Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Bergandengan.

Miko meninggalkan ruangan Pak Rega belakangan, dia keluar udah dengan lengan kemejanya yang digulung tinggi sambil memboyong beberapa berkas yang diapitnya di bawah ketiak, sebelumnya Maria Si Manajer Finance and Accounting telah keluar lebih dulu bertepatan dengan jatuhnya jam makan siang.

Dan, setelah berjalan di atas stiletto setinggi sepuluh senti, melewati jalanan yang nggak begitu ramai kendaraan berlalu-lalang—selain emang bukan jalan utama, boleh jadi karena ya hari ini Jum'at, di mana Mas-Mas SCBD kayaknya sih kebanyakan udah pada mulai dengerin khutbah Jumat deh di masjid—lima ratus meter jarak yang membentang dari VER ke sebuah warung makan akhirnya berhasil Dara eliminasi.

Serta, ya di sinilah Dara. Seraya sesekali membenahi pencil skirt sewarna goldenrod-nya yang rasanya naik terlalu tinggi ketika ia bawa duduk, dia menempati satu kursi kayu yang berada tepat saling berseberangan dengan milik Miko.

Yep. They are having lunch together. Seolah Miko nggak pernah bicara kalau dia telah dengan sangat mentah-mentah menolak untuk mengajak Dara tinggal di rumahnya. Pun, seolah Dara sendiri juga enggak pernah mendengarnya.

Mereka mengakuisisi satu meja sisi jendela, berisi empat kursi di sebuah kedai bernama Warung Cemani. Nggak tahu deh, kenapa namanya begitu? Padahal di menunya sendiri nggak ada tuh olahan ayam cemaninya. Lagi, meski lumayan dekat dari VER, tapi Dara baru dua kali ini sih nongkrong di sana. Selain karena, kedai tersebut terbilang masih baru nan happening sehingga jika jam makan siang tiba suka keburu langsung ramai banget sama Abang-Abang ojek online yang ngantri buat nge-pick-up orderan. Juga, karena biasanya Miko suka maksi di situ.

Hoho, for your information, lunch bareng Miko tuh nggak kalah malesinnya sama bareng Pak Rega!

Oke.

Bedanya, Pak Rega mulutnya suka kebanyakan cingcong, segala rupa mau dia komentarin, letak sendok-garpu yang nggak saling simetris aja misalnya, suka banget dia misuh-misuhin nyampe seperempat jam sendiri!

Sedang Miko, beuh, makan bareng dia udah persis makan bareng pinguin di Antartika! Mau sepanas apa pun Jakarta, Miko bersama ke-coolkasannya selalu aja bikin orang ngerasa nggak betah—atau, seenggaknya dalam hal ini Dara, biarpun dia pendiam, tapi jujur terkadang dia jauh lebih nyaman kalau diajakin ngobrol sih, nggak tahu kenapa dengar suara cerocosan orang bikin dia dianggap nyata eksistensinya, makanya dia lebih senang ke mana-mana sama Mbak May yang bacot dan slebor abis.

Benar.

Seenggaknya sama Mbak May, Dara nggak bakalanlah dicuekin, ditinggal makan udah macam dirinya tuh penonton channel mukbang Korea!

Auh, bahkan di depannya Miko mengunyah nasi wagyu saus mentega pesanannya tanpa sedikit pun terdengar suara kecap-kecap. Bah! Betapa hebatnya!

"Nggak dimakan?"

"Hah?" Dara mengerjap saat Miko justru mendecak.

Lagi, kenapa mendadak dia mau ngajak ngomong Dara coba? Padahal dari tadi dia udah kayak petapa! Cih!

"Indomi kamu." Pria itu lantas mengedik ke mangkuk Dara yang masih utuh nan penuh.

Dara ber-oh tanpa suara sembari melirik indomi becek super pedas miliknya dan berdalih, "Masih panas."

"Minta saya tiupin?" Miko bertanya melalui nadanya yang terkesan menyindir.

Bikin Dara yang mendengarnya otomatis mendengkus, lalu buru-buru meraih sendok bersih dari pinggir mangkuk dan meniup sendiri makanannya di detik berselang.

Puas? Miko puas dong harusnya kan?!

Dara ingin berkata sesarkas itu, tetapi mulutnya yang barusan mengecap rasa micin yang rasanya udah lama nggak dia cicip—persisnya, semenjak punya Mama Mertua yang hobi ngirim lauk untuk mengisi ruang-ruang kosong dalam kulkasnya—malah tiba-tiba mencetus, "Hmmm, ini kuahnya enak, gurih, seger banget. Abang mau cobain?" Dia bahkan mungkin lupa terhadap kedongkolannya tadi, sehingga satu senyum ikut terpulas di sela upayanya menawarkan.

Miko kontan menggelenginya. "Habisin aja," sarannya. "Kamu pucat. Sakit?"

Kini giliran Dara yang menggeleng cepat. Biarpun dia memang agak tersentak—kok Miko sadar, ya? Dari tadi dia nggak ada terkesan merhatiin Dara lho—tapi, toh perempuan itu tetap mampu merangkai alasan sejenis ini, "Nggak. Aku tadi nyari-nyari lipstik, tapi kayaknya nyelip jadi nggak touch-up."

"Yakin?" Please, giliran begini Miko kok makin berasa anak Mama Asmita yang susah dibohongi sih. "Kemarin, bukannya kamu di Amera?" tanyanya lagi selepas berdeham.

"Serius." Dara berusaha sekuat tenaga demi menetralkan suaranya yang di setengah hari ini udah terlalu sering terdengar sumbang dan bergetar. "Aku beli nasi padang. Di situ sayur nangkanya enak banget soalnya," ujarnya jujur. Lagi pula niat awalnya kan memang untuk itu. Cuman, ya bukan salahnya kalau dari sana dia sekalian dapat resep obat. Ko Iyel memang selalu se-caring itu. Namun, Amera yang kemarin dia sambangi adalah rumah sakit khusus ibu dan anak. Dalam sekali tebakan aja Dara langsung tahu bila Miko ke sana untuk Prita. Lalu, tebakan Miko soal Dara yang tiba-tiba berkeliaran di sana ialah ....

Ugh! Apa pun!

Semoga otaknya yang pintar berdagang itu nggak nyampe mikir aneh-aneh!

Dan, sepertinya memang enggak. Karena, buktinya suaranya bahkan sama sekali nggak terjaring tertarik sewaktu dia kembali melontarkan tanya, "So, Galaliel teman apa?" Dia masih sempat menyedot es kopinya dengan khidmat. "Teman sekolah kamu? Dia nggak kelihatan semuda itu."

"Oh, emang bukan teman sekolah sih, Bang," timpal Dara yang tangannya spontan ia kibaskan banter di depan wajah—nggak lagi berkutat menyendok indomi di mangkuknya yang bahkan baru dia suap beberap kali. "Ko Iyel dulu itu kakak kelasku lumayan jauh, dia anaknya Cik Erika."

Dara pernah cerita soal Cik Erika, anyway, ke Mama Asmita, tapi Miko mungkin juga sempat dengar sih. Walau nggak banyak dan itu juga cuma buat jelasin siapa beliau karena, Cik Erika yang diundang sama ibu tanpa disangka-sangka datang bersama suami dan Kimberly—adik Ko Iyel, minus Ko Iyel yang pas itu lagi ada seminar di luar kota, menurut ceritanya ketika kemarin mereka ketemu sih begitu—ke nikahan Dara yang jauh-jauh di Jakarta.

"Ibu bagaimana?" Mungkin sebab Dara menyinggung soal Cik Erika barusan, Miko jadi menanyakan itu.

Ngomong-ngomong, andai boleh jujur, Miko memang memperlakukan ibu dengan sangat baik. Dara bisa melihatnya. Sedari pertama bertemu, Miko selalu bicara dengan sopan pada ibu.  Gesture-nya apalagi. Meski, ibu mungkin nggak sekeren Mama Asmita atau ibu-ibu lain di circle-nya—yang punya background mentereng— tetapi, Miko nggak sekali pun ketangkap malu atau ngeremehin ibu, dia selalu menghargai ibu. Ibu juga sesekali cerita, kalau dibanding Dara, ternyata Miko lebih sering menghubunginya. Itu, kenapa dia sering kali sebal kalau seenteng ngangkat telepon dari ibu yang jarang-jarang aja Dara masih nggak ada sempatin seperti yang belum lama ini terjadi.

"Ibu ... sehat kok. Kayak biasa, sibuk di toko Cik Erika yang makin rame."

Miko mengangguk agaknya sebagai formalitas. "Mama mau ajakin ibu buat natalan di sini," katanya kemudian bikin Dara sontak melotot.

"Hah? Mama nggak ada bilang ke aku?"

"Belum kali." Miko mengangkat bahunya apatis. "Atau, kamu mau ke Semarang?" sambungnya tiba-tiba dengan nada yang mendadak terdengar berubah jadi sedikit aneh kayak terlalu ditekan.

Terus, 'kamu' berarti Dara sendiri tanpa Miko, gitu? Kenapa dia berpikir Dara bakal melakukannya?

Dan, memang udah lama Dara nggak pernah ke Semarang sih. Biasanya, ibu yang ngalah. Beliau bahkan pernah dua kali—di luar acara pernikahannya—menjenguk Dara ke Jakarta. Beliau bahkan pernah kecopetan di terminal dan nyaris hilang gara-gara buta arah. Dari sana, Dara langsung larang ibu pergi jauh-jauh sendiran makanya, di kedua kalinya dia menjenguk dia ikut Kimberly yang kebetulan ada acara di Jakarta.

Dara baru hendak membuka mulutnya untuk menjawabi Miko ketika seseorang tahu-tahu menyela ke meja mereka.

"Lho, Miko? Makan di sini?"

Dara tertegun. Seluruh daftar kata-kata yang tadi bersiap dirangkainya macam barisan domino yang bertumbangan. Tak hanya itu, lidahnya kelu. Bak tertimbun gletser, tubuhnya bahkan membeku.

Suara itu ....

Miko berdiri dari kursinya. "Oh, iya nih, Pak." Dia tersenyum kecil. "Pak Pravda mau makan di sini juga?"

"Pravda saja."

Miko celingukan sebentar. "Mau bergabung dengan kami saja, Pak?" tawarnya, mungkin setelah melihat semakin banyaknya orang-orang yang masuk kedai selepas beres sholat Jum'at.

"Pravda," Pria itu mengoreksi yang sontak Miko ringisi. "Nanti saya menganggu ah."

"Nggaklah. Oh iya, ini Sandara." Miko memberi kode lewat matanya agar Dara berhenti menatapnya dan segera beralih guna menatap Vice President anyar VER, yang kali ini telah berdiri tepat di balik punggung perempuan itu yang masih saja membatu.

Anyway, tadi Miko sempat berkenalan serta berbasa-basi singkat dengan Kapravda di ruangan Pak Rega. Selain, dia suami Savina—satu-satunya sepupu Pak Rega—maka, yang Miko kantongi sebatas dia baru saja pulang dari Sabah, kesibukannya sebelum hijrah ke VER, Miko belum mendengarnya. "Dia ... PA Pak Rega," imbuh Miko sambil kembali melemparkan pandangan bercita rasa ramah-tamahnya kepada pria yang rambutnya diikat rapi tersebut.

"Pacar kamu?"

"Istri saya," jawab Miko cepat.

Kapravda membentuk simbol 'o' kecil melalui mulutnya sebelum menukas, "Saya meja lain sajalah."

"Lho, kenapa? Di sini, it's okay kok, Prav."

"Good," respons pria itu sepertinya pada panggilan Miko yang sukses berubah. "Tapi, serius saya meja lain saja. Kebetulan, saya ada janji mau video call seseorang kalau di sini you know lah." Dia mengedip sarat akan makna. "Saya ke sana, ya?" Kapravda menunjuk satu meja kosong di pojok kedai yang memang masih tampak kosong. "Ah, Sandara," lanjutnya menyebut disertai intonasinya yang rendah nan menggigilkan. "Salam kenal, ya."

Lalu, sosoknya berlalu pasca-saling bertukar anggukan sopan dengan Miko. Membuat Dara yang sama sekali tak bergerak dalam duduknya, akhirnya dapat berhenti untuk meremas tangannya.

Hah!

Napasnya masih agak tercekat, meski nggak separah tadi pagi, mungkin karena dia udah sempat minum obat yang Ko Iyel resepkan. Hanya saja, dia tetap sedikit tersenggal sewaktu berusaha mengujar, "Bang? Aku makannya udah."

Miko yang baru mau kembali duduk di kursinya refleks menyapukan telisiknya ke arah mangkuk Dara yang bahkan belum ada habis setengah. "Tapi indomi kamu mas—"

"Aku kenyang."

Miko menarik napasnya kasar. "Ya udah, mau balik sekarang?"

Dara mengangguk. Dia masih sempat menunggui Miko yang berbasa-basi pamitan sejenak dengan Kaprvada—lagi-lagi tanpa sejengjal pun Dara sudi menoleh, dia terus saja memaku diri di tempat—sebelum, akhirnya mereka berhasil keluar dari sana untuk berjalan secara beriringan.

"Bang? Abang kemarin beneran gendong aku?" Di belokan terakhir menuju VER, Dara yang lebih sibuk membisu dan melamun pangkalnya tak sanggup lagi menahan diri untuk bertanya.

"Kenapa?" sahut Miko cuai, bahkan tanpa sedikit pun menengok. "Nagih? Minta digendong lagi?"

Please, Dara sama sekali tak puas dengan jawaban itu. Sehingga dia kembali menegaskan, "Bukan orang lain kan, Bang?" Ia boleh jadi malah udah terendus memaksa.

Oleh sebab itu, tak heran jika Miko langsung menyemprotnya galak, "Ngapain juga saya ngaku-ngaku kerjaan yang orang lain lakukan?!"

Aneh. Walau pun jelas-jelas nadanya begitu nyolot dan nyebelin, tetapi satu titik di dasar hati Dara justru merasa ... senang. Dia mendesah panjang untuk menikmati desir-desir kelegaan yang tiba-tiba terjaring mampir. "Makasih ya, Bang."

Karena, sungguh, bila itu bukan Miko dan malah ... orang itu, Dara merasa kalau dia ... augh, Dara ... bagaimana caranya kira-kira dia bisa terus baik-baik saja?

Dara kembali menyemprotkan karbon dioksida melalui celah mulut kala netranya yang memanjang menyorot sosok Miko yang telah berjalan nyaris tiga langkah di depannya. Maka, Dara lekas berlari-lari kecil demi balik menyejajari seraya berujar ragu-ragu, "Bang? Boleh nggak aku minta gandeng?"

"Kenapa?" Kali ini Miko menoleh, memindai Dara yang berkat stiletto-nya, tingginya sanggup sedikit melewati bahu Miko. "Mau nyeberang? Ntar nyeberangnya masih jauh di depan! Lagi, kayak bocah amat sih!" Tetapi, siapa yang duga kalau bersamaan dengan terlontarnya kata-kata betein itu, tangan Dara betulan digandengnya. Nggak begitu erat sih. Dan, ini aneh. Keresahan yang belakangan Dara himpun di dadanya seolah terbang entah ke mana. Kemudian, seingatnya selain ibu maka, Miko merupakan orang pertama yang bersedia menyusupkan jari-jarinya ke ruas-ruas jemari Dara. Sekali lagi, ini aneh. Namun, Dara tahu kalau dia ... menyukainya.

Miko mengangkat gandengan tangan mereka hingga sejajar dengan wajah Dara.

"Mau saya antar ke atas juga?" ucapnya saat tahu-tahu mereka udah tiba di VER.

Ih, kok cepat banget sih! Dara sedikit tak rela.

"Abang nggak masuk?" tanyanya kecewa.

"Saya mau jalan ketemu AE. Udah telat!"

Dara pengen ikut. Hari ini, dia pengen ikut ke mana pun Miko pergi. Dia nggak mau di lantai 4, duduk di kursinya dengan kemungkinan bertemu Kapravda kapan aja. Namun, dia sadar diri kalau dia masihlah seorang Kacung Kampret. Dia juga punya seabrek pekerjaan yang andai mereka memiliki perasaan mungkin udah menangis-meronta minta cepat-cepat ia bereskan.

"Ya udah lepaslah," pungkas Dara yang maksudnya tentu ke arah jalinan jari-jemari mereka.

"Kamulah!"

"Ih, Abanglah!"

"Ini saya udah lepas dari tadi, kamu yang nahan-nahan melulu!" geram Miko sembari menunujuk-nunjuk ke arah tangan mereka, atau ya tangannya yang tampak jelas masih dipegangi erat-erat oleh Dara.

Bukannya buru-buru membebaskan tangan Miko seperti apa yang barusan sempat mereka debati, perempuan itu malah berkata enteng, "Bang nanti pulangnya bareng kan?" Dia bahkan membubuhkan satu senyum bak hidupnya terus berjalan dengan baik-baik aja.

"Memang kamu punya mobil lain yang bisa kamu tumpangi buat pulang?" timpal Miko sewot.

"Itu berarti 'iya' kan?" tuntut Dara.

Yang lantas dibalas Miko melalui sebuah kedikan super-ringan yang sukses bikin perempuan itu memperlebar tarikan di sudut-sudut bibirnya.

"Bang?"

"Apalagi sih, Sandara?" Miko nyaris menggeram.

Tetapi, di sampingnya sambil melepas tautan di antara mereka, Sandara justru mengedipkan satu matanya, "Jangan nakal!"

"Stres! Udah sana naik! Saya harus jalan."

Dara mengangguk-angguk kayak Maneki Neko depan toko. "Dah, Abang! Hati-hati ya!"

Dan, Miko langsung berlari ngeri.

Hih! Ketempelan apaan tuh Sandara?!

***

Di dalam mobil, Miko nggak langsung menyalakan mesin. Dia justru lebih tertarik menggerakkan jarinya guna membuka satu e-mail yang Akhyar kirimkan. By the way, dia belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi terhadap pemuda itu sebelumnya. Mereka belum ada kesempatan untuk membicarakannya. Lagi pula, Akhyar berhasil kembali menghubunginya, itu berarti apa yang sempat Miko takutkan nggak terjadi. Di luar itu, mereka benar-benar diburu waktu, Miko udah tak bisa berlarut-larut menunggu sekaligus membiarkan Prita menderita makin lama.

Dia mengunduh beberapa berkas yang terlampir di sana. Dan, sontak mematik lidahnya untuk mendecak ketika semua semua berkas-berkas itu berhasil ia buka.

"A good marksman may miss," sinis Miko bersama segaris senyum miring tersungging di bibir.

Miko hendak menyakui kembali ponselnya, sebelah tangannya yang bebas bahkan udah menjulur hendak menyentuh tuas transmisi ketika ponselnya terdengar dengan nyaring berdering.

Prita is calling  ....

Adalah yang ia temukan saat mengecek layar handphone-nya. Tumben.

"Kenapa, Ta?" Miko gegas mengangkat.

Namun, justru di seberang sana nggak ada indikasi sahutan.

"Ta?"

Masih hening. Dan, jantung Miko secara spontan mulai dibuatnya gencar berpacu.

"Prita?" Dia mengulang lebih lantang.

Lalu, dari ujung sana lamat-lamat Miko mendengar satu napas terhela berat. "B-bang?"

"Ta? Kamu kenapa?" kejar Miko panik.

"Bang, a-aku ... aku boleh minta tolong?"

Selalu. Untuk Prita jawabannya adalah selalu.

"Kamu di mana?" Prita menyebut satu alamat. "Oke, kamu tenang, aku ke sana. Tungguin ya?"

Melupakan segalanya, Miko meninggalkan basement VER dan mungkin juga ... janjinya tadi pada Sandara.

***

Halo, kami kembali 😈😈😈

Sesuai janji ya 😳😳😳

Gimana nih? Sampai sini kamu mau ngomong apa dulu nih?

Eh, iya bulan depan update-nya mungkin agak jarang-jarang ya walau sekarang juga nggak termasuk sering sih wkwkwk. Eyke mau ada jadwal on going di si ungu soalnya. Kalo kamu mau temenin aku boleh juga lho bareng Kamga di MSC alias My Stupid CEO yang judulnya ngapa alay banget sih, udah deh biar 🤣🤣🤣

Terima kasih udah menunggu dan membaca 💜💜💜

Eyke udah kumpulin cerita mereka dan jadiin satu di KK, dua di antaranya cerita mereka di Spicy yo. Sapa tau kamu mau ehem ehem kan 😈😈😈

Halo, kesayangan Bang Mikooh 😏😏😏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro