32. Rooftop.
Sepertinya bukan cuma Dara, nyaris seluruh karyawan di VER tentulah bakal satu suara sih untuk menganggap bahwa rooftop garden milik VER adalah bagian terbaik dari kantor ini. Maka, nggak heran jika tempat itu tak pernah sepi. Mulai dari pagi di mana segelintir orang akan menyantap sarapan mereka atau sesederhana ngopi-ngopi sambil menunggui jam masuk kantor. Bahkan saat jam operasional sekali pun kadang juga ada Tim yang brainstorming di sana. Beuh, apalagi kalau siang nggak perlu ditanya, orang-orang yang nge-take away makanan atau pesen via ojol, dibanding maksi di pantry lebih seringan makan di rooftop secara berkelompok.
Pokoknya, rooftop garden yang katanya sengaja di-design oleh salah satu rekan Bu Zianne—Ibu sekaligus President Director yang menjabat dalam periode sebelum Pak Rega—ini merupakan primadonanya anak-anak VER.
Oleh sebab itu, begitu beberapa saat lalu Dara mendorong pintunya dia sontak dibuat cukup terhenyak karena, di sepanjang mata memandang sama sekali nggak dia dapati kepadatan yang biasanya terjadi di rooftop garden tersebut.
Ke mana perginya orang-orang di jam istirahat ini? Nggak mungkin kan mereka semua makan di warung ketoprak yang tadi juga Dara kunjungi? Oke, sebagian divisi khususnya PR boleh jadi masih tengah sibuk-sibuknya mengurusi insiden yang tiba-tiba menyeret nama perusahaan hari ini, sehingga tak heran bila mereka pada telat rehat. Namun, karyawan lainnya? Ah, jangan-jangan mereka mendadak malas makan di kantor? Dalam situasi panas ini tentu lebih baik makan di luar kan? Bisa bertemu orang-orang dari kantor lain, terus saling berbagi gosip ter-hits deh. Ya, it's normal. Sebagian manusia wajar untuk melakukan hal-hal semacam itu.
Lagi, ya apa yang orang lakukan sama sekali bukan urusan Dara! Sebab, satu-satunya urusan Dara saat ini jelas-jelas adalah ... Jatmiko Sadewo.
Yah.
Dara refleks menghidu udara siang bolong kota Jakarta yang tak terik-terik amat, mungkin gara-gara gedung VER sendiri memang nggak tinggi-tinggi banget—bedanya lebih dari tiga puluh lantai malah dari Feliang Tower yang ada di sisi kiri—selain itu, sekitar seperempat bagian dari rooftop garden ini dipayungi pergola kayu yang dirambati oleh happy ivy serta petrea volubilis, di mana bila sedang berbunga warna ungunya betul-betul mampu memanjakan mata. That's why tak ubahnya yang udah Dara bilang, rooftop ini special bagi anak-anak VER.
Lalu, balik lagi ke Miko, Dara bersama keberanian yang ia suntikkan banyak-banyak ke dalan dirinya lantas mulai menjejakkan satu per satu langkahnya secara tangkas demi menginjak wood decking yang mengarah ke pojokan rooftop, di mana saat ini Miko tampak tengah terduduk seorang diri di atas semacam kursi yang dibuat dengan meterial tembok beton.
Dara mematutnya lurus-lurus ketika pria itu agaknya belum menyadari tentang kehadirannya di sana. Dan, bahkan hingga Dara berhasil menghentikan laju tungkainya dalam jarak mungkin kurang dari satu meter dari posisi pria itu duduk, Miko masih saja betah guna merundukkan dalam-dalam kepalanya. Persis sekuntum bunga yang layu.
Jujur saja, di sepanjang perkenalan mereka Dara hampir-hampir nggak pernah menemukan gesture ini muncul pada diri Miko. Oh! Come on! Jika Pak Rega yang seolah nggak takut apa-apa itu, bisa dibilang manusia yang sungguh narsis dan kepedean maka, Miko adalah manusia yang self-esteem-nya bak tembok yang tak sanggup diruntuhkan. Pun, courageous udah macam nama tengahnya!
So, ya ... saat dia sampai bertingkah begini, itu berarti tampaknya kesulitan tersebut memang nyata, telah sukses meretakkan tembok pertahanan Miko.
Lalu, tanpa sadar Dara mulai meremas pegangannya pada kantung keresek. Entahlah. Belakangan Miko memang kerap kali bikin ulah yang menjengkelkan, Dara juga sering kecewa akibat hal-hal yang pria itu putuskan dengan sesuka hati. Namun, masalah yang menimpa Miko nggak kah terlalu pelik? Pria itu bahkan masih ribet membantu persoalan mengenai Prita. Lalu, sekarang namanya tahu-tahu tercatut begitu saja sebagai sebab dari kematian seseorang.
Dara tahu betul seperti apa rasanya ada di posisi Miko kini, di mana orang-orang yang menudingnya terus saja mengecapnya berbohong, kendati apa yang keluar dari mulut Dara seluruhnya adalah kebenaran.
Sungguh ironi!
Kemudian, Dara kembali samar-samar menghela napasnya sebelum lidahnya berangkat pelan-pelan untuk merangkai kata, "Bang Miko ...?"
Seseorang yang dipanggilnya sontak mendongak. Sorot Miko yang resah sempat terperangkap dalam netra Dara, hingga tiba-tiba pria itu justru buru-buru memutus kontak dan beranjak. Miko bahkan nyaris berbalik guna meninggalkan Dara saat melalui satu tangannya yang kosong Dara bergerak sigap demi mencekal lengan pria itu.
"Sepuluh menit," ucap Dara ketika Miko melirik tak suka ke arah cengkeraman tangan yang mengikat mereka. "Oke, lima menit!" sambung Dara buru-buru begitu dia merasa kalau Miko hampir menghempas tangannya. "Aku mau di sini sama Abang lima menit. Bisa?"
Pria itu tak mengatakan apa-apa, tapi karena nggak ada tanda-tanda jika dia ingin kembali memutus keterkaitan di antara jari-jemari mereka, Dara pun segera menyimpulkannya sebagai suatu bentuk persetujuan.
Sambil membawa Miko untuk mendekati bangku yang tadi pria itu tempati, Dara melalui tenaganya yang mendadak bak mampu memindah Monas kontan berupaya buat mendorong Miko agar kembali duduk di sana. Meski pria itu beberapa kali memberontak enggan, tetapi toh berbekalkan kalimat sejenis ini:
"Waktu aku cuman lima menit loh, Bang nanti habis." Akhirnya, Miko yang boleh jadi udah lelah terhadap seluruh gempuran masalahnya, memutuskan buat menuruti Dara.
Dara tentu saja kontan menjereng satu senyum tipis di atas bibir berkatnya. Sembari ikut duduk di samping Miko, perempuan itu lantas mengulurkan sebelah tangannya yang memegang keresek berisi ketoprak juga ice lemon tea ke hadapan wajah Miko.
"Abang tadi pagi berangkatnya nggak sempat sarapan kan?" cetus Dara yang sewaktu di meja makan sampai harus mendapat satu sesi ceramah singkat dari Mbah Nung, yang mengaggapnya nggak pengertian gara-gara membiarkan suami pergi begitu saja tanpa ada lebih dulu mengisi perut.
"Saya nggak lapar," tukas Miko datar.
"Mulut Abang mungkin emang nggak, tapi cacing Abang pasti lapar."
"Saya nggak pengen makan, Sandara," ulang Miko yang kali ini intonasinya udah mulai ditekan.
Dara spontan menarik dalam-dalam napasnya. Bicara bersama Miko terang nggak pernah mudah kan? Namun, Dara tentu enggan menyerah. Dia masih berusaha menego, "Bang ... tapi nanti kalo Abang sakit gima—"
"Jika pun saya sakit, saya nggak akan ngerepotin kamu. Sakit saya urusan saya," gunting Miko tajam.
"Oke, anggaplah sakit Abang memang urusan Abang," salin Dara sembari mengangguk-angguk. "Tapi, aku punya waktu lima menit di sini, dan aku mau lima menit itu dipake buat lihat Abang makan di depan aku," sambungnya tegas.
"Kamu nggak dengar dari tadi saya ngomong apa? Budek?" sinis Miko. "Berapa kali saya harus ngulang kalau saya nggak mau?"
"Iya, terserah Abang mau anggap aku gimana. Mau budek kek, nggak punya malu kek, whatever!" pungkas Dara santai. "Yang jelas, aku bakal suapin Abang kalau Abang terus nggak bisa diajak kerja sama kayak gini!" ancam Dara yang tangannya mulai menarik karet dari kertas pembungkus ketoprak.
"Sandara!" geram Miko sambil menggeretakkan giginya kasar. "Bisa kamu tinggalkan saya sendiri saja?" imbuhnya jengah.
"Kenapa Abang harus sendiri?" timpal Dara. "Biar Abang bisa bebas terpuruk kayak tadi?" tebaknya.
"Saya nggak pernah terpuruk."
"Bagus kalo gitu! Jangan terpuruk!" ujar perempuan itu dengan suaranya yang bahkan bergema di seantero rooftop. "Orang-orang itu ... nggak boleh menggoyahkan Abang karena mereka bahkan nggak kenal Abang!"
"Terus, kamu kira kamu kenal saya?"
Bukannya tersinggung terhadap ucapan Miko yang terlontar dalam nada meremehkan, Dara justru otomatis mengembangkan satu senyum kecilnya. "Entah. Tapi, ada satu hal yang aku tahu nggak pernah hilang dari diri Abang sejak pertama kita ketemu."
"Apa?" respons Miko acuh tak acuh, atau ya lebih kepada ingin pembicaraan ini lekas berakhir sih agaknya.
"Abang baik," ungkap Dara pendek yang sontak Miko dengkusi. "Serius! Apa namanya buat orang yang suka rela balikin emas padahal emas itu udah hilang berhari-hari?"
"Ya, karena saya bukan orang kekurangan uang sehingga harus ngutil kalung kamu!"
"Oh, ya? Bukannya itu karena itu Bang Miko?"
"Hm?" Miko mengerutkan dahinya, tampak tak mengerti terhadap apa yang sesungguhnya tengah coba Dara sampaikan?
"Karena, itu Abang yang nemuin kalung aku makanya rosario itu kembali." Miko mendadak diam mendengarnya.
"Terus, emangnya ada ya bukan orang baik yang mau traktir transport sampai nyaris ngeluarin duit seratus juta?" Dara menggelengkan kepalanya. "Tapi, karena itu Bang Miko akhirnya aku bisa ke Hoi An dan lihat festival lampion pertama di hidupku." Lalu, terselip beberapa detik jeda. "Makanya, sebab Abang jelas-jelas sebaik itu seharusnya Tuhan akan kasih kemudahan bagi Abang buat mengurai kesalah pahaman yang terjadi hari ini. Aku percaya, Abang akan temuin jalan keluarnya. Dan, sebelum kita pikirin jalan keluarnya sama-sama, Abang mesti makan ketopraknya dulu supaya otak Abang mikirnya lancar! Ayok, aaaaaa!" Dara yang panjang lebar bicara lantas mengarahkan begitu saja satu sendok plastik yang memuat satu potong lontong ke arah mulut Miko.
"Kamu pikir saya bayi?" desis Miko.
"Ah ... iya, Abang kan Bapak bayi, ya?" Kemudian, perempuan itu terkekeh, tapi karena di depannya ternyata Miko nggak menganggap itu lucu—ugh, pria itu bahkan langsung menunjukkan ekspresi terganggu yang kental—sehingga tawa Dara pun praktis lenyap.
"Ya, udah ayok dimakan, Bang? Ini tadi aku udah request sama Mbak yang jualnya suruh banyakin cabenya loh," beber Dara, masih sabar menaruh tangannya untuk menggantung di sekitaran dagu Miko. "Kalo emang nggak enak, makan sesuap ini juga nggak papa deh. Lagi pula, waktu aku yang lima menit juga udah mau habis. Yuk, Bang, yuk?"
Namun, bukannya membuka mulutnya demi melahap isi dari sendok yang Dara julurkan, Miko justru membuka untuk kemudian bicara, "Kamu semalam diantar Mas Linggar?"
"Hah?" Saking kagetnya Dara bahkan refleks memelototkan matanya. Untung saja sendok di tangannya nggak sampai terjatuh.
Lagi, ya gimana dia nggak terkejut coba? Barusan mereka lagi membahas soal masalah Miko dan makan loh, tapi tiba-tiba bak dalam selajur belokan tajam, pria itu langsung mengambil manuver yang sangat di luar dugaan. Pun, ngomong-ngomong kok Miko tahu, ya? Apakah Mbah Nung yang bilang biar Dara ditegur gara-gara berani pulang sama cowok lain? Tapi, ya kali! Kayaknya sih nggak mungkin!
"Mas Linggar bilang saya ke mana?"
"Hm? Jadi ... semalam Abang ternyata nggak lupa? Soal janji Abang pulang bareng aku?"
"Perkataan kamu sama sekali nggak menjawab pertanyaan saya."
Dara terdiam sejenak. Niatnya yang semula menggebu untuk menghibur Miko sebagai istri yang seenggaknya bisa sedikit ia sandari, entah mendadak lari ke mana.
Oh, entahlah!
Mengetahui Miko lupa nggak tahu mengapa terasa lebih baik sih daripada tahu bahwa pria itu ternyata ingat, tapi sama sekali nggak peduli dengan upaya-upaya Dara yang berkali-kali coba mengontaknya.
Sungguh! Bagi Miko, seenggak berharga itu kah waktu Dara? Sampai-sampai begitu entengnya dia mengabaikannya?
"Hum." Dara lantas menganggukkan kepalanya satu kali. "Mas Linggar nggak sengaja ngomong kalau Abang ke Tangerang. Terus, aku juga dengar dari Maula kalo itu ... untuk Mbak Prita."
"Jangan coba-coba ikut campur," tukas Miko dingin.
"Yah?"
"Hal yang terkait dengan Prita, jangan coba-coba penasaran, lebih-lebih ikut campur! Karena, itu sama sekali nggak ada relasinya dengan kamu." Begitu kata Miko yang setelahnya sontak memasukan sendok yang Dara ulurkan ke mulutnya. "Puas kan?" tanyanya sambil mengunyah, terkesan retoris. "Udah lima menit, gih turun!"
Dan, ya semudah itu usaha Dara yang berambisi untuk membantu meringankan beban pria itu diprematurkan oleh Miko. Actually, bukan yang pertama kalinya juga kan?
Namun, ngomong-ngomong kenapa coba Miko sebegitu ngototnya supaya Dara nggak cari tahu tentang masalah Prita? Apakah ada sesuatu yang tengah diam-diam dia sembunyikan? Tapi, apa? Atau, dia memang hanya sepeduli itu kepada ... perempuan itu?
Argh! Entahlah!
***
Halo kami kembali anggap aja hadiah ya kayak Bwang Miko yang bakal ngasih Dara hadiah di bab 41 🙊🙊🙊
Udah deh nggak mau banyak ngomong, mending banyak nulis aja biar cerita ini cepet kelar 🤣🤣🤣
Terima kasih untuk kamu yang masih terus menunggu dan membaca cerita yang drama ini 💜💜💜
Anyway, buat yang udah baca bab 40 di sebelah gimana nih? Merasa bahagia kan? Atau, malah tambah bete? 😈😈😈
Bwang Mikoooh hayuk janji dulu dong Bwang jangan diem doang 😈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro