Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 20 - Saingan

Jino, perasaan kamu ke aku tuh sebenernya gimana?


Haru menelan ludahnya. Ia masih menatap Jino dengan gusar sementara tangannya terkepal erat, mencoba untuk mencari kekuatan yang mungkin bisa ia dapatkan dari dirinya sendiri. Kalau Haru mengelak juga tidak bisa, itu jelas tulisan tangannya dan Haru menulisnya dalam kesadaran penuh ketika ia membuat fortune cookies itu untuk Jino. Masalahnya, dari semua tulisan yang Haru masukkan ke dalam kuenya, kenapa Jino harus menemukannya sekarang?

"Kamu mau aku jawab apa enggak?" tanya Jino. Ia memperhatikan Haru sejak tadi, mulai merasa gemas karena Haru tak membuka suaranya sama sekali sementara jantung Jino sudah berdebar-debar tak karuan—menunggu Haru mengeluarkan suaranya.

Haru tersenyum tipis, tapi tidak berkata apa-apa sementara Jino—ia menghela napasnya frustrasi.

"Om Mush bilang aku harus pelan-pelan, tapi masa bodoh Haru. Aku nggak peduli. Mau kamu jauhin aku, kamu musuhin aku, terserah. Yang jelas kamu harus tahu perasaan aku."

Haru melihat sekelilingnya. Mereka berada di depan pintu dengan Jino yang akan menyampaikan sesuatu padanya. Sepertinya mereka butuh ruang untuk berdiskusi.

"Kayaknya kita ngobrol di dalem aja Ji," tawar Haru padanya.

Jino menghela napas. Ada saja halangannya Tuhan. Padahal Jino tinggal mengeluarkan semua unek-uneknya pada Haru. Perasaannya sudah hampir meluap-luap. Haru mengerti tidak sih kalau Jino seperti orang yang hendak muntah dan tak bisa menahannya?

"Ya. Oke. Kita ngobrol di dalem aja," ucapnya kemudian.

Haru masuk lebih dulu dan Jino mengikutinya dari belakang. Pria itu menutup pintu namun ketika berjalan memasuki rumah Haru, Jino mengerutkan keningnya.

"Papa kamu mana? Kok sepi?" tanya Jino.

"Oh, Papa sama Mama pergi Ji," sahut Haru.

"Si kembar?"

"Ikut sama Papa sama Mama. Aku sendirian di rumah."

Aku. Sendirian. Di rumah.

Satu kalimat yang Haru ucapkan barusan berulang dalam benak Jino dengan penuh penekanan hingga membuat Jino menghentikan langkahnya. Gila! Masa iya Jino mengobrol berdua saja dengan Haru di rumah ini?!

"Haru..."

Panggilan Jino membuat Haru menoleh ke arahnya, "Kenapa Ji?" tanyanya.

"Ngobrolnya besok aja ya, atau nanti kamu telpon aku aja. Kasih tahu aku kalau Mama kamu udah pulang."

Haru mengerutkan keningnya. Ia belum sempat menjawab ucapan Jino namun Jino malah sudah lebih dulu keluar dari rumahnya dan meninggalkannya begitu saja.

Hah?

Apa yang terjadi?


*****


"Kok bentar banget?" tanya Genta ketika Jino masuk ke dalam rumah dan menjatuhkan dirinya di sofa dengan lesu.

"Rumahnya kosong," sahut Jino.

"Harunya tidak ada di rumah?" tanya Sagit.

Jino menatap kedua temannya dan berkata, "Haru ada di rumah. Gue udah dalam tahap mau muntahin semua perasaan gue sama dia, tapi dia suruh gue masuk. Sialnya orangtua sama adeknya nggak ada. Ya masa iya gue berduaan di rumah kosong," aku Jino.

Genta menghela napas, "Padahal itu kesempatan Bagus sih kalau menurut gue Byan. Lo bisa confess sekalian melakukan hal yang lain."

Bugh!

Sagit memukul kepala Genta dengan bantal sofa dan berkata, "Ingat bestie. Allah is watching!"

"Keputusan yang bagus Byan. Sebagai pria kamu harus menahan diri. Lebih baik mencegah dari pada ketagihan."

"Si anjir," timpal Genta.


****


Share loc yaaa. Aku otw ke sana

Haru tersenyum menatap pesan di ponselnya. Ia membuka pintu café seraya mengetikkan balasan untuk pesan yang diterimanya. Agni yang memperhatikan Haru masuk ke dalam café menatapnya penuh selidik. Apakah Haru sudah berbaikan dengan Jino ya?

"Hai Agni!" sapa Haru dengan riang.

Nah kan. Sepertinya benar. Haru sudah berbaikan dengan Jino. Lihat saja seriang apa dia menyapa Agni pagi ini.

"Halo! Haru yang lagi happy," sahut Agni, "Kamu baikan ya sama Jino?" tanyanya.

Haru menggeleng, "Kenapa baikan? Kita kan nggak musuhan."

"Halah. Lagu lama," gerutu Agni.

Haru tersenyum tipis dan memutuskan untuk tak menjawab apa-apa. Tapi diungkit nama Jino, ia teringat dengan tingkah aneh Jino kemarin. Padahal suasana sudah pas sekali untuk mereka saling berbicara, di rumah juga kosong sehingga tidak akan ada yang mengganggu mereka. Kenapa Jino malah pulang sih? Dasar menyebalkan!

"Semalem Jino ke rumah," cerita Haru tiba-tiba.

Agni mengerutkan keningnya, "Bener ya. Kalian balikan?" tanyanya sekali lagi.

Sekarang Haru malah menghela napasnya, "Nggak tahu. Nggak jelas. Aku udah degdegan banget Ni semalem, soalnya Jino kasih tunjuk aku sesuatu gitu. Tapi pas aku suruh masuk rumah, dia malah pulang."

"Takut diomelin Papa kamu kali," sahut Agni.

Haru menggeleng, "Papa tuh nggak ada di rumah. Kemarin aku sendirian, harusnya kan bisa ngobrol bentar gitu Ni. Dia pas aku bilangin rumah kosong malah bilang mau pulang aja. Aneh banget."

Dumelan Haru membuat Agni tertawa seketika, "Gila si Jino. Cupu banget, setan aja segan," ledeknya.

Haru menatapnya tak mengerti. Ia meminta penjelasan namun Agni malah menggeleng ke arahnya, "Pokoknya Jino emang cowok baik-baik," ujar Agni.

Haru mendengus. Mana ada cowok baik-baik pergi begitu saja?!

Ponselnya berbunyi. Haru melihat pesan yang masuk ke sana dan tersenyum, membalasnya, kemudian menatap Agni.

"Aku nggak ada kelas kan ya hari ini, pesenan ada nggak Ni?" tanya Haru.

Agni membuka tab nya kemudian menggeleng, "Aman sih. Cuman ada satu, itu juga macaron doang yang baru aku posting kemarin."

Haru tersenyum, "Oke deh. Abis bikin Macaroon, aku pergi ya Ni. Hari ini ada temen aku, dia lagi di jalan mau ke sini dan katanya pengen keliling Bandung hari ini."

Agni menyipitkan matanya, "Temen?"

Haru mengangguk, "Temen kampus aku. Tadi pagi dia nelpon, katanya lagi di Bandung."

"Oh gitu. Dia orang Indonesia?" tanya Agni.

"Iya Ni. Dia katanya baru pulang dari Malay dua hari yang lalu. Dia bawain coklat yang aku pengen, tadinya sih mau dia kirim ke sini tapi katanya mending sekalian ketemu aja. Setengah jam lalu sih dia bilang udah sampe bandara."

"Bandara? Emang dia dari mana?"

"Surabaya," jawab Haru.

Agni menganggukkan kepalanya. Kuliah di kampus pastry terkenal di dunia, orang Surabaya, dan naik pesawat ke Bandung.

"Pasti crazy rich ini mah," gumamnya.

"Apa Ni?" tanya Haru.

Agni tersenyum, "Enggak Haru. Oh iya, nama temen kamu ini siapa?"

"Januar," jawab Haru.

Agni tersenyum seraya menganggukkan kepala sementara Haru berjalan menuju dapur untuk mengerjakan pesanannya.

Agni meraih ponselnya, ia mengetikkan nama Haru di kolom pencarian pada instagramnya kemudian mencari orang-orang yang di follow oleh Haru.

Dapat!

Namanya Januar Hadiwijaya.

Agni tersenyum dan melihat profilnya.

"Jino. Saingan lo berat banget," gumamnya.


*****


"Morning," sapa Ragela pada Jino yang sedang sibuk merapikan mejanya.

Jino tersenyum tipis namun tak menjawab sapaan Ragela.

"Hari ini aku nggak ada jadwal yoga sama kak Haru. Maksi bareng yuk Byan!" ajaknya.

Jino menolak dengan tegas, "Gue mau maksi sama Genta."

"Ya nggak apa-apa. Aku ikutan juga," sahut Ragela.

Jino menggeleng, "Kita mau tukeran file video," kata Jino.

Ragela tersenyum malu, "Wow! Byan cowok banget ternyata!" katanya seraya mencolek bahu Jino.

"Apa sih Ra. Gue mau tukeran video Nat Geo," sahutnya.

Seketika Ragela mengatupkan bibirnya. Mampus kau! Kalau Jino berpikir yang aneh tentangnya bagaimana? Aduh. Lagi pula kenapa juiga Ragela harus menjawab begitu sih?

"Kan Nat geo memang cowok banget. Isinya juga nggak bisa dipahami sama cewek Byan. Emang seru ya, nonton macan jalan-jalan?"

Jino selesai membereskan mejanya. Ia menatap Ragela dan berkata, "Lebih seru dari pada lihat lo kayak gini."

Deg.

Ucapan Jino barusan membuat Ragela terkejut. Ekspresinya berubah dan wajahnya memucat, namun Ragela mencoba untuk memaksakan senyumnya dan menatap Jino.

"Belum aja sih Byan. Kalau udah suka, pasti bakal seru banget," kekehnya.

Jino mendengus. Ia menatap Ragela dengan dingin, "Lo ada waktu nggak? Gue mau ngomong."

Ragela mengerjapkan matanya, "Tapi sebelum ngomong. Nonton bareng dulu yuk!" tawarnya.

Jino menggeleng, "Mending nggak usah ngomong sekalian," katanya.

Pria itu berlalu dari hadapan Ragela namun tangan Ragela mencegatnya dengan cepat, "Nggak usah nonton. Sekarang aja kalau kamu mau ngobrol," kata Ragela pada akhirnya.


****


Kak Haru! Aku degdegan banget. Byan bilang sama aku kalau dia mau ngomong sesuatu. Kira2 apa yah? Kyaaaaaa. Semoga yang aku harepin.


Haru menghela napasnya. Ia membalas pesan Ragela dengan sticker bertuliskan good luck kemudian menyimpan ponselnya begitu saja. Tangannya yang sedang mengisi macaroon dengan cream bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Obrolan dengannya saja belum selesai, malah mau mengobrol dengan Ragela. Jino ini bagaimana sih? tapi kemudian Haru tersadar bahwa yang memulai ini semua juga dia kan? Jadi tak sepantasnya Haru kesal dengan hal seperti ini.

"Surprise!"

Suara seseorang membuat Haru terperanjat. Ia menoleh dan mendapati Januar berada di daun pintu seraya merentangkan tangannya.

"Ya ampun Januar!" pekik Haru. Ia melepaskan sarung tangannya dan berjalan ke arah pintu untuk mendekati Januar namun pria itu malah lebih dulu mendekat ke arahnya dan memeluknya.

Pelukan hangat dan sangat erat, "Miss you Putri," kata Januar.

Haru tertawa dalam pelukannya, "Haru ih. Kenapa kamu hobi banget panggil aku Putri?" tanyanya.

Haru mencoba untuk melonggarkan pelukannya namun Januar malah mengeratkannya. Pria itu bahkan menggoyang-goyangkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri, "Supaya beda, dan aku doang yang panggil Putri," kekehnya.

Haru tertawa. Ia menepuk pundak Januar, memintanya untuk melepaskan pelukan mereka dan Januar menurut, pria itu melepaskannya. Ia menatap Haru dan tersenyum, "Makin cantik aja," katanya.

Haru tersipu, tapi cepat-cepat ia berdehem.

"Mending puji cewek kamu aja, jangan puji aku," katanya.

Haru berjalan lebih dulu untuk keluar dari dapur sementara Januar mengikutinya.

"Eh Jan, kamu udah kenalan sama Agni?" tanya Haru ketika sampai di depan meja Agni.

Januar mengangguk. Ia berjalan ke arah Haru dan merangkul bahunya, "Barusan kenalan bentar. Makanya bisa masuk ke dalem dapur juga udah dipersilakan sama Agni. Iya kan Ni?" tanya Januar.

Agni tersenyum tipis, "Iya," jawabnya sekenanya.

"Kita mau kemana nih? Aku tadi sewa mobil, supaya nggak nebeng mobil kamu," ucap Januar kemudian.

Haru menatapnya tak menyangka, "Padahal pake mobil aku juga bisa Jan. Kamu kenapa malah sewa?"

Januar terkekeh, "Biar leluasa aja pakenya," sahutnya. Ia melepaskan rangkulannya pada bahu Haru. Pria itu meraih sesuatu dalam saku celananya, "Look!" serunya seraya menunjukkan card hotel bertuliskan Renova.

"Aku nginep di hotel kamu," ucap Januar kemudian.

Haru tersenyum, "Hotel Papa aku," ralatnya.

Januar menggeleng, "Hotel kamu. Namanya aja nama kamu."

"Yah, oke. Terserah kamu aja," ucap Haru.

Januar tersenyum manis. Ia mencolek pipi Haru dan berkata, "Gitu dong. Kan memang hotelnya kamu," katanya.

Haru menggelengkan kepalanya sementara Januar meraih tangan Haru dan memainkan jemarinya, "Jadi kita mau jalan-jalan kemana hari ini?" tanyanya.

Agni memperhatikan mereka baik-baik. Ia bahkan tak berpaling dari Januar barang satu detik saja. Sejak Januar menyapanya dengan suara pria-pria nakal penuh godaan, Agni jadi penasaran seperti apa pria ini sebenarnya. Ia bahkan mengintip Januar ketika masuk ke dalam dapur dan Agni terkejut dengan kenyataan bahwa ada pria lain yang Haru biarkan untuk memeluknya—atau yang memeluk Haru—selain Jino. Bahkan panggilan Januar pada Haru saja Putri, bukan Haru. Apa coba? Lebih bagus nama Runa yang disebutkan Endra sebenarnya. Oke Agni. Mari fokus pada Haru dan Januar lagi.

Dilihat-lihat sepertinya Januar ini terbiasa menyentuh semua orang. Lihat saja caranya memeluk Haru, meraih tangannya, mencolek pipinya. Eww. Kenapa Agni risih sekali melihatnya? Tapi mungkin Haru sudah biasa dengan sikap pria itu. Hanya saja Agni juga menangkap rasa risih yang Haru tunjukan lewat gerak-geriknya. Lihat saja sekarang, Haru mencoba untuk menarik tangannya dari Januar.

"Kamu mau kemana dulu?" tanya Haru kemudian.

Januar tersenyum, "Ke hotel dulu yuk! Kita cobain pastry di sana. Enakan mana sama buatan aku," kata Januar.

Haru tersenyum. Ia mengangguk setuju dengan ajakan Januar sementara Agni... gadis itu membelalakkan matanya. Hey. Januar mengajak Haru ke hotel! Memang untuk mencicipi pastry, tapi siapa yang tahu kalau pria itu mempunyai niat lain seperti... mencicipi Haru?

Astaga! Apakah Agni terlalu banyak menonton film ya?

"Aku ikut dong! Ikuut!" pinta Agni kemudian. Memecah keheningan diantara mereka.

Haru tersenyum senang sementara Januar menatapnya heran.

"Ikut yah," pinta Agni sekali lagi.

Kalau pikiran Haru terlalu positif, tidak apa-apa. Ada Agni yang berpikir negatif.

Dan kalau Haru tak bisa menjaga dirinya dari seorang pria, biar Agni yang menjaganya.



TBC



WKWKWKWKWKWKWK

Maaf yah udah digantung, KENTANG BGT lagi. Belum beres hahahaha

orang lain seneng kalau rumah ceweknya kosong. ini jino malah begini. 

HAI JONO KENAPA KAMU BERBEDA?! WKWKWKWKWK

Btw semakin lama karena aku ngetik ulang. Kemarin-kemarin udah ada, tapi kayaknya gak kesave apa gimana. File nya ilang. NANGIS BGT. Ya udah akhirnya ngetik ulang dan pake yang ini.

Selamat membaca dan sampai jumpa! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro