10. Boss.
"Dar, lo ngantor?" Seseorang menepuk pundak Dara. Membuatnya yang sedang merunduk di depan display untuk menimbang mau beli cranberry oat scones atau espresso brownie kontan berjengit dan berbalik.
"Eh, loh, Mbak May?" Atau lengkapnya,
Ni Luh Putu Mayangsari. Dari VER juga. Makanya, Dara lekas mesem. "Iya. Kenapa, Mbak?" tanya Dara balik.
"Kenapa?" salin Mayang atau yang lebih akrab disapa Mbak May tersebut bersama mimik yang kalau boleh Dara bilang sih lebay abis. Bibirnya yang terpoles gincu merah membara mengerucut persis maskoki. "Kok masih bisa nanya kenapa?!" nge-gasnya tanpa aturan. "Tempat tinggal lo kebakaran harusnya tuh gue yang tanya elo kenapa-kenapa enggak, Dodol? Dasar!"
Meski terdengar kasar dan bikin orang-orang dalam Moonbucks refleks menoleh ke arah mereka. Tapi, Dara tahu kok kalau Mbak May cuma lagi khawatir.
Iyalah. Selain Pak Rega—yang mungkin lebih ke bete sih sebetulnya—di VER ya cuma Mbak May ini yang bakal merasa resah kalau-kalau Dara bikin masalah.
Enggak tahu deh. Namun, sejak pertama kehadirannya di VER emang hanya Mbak May yang nggak terkesan canggung buat dekat-dekat Dara. Kadang mereka pergi makan bareng, berbagi gosip yang lagi hits, dan sesekali kalau sama-sama libur suka juga menjelajah kuliner di sekitaran Jakarta, atau dalam hal ini Mbak May sih yang jelajah, Dara mah cuman ikut-ikut aja daripada sibuk bengong lihatin cicak yang ngerambat di plafon kos-kosan.
"Jadi, gimana? Sekarang lo tinggal di mana? Terus, bukannya Si Miko ke Batam. Udah balik dia?"
Dara mengangguk menjawab pertanyaan terkahir yang Mbak May lempar. "Tadi udah ke atas sih. Mbak May nggak ketemu Abang?"
"Lha, nggak jadi cuti dia?" pungkas Mbak May yang mungkin karena mereka satu divisi jadi, isu mengenai cutinya Miko pun dia tahu. Atau ... di VER ini sebenarnya ya emang Dara doang yang nggak ngerti tentang kabar itu? Satu kantor, satu rumah, bahkan satu kamar. Mengapa Dara bisa ketinggalan sebegini jauh?
"Gue barusan aja nyampe sih. Langsung cabut ke sini pengen nyeruput black tea." Mbak May lalu meringis lebar. "Eh, jadi lo sama Miko di tempat Tante Mita sekarang apa gimana?"
"Iya, Mbak. Sekarang kami di tempat Mama dulu," balas Dara yang semua orang agaknya udah hapal sih bahwa dia selalu bicara seperlunya. Kendati dekat, selama ini toh memang Mbak May yang lebih mendominasi obrolan di antara mereka.
"Ya, bagus sih. Tante Mita sehat kan? Oh, iya Mbah Nung katanya mau ke Jakarta. Bener?"
Ya, benar. Namun kok Mbak May bisa tahu, ya? Apa info ini juga sejenis cutinya Miko yang seluruh VER tahu kecuali Dara?
Oke, Dara paham bagaimana Mbak May bisa kenal Mama Asmita. Secara Mbak May dan Miko udah cukup lama jadi rekan kerja. Selain itu, sebagai Menejer dan Asisten Menejer intensitas kebersamaan mereka pun nggak ecek-ecek—di mana beberapa kali Dara pernah nggak sengaja lihat kalau divisi mereka lagi lembur suka ada camilan yang tiba-tiba mampir dikirim oleh Mama. Udah begitu, Mbak May juga teman Prita. Perkenalan Miko dengan Prita dengar-dengar malah Mbak May lah yang waktu itu inisiatif mencomblangkannya.
Ketika, Dara akhirnya menikah sama Miko dia pikir Mbak May bakal sebel karena, gimana pun juga Miko pernah dekat dengan teman baiknya. Dara kira Mbak May bakal menjauhinya, tapi nyatanya enggak ada yang berubah. Mbak May tetep datang ke pernikahannya, memberinya segunung kado, serta ucapan yang tulus dan manis. Di VER Mbak May juga tetap menyapanya akrab. Jadi, ya Dara anggap semua normal-normal aja. Pun, memang normal-normal aja kan?
Di luar celetukan Mbak May soal Mbah Nung yang entah mengapa bikin Dara kepikiran kalau mungkin bukan sekadar rekan kerja. Bahwa, Miko dan Mbak May nih mungkin juga sahabatan?
Iya kan?
Dih! Bisa-bisanya mereka punya sahabat yang sama! Ke depannya, semisal mendadak dia gatel buat ngomongin buriknya Miko, Dara mesti lebih hati-hati.
"Simbah malahan udah mau satu minggu di Jakarta sih, Mbak. Cuman, beberapa hari ini lagi nyobain nginep di tempat anaknya yang lain."
"Aaah gitu. Ya udah, salam buat Tante Mita sama Mbah Nung deh, Ra. Kapan-kapan bilangin Tante ya aku mau main tolong dibolehin," ujarnya dengan nada bercanda sebelum detik berselang dari arah counter kasir terdengar namanya lantang dipanggil.
Dara masih sempat kembali berbasi-basi singkat sama Mbak May sebelum perempuan yang bulan ini rambutnya mulai dicat sewarna strawberry blonde tersebut pamit jalan ke VER duluan. Menyisakan Dara yang kemudian memilih buat menenteng dua box kecil cranberry oat scones sekaligus dua cup americano yang niatnya akan dia bagi dengan Miko. Yang mengingat sekacau apa kondisinya tadi, pria itu boleh jadi pun belum ada sarapan.
***
"Rega ada?"
"Ada."
Setelah mengetuk satu kali demi formalitas, Miko lantas mendorong pintu ruang kerja Pak Rega. Belum sedetik Dara menghitung, tiba-tiba laki-laki itu udah buru-buru berbalik ke mejanya yang terletak persis di depan ruang kantor pribadi Sang Presiden Direktur VER.
"Mana? Nggak ada?" tanya Miko.
"Tadi ada di dalem kok," tukas Dara seraya bangkit dari kursinya guna mengekori Miko yang lagi-lagi melangkah seenaknya ke dalam ruangan Pak Rega.
Dara yang tepat berada di balik punggung Miko kontan memutar-mutarkan telisiknya. Namun, tanda-tanda eksistensi Pak Rega sama sekali tak terendus. Ke mana perginya coba? Perasaan terkahir Dara cek, Bosnya itu masih duduk sambil dengan sinis mengomentari beberapa laporan yang masih aja memuat typo.
Menggaruk ujung hidungnya yang mendadak gatal, Dara lalu saling bertukar pandangan dengan Miko.
"See?" Miko mendengkus macem kerbau yang bersiap menyeruduknya.
"See?" kata-kata yang plek ketiplek, tapi bukan Dara yang melontarkannya. Oh, ya iyalah. Mustahil banget tahu dia berani bicara dengan nada semeremehkan barusan. Lagi pula ....
"Pada ngapain lo di depan pintu? Mau mesum? Awas ya kantor gue bukan warung remang-remang!" Siapa lagi yang punya hobi ngomong semau-maunya di VER? Auh, jelas hanya Presdirnya!
Norega Altriano Prakosatama yang entah datang dari mana langsung menyelonong, membelah bagai ombak jarak di antara Dara dan Miko yang masih berdiri bak patung di muka pintu.
"Dari mana lo?" todong Miko yang sepertinya lebih dulu sadar situasi.
Namun, bukannya menjawab, Pak Rega yang selalu bertindak sebebas-bebasnya manusia itu justru menuding Dara galak, "Sandara, jangan banyak ngelamun!" Satu decakan kasarnya bahkan menyusul ikut lolos. "Belum dikasih uang belanja sayur sama Miko? Jangan dibawa ke kantor lah! Masa saya lewat depan kamu nggak kelihatan? Dikira saya tuyul!"
Miko memutar matanya sementara Dara mentok cuma mampu meringis kayak kuda. Ya mau bereaksi gimana lagi? Makin dipancing, bisa makin nyolot Pak Rega tuh!
"So?" Pak Rega yang kali ini telah duduk di atas kursi kebesarannya melipat lengan di atas dada sambil dengan telak menembakkan netranya yang sehitam arang pada Miko. Agaknya sih meminta agar apa pun maksud yang ingin Miko sampaikan, utarakanlah segera secara to the point. Dari gerak-gerik gesture-nya yang sanggup Dara baca sih memang begitu. Pak Rega hanya jika boleh Dara bilang begini, dia adalah salah satu manusia yang nggak sudi berteman sama yang namanya basa-basi! Aktivitas buang-buang waktu nggak pernah punya tempat dalam hidup serba perfectionist-nya! Lebih dari tiga tahun menjadi babunya, Dara udah hapal betul akan hal-hal itu.
Dan, ngomong-ngomong tentang Miko kemejanya bukan lagi kemeja lecek yang tadi pagi pria itu kenakan dari bandara, Dara baru menyadarinya.
Padahal sewaktu Dara pagi tadi meninggalkan satu box cranberry oat scones serta americano di kubikelnya yang ternyata pada sudut mejanya udah terlebih dahulu dihuni oleh satu cup grande black tea yang tandas separuh, kemeja Miko masih sama.
Di mana dia dapat gantinya?
Ah, masa sih Dara lupa? Miko ini kan merupakan tukang dagang yang andal. Dia adalah aset berharga VER. Dia nggak sekali-dua kali kedapatan memakai tubuhnya sendiri untuk kegiatan berpromosi, termasuk kemeja lime yang saat ini melekat pas di tubuhnya itu ... seingat Dara sih baru dirilis pekan lalu.
Cih! Sungguh penganut totalitas tanpa batas!
Atau, ya semoga aja alasannya memang begitu—sesuai hipotesa Dara.
Yah.
"Soal VER Hijab gimana kalau timeline peluncurannya kita mundurin?" Di sampingnya Miko mulai berbicara.
"Lo mau gue pecat?" timpal Pak Rega mendesis. "Nggak bisa. Dan, nggak akan pernah. Lagi, harusnya lo tahu sendiri berapa kerugian kita kalau sampai itu mundur walau cuma satu hari!"
"Lakukan aja sesuai jadwal," putus Pak Rega yang memang sangat sulit dibantah. "Masalah yang ada timbul di produksi itu gue akan cari sendiri jalan keluarnya dan kelarin secepatnya. Tugas lo tetap launching aja tepat waktu. Ngerti?"
"Oke. Anggaplah lo bakal berhasil beresin itu," Miko balas bersuara, intonasinya nggak kalah tegas dari Pak Rega. "Tapi, apa lo juga tahu bahwa gosip lo mundur dari VER udah bener-bener digoreng habis-habisan sama Cévo? VER yang kehilangan icon-nya lagi di ujung tanduk. Taste dan jati dirinya hampir runtuh. Mereka gerak cepat ngeluncurin marketing campaign baru yang gue rasa sanggup buat ngeblokade launching produk kita. Dampaknya bahkan udah mulai kita rasain. CS kita udah mulai sibuk noh nerima keluhan dari pelanggan loyal."
"Terus?"
Bukan cuma Miko, Dara pun nyaris melotot saat Pak Rega justru mengeluarkan respons sependek dan seenteng itu. Namun, karena ini Pak Rega yang—biarlah Dara memujinya sesekali—dia itu secerdik kancil. Kadang kala juga licik sih. Maka ....
"Kapan dan siapa yang bilang gue bakal mundur? Nggak perlu secemas itulah. Cévo selalu bisa kita attack balik." Nggak mengherankan. Pak Rega sesuai yang Dara kenal, selalu punya seribu rencana dalam otaknya yang kerap bikin ribet orang lain. "Dan, nggak hanya itu. Gue akan segera perkenalkan seseorang yang akan membawa stabilitas juga improvement."
"Maksud lo?" kejar Miko.
Satu senyum congkak Pak Rega terbit. "Harusnya gue ngomongin ini di rapat ntar sore sih. Tapi, ya ...." Dia menjeda. "Eh, Ra?"
"Hoh? Oh, iya, Pak?" Dara sukses tergeragap. Sial. Dia kebanyakan mikir ke sana-sini!
"Siang ini kamu ada acara?" tanya Pak Rega bikin makin bingung aja.
"Hah? Em?" Dara kontan membagi pandangannya secara merata baik pada Pak Rega ataupun Miko.
Pak Rega yang seperti biasa. Mau apa pun suasananya aura kesombongan sangat lekat menguar dari dirinya. Dan, Miko yang ... hish! Kayaknya nggak lagi mikir apa-apa deh dia. Padahal, ini ada lelaki lagi menanyai jadwal istrinya loh. Nggak penasaran kah dia mau ngapain? Atau, karena itu Pak Rega yang pasti nggak akan mungkin juga punya maksud tersembunyi. Dih! Tapi, kan tetap aja kok bikin kesel, ya?!
Maka, masih dalam suasana bete, Dara menjawab, "Nggak sih, Pak. Bapak ada perlu yang harus saya lakukan?"
"Nanti makan siang kamu bareng saya deh."
"Saya, Pak?"
"Iyalah. Kenapa?"
"Tumben." Bukan Dara. Sahutan itu keluar dari mulut Miko.
"Lo ...." Telunjuk Pak Rega bergerak menuding Miko tepat di muka. "Ikut juga kalau mau. Jadi, ntar lo yang bayarin makannya Dara."
Kali ini Miko dan Dara kompak memutar bola mata malas. Ya kali kiranya mereka bakal ditraktir bersama oleh Bos mereka yang kadar pelitnya beuh setinggi Burj Kalifa.
"Sambil sekalian nanti kenalan," imbuh Pak Rega tiba-tiba.
"Kenalan? Maksud Bapak? Berkenalan dengan siapa ya, Pak?" Dara bertanya. Sebelumnya dia sempatkan melirik Miko, tapi pria itu cuma mengedikkan bahu cuek. Dasar!
"Siapa lagi? Wakil Presdir VER yang baru lah," ujar Pak Rega bagai geledek di siang bolong.
"Wakil Presdir?" ulang Miko serta Dara nyaris bersamaan.
"Iya. Selain bantu saya, kamu bantulah juga Calon Atasan Baru kamu itu."
Dan, itu artinya ... Dara nggak jadi kena depak kan? Dia masih di-keep.
Kyaaaaaaaaaaaaa!
Eh, tapi tunggu!
'Calon Atasan Baru kamu juga' itu makna lainnya bakal ada penambahan di beban kerja Dara kan?
Ugh!
Apa masih pantas Dara bereuforia?!
***
Halo kami kembali. Kirain yang mau update gercep cuman satu ternyata ada yang lain juga. Ini udah lumayan cepet kan eaaak 🤣
Nggak apa Mbak Dara asal gaji juga berbicara sesuai beban kerja eaaak biar bisa nyicil ke Bwang Mikoooh 🤣
Betewe, Bos Mercon yang lapaknya biru kalo-kalo kamu baru kenal 😏
Terima kasih udah menunggu dan membaca 💜💜💜
Bwang Mikoooh foto pake kemeja ungu gonjrengnya manaaaa? 🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro