"Masih nggak mau makan? Dih! Kebiasaan jaman bocil betah amat dibawa-bawa!" gerutu Maula yang baru kembali dari luar untuk mengambil delivery-an JFC. "Tahu nggak, Ra? Nih ya, Abang pas mulai SD udah sering banget sok-sok mogok makan gini kalo lagi stress! Baru mau makan kalo Mama yang nyuapin! Cih, ya kali dia udah segede toren gini masih pengen disuapin Mama?!" bebernya ketika ikut bergabung buat lesehan dekat kolam renang bersama Dara, sambil membuka-buka wings bucket juga burger crispy pesanannya.
Dara yang mendengar itu sontak meringis keki. Tangannya masih memegangi sendok yang dia pakai guna mengaduk sop ayam bikinan Mama yang belum lama ini Dara boyong dari meja makan. Sementara, subjek yang tengah mereka bicarakan masih saja tampak anteng duduk sembari memainkan ponsel di atas satu-satunya sofa yang mengelilingi meja mereka.
"Mana nanti kalo sakit paling-paling ya ngerepotin Mama lagi. Minta diusap-usap kepalanya, hih!" Kali ini Maula mengatakannya sembari memeletkan lidah ke arah Miko yang akhirnya menyerah, dan menolehinya.
"Apa sih lo? Berisik aja!" omel pria itu dengan sebuah bantal yang lantas melayang hingga sukses membentur wajah Maula.
"Ihhhh, Abang KDRT!" jerit Maula. "MAMA NIH ABANG NIH MA JAHATIN AKUUUU!" adunya kemudian bersama ekspresi yang sungguh drama.
"Maulaaa!" Suara Mama Asmita melantang dari arah dapur. Kalau nggak salah Mama lagi bikin capcay kuah yang memang salah satu makanan kesukaan Miko, tadi Dara mau bantu, tapi Mama dengan sigap menolak karena menurut beliau dengan apa yang terjadi hari ini di kantor tentulah Dara juga ikutan capek. Jadi, beliau menyuruh Dara untuk menemani Miko aja buat duduk-duduk. "Kasihan Abang lagi ribet itu jangan kamu bercandain terus ah!" lerainya.
"Ribet juga ribet dia bikin sendiri! Iya nggak, Ra?" pungkas Maula sambil menyerahkan satu burger yang telah ia kuliti wrapping paper-nya kepada sang kakak ipar.
Lagi-lagi Dara yang sesekali melirik Miko cuma meringis saja.
"Eh, iya ... Pamela bukannya pacarnya Savalas? Model nggak laku yang kabur sambil bawa duit 2 M!" ungkap Maula bersama gigi-gigi yang kini aktif mengunyah chicken wings. Uh, padahal dia baru makan malam pake sop ayam, tumis brokoli, sama tempura udang loh ya. Untung saja Mbah Nung sedang diajak Pakde Kuncoro buan ngadain perayaan kecil-kecilan untuk cicitnya yang baru aja menang lomba gambar di TK, jika enggak Maula pastilah udah diceramahi habis-habisan gara-gara jajan di luar padahal Mamanya udah masak banyak.
"Kamu tahu?" Dara menimpali bersama nadanya yang penasaran. Dia yang tadinya hendak menggigit burger-nya bahkan langsung mengurungkan niat.
Dengan mulutnya yang penuh ayam Maula lantas menyengir lebar. "Temen gue emang pada kucrut semua nyampe-nyampe nggak ada yang mau bagi-bagi gue loker, tapi urusan gosip mereka selalu bisa diandelin," jelasnya. "Walau kadang nggak semuanya bener, tapi kalo soal Pamela dan pacarnya ini gue yakin akurat sih, meski faktanya berusaha ditutup-tutupin sama Donald Harris."
"Ah, Pamela punya hubungan sama Pak Donald Harris?" timpal Dara.
"Eits! Namanya aja Pamela Harris, doi cucunya!" balas Maula, kali ini sambil melomoti tulang. "Kenapa? Lo kenal Donald Harris?" lanjutnya bertanya.
Dara kembali melirik Miko yang tampak nggak tertarik terhadap pembicaran yang melibatkan Dara dan Maula. Apa karena apa yang tengah mereka bicarakan ternyata pria itu pun udah tahu?
Oh! Entahlah.
Dara mengangguk menjawabi Maula. "Pas itu pernah ketemu waktu dampingin Pak Rega meeting. Dan, jelas-jelas beliau lebih punya power dari Pak Rega."
"Nah, itu dia! Posisinya ada di 25 besar orang terkaya di negeri ini! Bang Rega aja bukan tandingannya!"
"Tapi, bukannya gosip yang muncul hari ini bisa ngerugiin Pak Donald juga? Bagaimana pun Pamela keluarganya kan?"
"Emang. Makanya, kalo didiemin habis ini pasti bakal muncul berita yang akan menyelamatkan muka Pamela dan bikin Bang Miko tambah blangsak!"
Dara untuk ke sekian kalinya refleks memanjangkan netranya demi memindai Miko yang sekarang agaknya sedang sibuk berbalas pesan, terlihat dari jarinya yang mengetik secara cepat di layar.
"Terus gimana dong?" gumam Dara tanpa sadar.
"Halah! Yang punya masalah aja masih bisa-bisanya betah mogok makan! Biarin deh ngapain juga kita yang puyeng?" sindir Maula sambil mendelik ke arah Miko.
Namun, Dara tentu nggak mungkin tega membiarkannya. Mama Asmita saja tadi pas masak sampai salah masukin bumbu sehingga percobaan capcay kuah pertamanya berakhir dengan amat keasinan. Beliau pastilah sangat kepikiran biar pun sejak mereka pulang, bibirnya tiada henti menebar senyum kecil yang seolah ingin menenangkan.
Belum lagi jika nanti Mbah Nung pulang dari Bagor serta tahu soal masalah ini. Siapa yang bisa menebak apalagi yang bakal beliau sangkakan kepada Dara?
Ah, jangan lupakan juga mengenai situasi di kantor di mana tadi sore saja sewaktu dia menunggui Miko di depan lorong departement sales and marketing buat balik bersama-sama, entah udah berapa banyak orang yang melintas di depannya sambil bisik-bisik buat menggunjingkannya dan Miko. Dara berdasarkan kebiasannya, mungkin masih bisa menahannya, tapi Miko? Bukan cuma kalimat-kalimat bernada sensi, kalimat bernarasi penghinaan pun sempat Dara dengar sendiri orang-orang tujukan kepada Miko bak Miko memang adalah pembunuhnya.
Sehingga sehabis mendesaukan udara dari celah bibirnya, Dara kemudian coba berkata, "Tapi, La ... menurut kamu, kalo Mbak Pamela ngomong sendiri kalo dia nggak ada hubungan sama Abang gimana?" Kali ini, Dara hanya menatap Maula. Jadi, dia tak tahu apakah Miko sempat menengokinya atau nggak saat dia berkata begini. Namun, mengingat betapa sedang fokusnya pria itu dengan dunianya ... agaknya sih enggak.
"Ya, bisa sih cuman emang orang bakal percaya? Dia nih Model trouble maker juga loh selama ini. Haters-nya ada banyak!"
"Iya sih," Suara Dara terdengar melesu, sebelumnya intonasinya berhasil sedikit naik sewaktu buru-buru menyambung antusias, "Atau, bisa aja percaya kalo dia nampilin muka calon suaminya?"
"Kan calon suaminya udah kabur."
Bahu Dara sontak terkulai. Sedang, Maula yang melempar secara beringas tulang ayamnya ke plastik wadah sampah cepat-cepat melemparkan tatapannya ke arah Miko demi kemudian bicara, "Bang, kata lo ini ada hubungannya sama Kavi nggak?"
Pertanyaan yang membingungkan bagi Dara sebab tahu-tahu Maula menyeret serta nama suami Prita. Namun, tentu enggak bagi Miko yang melalui satu kalimat itu saja spontan meninggalkan kesibukannya guna memandang balik Maula.
"Kenapa lo bisa mikir ke sana?" Bahkan pria itu juga langsung melontarkan tanya loh ya. Seolah tebakkan yang diusung Maula sambil mencatut nama suami Prita begitu menariknya atau justru mengganggunya? Entahlah.
Dara hanya diam sembari menyimak Maula yang lantas menyahut, "Baru-baru ini di tongkrongan gue denger, ada salah satu kenalannya teman gue yang hilang gara-gara urusan sama Kavi." Info tersebut sebelumnya sempat Dara dengar lebih dulu dari Maula ketika gadis itu memperingati Dara supaya mengingatkan Miko agar berhenti cari masalah sama Kavi. "Mungkin nggak sih kalo ternyata orangnya itu ... Ayumi Sarasvati?" lanjutnya menebak.
Miko sendiri yang sejak tadi duduk menyender pada punggung sofa malah otomatis terdiam bersama rautnya yang seakan tengah ikut menerka-nerka.
"Dan kalo bener itu ada kaitannya sama Kavi, lo yakin itu kasus bunuh diri, dan bukannya ... pembunuhan?" ucapan Maula dalam nada rendah yang kontan membikin baik itu Dara atau Miko menegang di tempatnya masing-masing.
Oh, come on! Pembunuhan?
Betulkah Miko terseret dalam kasus yang seserius serta mengerikan macam begitu?
Apabila penuturan Maula benar, bukankah itu berarti Miko bisa saja tengah berada di sebuah lingkaran bahaya? Entah apa masalahnya dengan Ayumi Sarasvati sehingga pria itu perlu melakukan tindakan keji. Namun, bagaimana pun dalam hal ini Kavi juga masihlah suami Prita. Pria itu bahkan masih erat-erat merangkul bahu wanita itu semasa Dara melihatnya di Amera Clinic. Lalu, Miko ... dia jelas-jelas ikut campur dalam rumah tangganya. Dia berupaya membantu Prita yang sedang mengalami KDRT. Bagaimana kalau benar Kavi menyadari ini dan berniat membalas Miko? Enggak kah ini ... sangat berbahaya? Kendati, tentu bisa saja tebakkan Maula sama sekali nggak tepat.
Yah.
Pembunuhan ... em, kayaknya berlebihan nggak sih? Kavi emang nyeremin, tapi sungguhkah pria itu bisa membunuh orang?
Dara terus menggeleng-gelengkan kepalanya demi mengusir bibit-bibit hipotesa negatif yang rasanya begitu berondong-bondong berputar dalam otaknya.
"Nggak usah ngaco deh lo! Kurang-kurangin nonton film dan banyakin kerja!" Kemudian, sahutan Miko ini entah mengapa sanggup untuk mendorong lepas napas Dara yang tadi sempat bagai tersumbat.
"Dih! Mau elo denial juga, kemungkinan itu tetap ada, Bang! Kavi aja sanggup nyaris ngebunuh anaknya sendiri yang ada di perut Prita, apalagi yang cuman orang lain?!" kekeuh Maula.
"Makanya, udah sih nggak usah lah lo sok-sok pahlawan bantuin Prita segala! Oke, niat elo emang baik. Tapi, kalo malah berbalik ngebahayain buat diri lo sendiri?" lanjut cewek itu menebar presepsi. "Kalo Prita mau sedikit aja berani untuk cerita ke orang tuanya, mereka pasti bakalan bantu, Bang. Ya kali ada orang tua yang rela anak kesayangannya disiksa nyampe begitu? Mau dikata keluarga Kavi Politikus Senior yang bisa nganterin mereka dengan mulus ke parlemen kek, anak pasti lebih berharga!
"Dan, lo bisa lepas tangan untuk mengurusi mantan untuk jalanin rumah tangga lo sendiri bareng Dara dengan sakinah mawadah warahmah, kalo kata Bang Rega mah," tutup Maula yang sontak membagikan pandangannya sama rata baik kepada Miko yang mendecih juga Dara yang bingung hendak bereaksi apa?
"Please, Bang." Akan tetapi, agaknya terlalu dini untuk mengira Maula udah berhenti. "Emangnya lo nggak kasihan apa sama Dara kalo ntar lo mati di tangan Kavi?" ujarnya kemudian membikin Dara yang mendengar refleks melebarkan matanya. "Kalian nikah bahkan belum ada genap setengah tahun loh! Tega lo kalo nanti Dara jadi janda?!"
"Mingkem aja bisa nggak? Makin ngawur lo!" tukas Miko sembari mendesah jengah.
"Bang gue cuman khawatir kalo probability itu nyata! Elo nggak mempertimbangkan perasaan Mama apa? Papa? Mbah Nung? Istri lo ... Dara, nggak lo pikirin kecemasan kami?"
"Terus, menurut lo gue boleh tega untuk biarin Prita sama anaknya yang mungkin aja juga bisa mati?"
"Bang!" Dara melihatnya saat mata Maula yang normalnya bercahaya ceria berubah memerah entah efek amarah atau menahan tangis. "Iya kalo yang diincer Kavi ternyata elo, okelah elo mungkin nggak sayang sama nyawa lo! Tapi, gimana kalo gara-gara tindakan lo ini justru Dara lah yang kena imbasnya? Gimana kalo Kavi nyasar dia juga? Gimana kalo gara-gara elo ini, istri elo lah yang justru mati?!"
"Berarti itu lo yang udah nyumpahin dia," itu Miko ucapkan dalam desisan pelan, tapi entah mengapa rasanya begitu kuat menancap di relung hati Dara.
Jujur, sebelum ini Dara yang telah mengerahkan tenaganya secara habis-habisan hanya demi hidup sekali lagi besok, dan besoknya, lalu besoknya, tak pernah lagi berpikir kalau kematian bisa sedekat itu.
Namun, mendengar Miko bicara seperti itu barusan entah mengapa seolah memukul Dara tepat di wajah bahwa ... apakah selama ini memang cuma dirinya sendiri yang menganggap jika dia masih perlu hidup? Untuk itu dia bahkan rutin mengunjungi Ko Iyel demi terus bisa berpikir waras.
Betulkah kehidupannya memang enggak pernah sepenting itu bagi orang lain?
Sungguhkah kehadirannya benar-benar tak berbekas bagi orang lain?
Sehingga, tak apa bila pun pada akhirnya sama seperti kata Miko, Dara lah yang mesti berkorban nyawa?
Begitu kah? Sungguh?
***
Kami kembali udah satu minggu ya? Cepet juga ya 😳😳😳
Bagaimana sampai hari ini udah ada 42 bab yang terunggah, apa yang kamu pikirkan tentang cerita ini dan tokoh-tokohnya? Drama banget kan? Macem sinetron belum? Jangan berekspektasi terlalu tinggi ya.
Sampai jumpa besok di sebelah jangan nih? 😈😈😈
Terima kasih udah menunggu dan membaca cerita ini. Terima kasih untuk dukungannya yang luar biasa selalu 💜💜💜
Kalo Minggu ya Bwang siboook 😈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro