dalam kendalinya tetap terjaga ketenangannya, "Kan Ibu yang lebih tahu 'Nak Miko'. Ibu sering ngobrol sama orangnya kan?"
Menurut bocoran Kim yang suka dicurhati Cik Erika yang Dara ketahui belum lama ini, menantu Ibu Sajani itu infonya selain rajin nanyain kabar minimal seminggu tiga kali, juga sesekali kerap mengirimi paket berisi obat-obatan dan suplemen. Tak lupa dia pun sering menyisipi info fiktif dengan ngaku-ngaku kalau itu titipan Dara. Kapan Dara pernah cerita kalau ibunya sering menderita sakit tulang? Kapan Dara ada minta beliin sesuatu sama Miko?
Dih! Dara yang seminggu mengabaikan panggilan ibu saja sampai dia katain Tukang Bohong? Nyatanya, pria itu bahkan nggak jujur-jujur amat! Tukang menyimpan rahasia! Dasar!
Lalu, dari balik sambungan sana, tak lama Dara bisa mendengar ibu menggumam. Entah perasaannya saja atau bukan, tetapi suara Ibu terdengar lebih tua dari yang terakhir Dara tadahi.
"Ra ...? Ibu nggak tahu tentang rumah tangga yang kalian jalani. Tapi, sungguh, Ra. Ibu sumpah! Nak Miko itu ... baik. Dia betul-betul baik sekali."
Dara sengaja tak menanggapi. Selain sebab dia tahu bila omongan ibu masih belum selesai. Toh, penilaian itu juga tak jauh berbeda dengan penilaian Dara atau bahkan penilaian-penilaian orang-orang di divisi yang pria itu gawangi di VER.
"Iya sih, kadang-kadang Nak Miko kelihatan agak canggung kalau ngobrol. Tapi, tahu nggak, Ra? Kapan hari waktu katanya dia ada urusan kantor di Klaten, Nak Miko mampir ke Semarang."
Dara refleks melipat kulit di dahinya. Klaten? Memangnya ada acara VER yang digelar di Klaten? Di luar satu Pabrik di Serang, memang sih VER punya satu Pabrik juga di Jawa Tengah. Cuma, buat apa Miko berkunjung? Dara nggak ingat ada event kok. Lagi, Klaten ke Semarang jaraknya tentulah nggak sama dengan jarak dari Kebagusan ke Senayan loh ya!
"Abang ... ke rumah?" tanya Dara hati-hati, selepas menebak-nebak tapi tak menemukan konklusi yang pasti. Atau, ya ... menemukan sih, tapi Dara takut jika lagi-lagi dia ternyata salah. Dara nggak ingin kembali terlalu ke-geeran atau malah suudzon.
Di sebererang sana ibu lantas bergumam membenarkan. "Sekitar dua minggu sehabis kalian menikah. Ibu ingat sekali. Karena, hari itu di sini Nak Miko banyak bantu-bantu. Dia juga manjat genteng rumah loh. Ibu sampai takut dia jatuh. Mana dia kan orang kota, Ibu pikir nggak bisa kerja kasar. Cuma, ternyata dia bisa banyak hal."
Melalui intonasi yang ibu pakai saja, Dara bisa tahu kalau beliau mengatakannya sambil tersenyum. Sekagum itukah ibu pada mantu kesayangannya itu?
Dara hampir-hampir mencebik saat telinganya kembali mendengar sambungan perkataan ibu yang terkesan lebih serius, "Ra ... Ibu percaya bahwa laki-laki yang waktu itu datang sendiri untuk menemui Ibu dan berjanji akan bantuin Ibu buat jagain kamu ... nggak bakalan berkhianat kayak yang di berita. Ibu memang nggak menjalani pernikahan yang sekarang sedang kamu arungi. Jadi, Ibu enggak tahu apakah dia suami yang baik atau bukan? Tapi, sebagai laki-laki ... bagi Ibu, dia adalah salah satu yang paling baik, Ra. Kamu ...."
"Nggak papa, Bu," gunting Dara tanggap sebelum ibu dan kalimat-kalimatnya makin menjalar ke mana-mana. Oh, ayolah! Branding Miko sebagai menantu kesayangan sepertinya udah sangat berhasil. Nggak heran dia jago menjual produk-produk VER, mempromosikan dirinya sendiri aja dia cuma butuh empat bulan demi menguasai pasar sepenuhnya!
Dara mengisi paru-parunya dengan banyak-banyak oksigen, sebelum meniupkannya samar dari sedikit celah yang dia bentuk di mulut tepat sewaktu akhirnya dia menukas tegas, "Abang ... juga pasti akan baik-baik aja. Ibu nggak usah cemas. Kalau Ibu yang nggak ketemu tiap hari aja sama Abang bisa yakin berita itu palsu, apalagi aku yang memang udah kenal Abang bertahun-tahun kan? Kami ... baik-baik aja, Bu."
Ah, kenal Miko, ya? Seberapa kenal sih emang? Seremeh ukuran celananya tahu? batin Dara mengejek.
Namun, Dara jelas enggak memiliki waktu untuk ribut dengan dirinya sendiri. Demi menerima telepon ibu, dia bahkan terpaksa harus meninggalkan beberapa laporan keuangan yang harus segera ditembuskan pada Pak Rega. Belum lagi situasi di VER yang masih terasa kacau. Banyak hal yang harus Dara hadapi.
Perempuan itu nyaris kembali bersuara untuk mencari alasan guna menyudahi panggilan. Namun, ibu menyalipnya cepat seraya mengujar, "Ya sudah. Ibu tenang kalau kalian memang nggak apa-apa." Terselip jeda sejenak, sebelum tahu-tahu ibu berujar rendah, "Em, Ibu nggak pernah menikah, Ra. Jadi, Ibu nggak tahu banyak. Rasanya Ibu juga nggak pantas kalau mau ngasih nasihat soal pernikahan. Yang jelas, menikah berarti komitmen untuk bersama-sama baik di waktu-waktu buruk atau sebaliknya. Jangan mudah tenggelam oleh badai ya, Ra? Lalu, meski selama ini Ibu nggak banyak bantu. Tapi, kalau ada apa-apa Dara bisa kapan pun hubungi Ibu. Selamanya, Ibu bisa selalu jadi tempat Dara kembali."
Dara mendesah bukan karena lelah, tetapi gelisah. Entahlah. Bicara soal badai yang tengah dia lalui, dia jadi ingin mengonfirmasi sesuatu. Dara sedikit membasahi bibirnya yang bahkan masih basah bekas dia touch-up ketika lamat-lamat dia memanggil lirih, "Bu ...?"
"Iya, Ra? Kenapa? Ada yang mau kamu bilang lagi ke Ibu?"
Dara menggulirkan bola matanya ke lantai tangga darurat yang kondisinya cukup bersih, mungkin emang karena jarang banget dipakai orang berlalu-lalang. Itulah mengapa menelepon di sini terasa bahkan jauh lebih aman dari di bilik toilet yang Dara mungkin bisa saja kena gap lagi oleh anak-anak VER layaknya kapan hari dia ketahuan muntah oleh Arwinda yang lantas mengiranya macam-macam. Maka, Dara tak terlalu cemas meski suaranya sedikit bergema waktu meloloskan, "Orang itu ... nggak nyinggung apa-apa?"
"Gimana? Orang itu ...?" Ibu terdengar bingung. Sepertinya, memang nggak ada sangkut-pautnya dengan orang yang ada di Semarang, yang kerap minta-minta uang pada ibu. Namun, jika orang itu belum tahu mengenai Kaprvda yang balik lagi, itu berarti ....
Dara menggelengkan kepalanya. "Ah, lupain aja!" sergah Dara lemah. "Jangan lupa vitamin dari Kim rutin diminum. Katanya, Ibu mau natalan di tempat Mama kan?" halaunya ekstrem.
"Oh, soal itu ... iya. Maafin Ibu ya, Ra? Niatnya, pas Mbak Mita nawarin Ibu mau langsung ngabarin kamu. Ibu beneran lupa. Nggak papa kah Ibu ke Jakarta? Atau, kamu sama Nak Miko udah ada rencana sendiri mungkin? Biar Ibu tetap di rumah aja kalau begitu."
"Bu?"
"Iya, Ra? Ibu di rumah aja?" tanya ibu terdengar kikuk. Agaknya beliau betul-betul merasa bersalah karena nggak lebih awal ngasih tahu Dara.
"Kalau Mama yang undang ...." Dara berdeham demi mengurai kerikil tak kasat mata yang sempat seolah menggajal di lehernya. "Ya ... berarti nggak papa."
"Jadi, Ibu boleh datang?"
"Kalau Ibu mau." Dan, kalau Dara masih jadi menantu Mama Asmita hingga hari itu, saat natal tiba.
Berikutnya, tanpa salam penutup atau basa-basi lebih lanjut panggilan mereka pun berakhir.
Dara udah buru-buru mendorong pintu tangga darurat untuk kemudian justru menemukan sosok Miko dan disusul oleh Kapravda yang berjalan cepat-cepat, melintas menuju ruangan Pak Rega.
Ini ....
Ada apa lagi gerangan ...?
***
Kami kembali.
Maaf ya belum bisa update bab 60. Karena, belakangan tumbang melulu. But, diusahakan dalam waktu dekat-dekat ini lah. Kamu juga jaga kesehatan selalu ya apalagi belakangan cuaca lagi plinplan banget kayak libra mentang-mentang ini udah di bulannya para libra 😭
Mau tahu dong, kamyu punya bab favorit nggak nih di cerita ini? Dan, kenapa? Wkwkwk.
Spoiler lagi dong Sim buat bab 60? Spoiler-nya udah diwakilin sama Ibu. Kembali wkwkwk. Apanya yang kembali? Ya dibaca sendiri nanti deh ya.
Ingat, Ra. Kamu bisa selalu kembali kapan pun 😈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro