KEHAMILAN LIANI
Seorang wanita manis nampak mondar mandir. Dia terlihat gelisah. Beberapa kali dia mencoba untuk menelpon seseorang.
Dari luar pagar, terlihat sebuah mobil yang berhenti. Raut wajah manita itu, terlihat sedikit tenang. Kemudian dia berjalan menghampiri mobil yang masuk ke halaman. Seorang pelayan buru-buru membuka pintu.
"Pa, dari tadi Mama telpon, enggak diangkat sih," gerutu wanita itu.
Pria yang diajaknya bicara, tak menghiraukan. Dia langsung berjalan masuk ke dalam rumah.
"Pa! Mama mau bicara," ujarnya dengan suara yang lebih keras.
"Ada apa, Ma?"
"Siapa wanita selingkuhan, Papa?"
Pria itu, berjalan masuk kamar. Dia sengaja menghindari perdebatan dengan istrinya. Tak terima dengan sikapnya, wanita itu kemudian menunjukkan beberapa foto mesra suami dengan wanita lain.
Dia membanting ponsel itu di kasur. Dengan geram, wanita itu menarik kemeja suaminya.
"Apa kurangnya aku?Apa yang kau cari dari dia?"
"Aku ingin anak laki-laki," bisiknya.
"Tunggu!Apa hanya karena anak laki-laki?"Teriak wanita itu histeris. Namun, Pria itu pergi dan mengabaikan pertanyaaan wanita itu.
Buliran bening mengalir deras dari kedua bola matanya. Raut wajah wanita itu, terlihat marah. Perasaan geram dan kesal menyelimuti hatinya.
"Kau tak akan bahagia! Termasuk wanita itu. Aku akan membalasnya!"
***
Terdengar ketukan di pintu rumah. Bergegas Liani berjalan dan menyingkap tirai jendela. Senyumnya mengembang, setelah melihat sosok Ferdy yang berdiri di sana. Dengan cepat Liani membuka pintu dan menghambur ke pelukan lelaki itu.
"Aku rindu, Gek," ujarnya.
Pria itu mengusap wajah Liani dengan lembut. Senyumnya mengembang manja. Kemudian, Ferdy menyodorkan beberapa berkas pengajuan pernikahan di catatan sipil.
"Dua hari lagi, kita menikah. Semua kelengkapannya sudah dipersiapkan oleh Wayan."
Liani menjauh dan terdiam. Dia tak kuasa untuk membantah perkataaan Ferdy. Liani berusaha untuk mengikuti keinginan lelaki itu. Walau ada perasaan sedikit ragu.
Bagaimana dengan Mama? Beliau pasti akan menolak. Sesaat tatapan mata Liani tampak kosong. Dalam pikirannya saat ini, orangtuanya pasti menentang keras.
Ferdy berjalan mendekatinya. Dia tahu jika Liani tengah dilanda kerisauan. Dia rengkuh tubuh Liani, dan mengecup lembut kepalanya.
"Kita hadapi bersama, Sayang," bisik Ferdy.
***
Pagi ini, Liani merasakan tubuhnya lemas. Tak seperti biasanya. Kepalanya sedikit berdenyut. Pusing dan perutnya terasa seperti diaduk-aduk. Bergegas dia berlari ke kamar mandi. Hingga, dia memuntahkan seluruh makanan di perutnya.
Kemudian, dia berjalan pelan menuju kamar. Dia meraih ponsel yang tergeletak di atas kasur. Liani menelpon seseorang.
{ David, pagi ini aku tak bisa ke kantor. Kurang enak badanku. Tolong, sampaikan berkas pengajuan dana promosi event pada Pak Chandra Accounting, Ya. Suksma. }
Liani langsung menghempaskan tubuhnya. Dia merasa seperti masuk angin
"Tak pernah aku seperti ini," desisnya.
Sesaat, pandangan matanya seolah teringat akan seseuatu hal. Bergegas dia turun dan berjalan menuju kotak P3K. Wanita cantik itu, mengambil sebuah testpack kehamilan dan berjalan menuju kamar mandi.
Sontak, raut wajahnya terperangah. Tangannya sedikit bergetar memegang stik kecil itu. Kedua matanya membulat. Terbelalak. Seolah tak percaya atas penglihatannya. Dia melihat, dua garis merah. Liani terduduk lemas dengan tubuhnya merapat ke dinding. Seketika, Perasaanya bergetar hebat.
"Aku hamil...aku hamil?"
Liani tampak gundah. Pikirannya langsung berkecamuk. Apalagi saat ini, usianya memasuki masa rawan kehamilan bagi seorang wanita.
Cukup lama dia duduk bersandar di dinding kamar mandi. Hingga terdengar ponselnya berbunyi. Namun, dia abaikan. Liani merasa kacau dengan pikiran dan perasaannya.
Ting Tung! Ting tung!
Kembali ponselnya berbunyi dari dalam kamar.
Dengan tubuh lemas dia mencoba berjalan menuju kamar. Dia hempaskan tubuhnya yang terasa melayang. Kemudian, tangannya meraih ponsel yang tergeletak di sebelah bantal. Tertera nomer Ferdy.
"Dia tak boleh tau...untuk saat ini."
Bagaimana dengan Mama? Bisiknya dalam hati.
Telapak tangannya berkeringat. Kemudian, tangan kanannya membelai lembut perut yang belum membuncit. Seolah dia ingin mengatakan, bahwa hatinya bahagia dan juga sedih.
Liani tak pernah menyesali kehamilannya saat ini. Baginya, ini adalah buah cintanya dengan Ferdy.
Namun, bagaimana dengan istri dan keluarga besar Ferdy? Kembali tanya menghujam pikirannya.
Ada rasa sesal atas kesalahan yang telah dia lakukan. Tak terasa, buliran bening mengalir. Wajahnya seketika terasa panas. Liani tak bisa menahan tangisannya.
Dia meraih ponsel dan jemarinya teliihat sibuk mengetik.
{ Ana, bisa kau main ke rumah }
{ Sebelum kerja, aku mampir }
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro