Part 15 - Kejutan
"Hari ini biar Papa yang anter kamu ke Studio ya sayang, kebetulan Papa mau meeting di daerah sana, biar sekalian."
Haru menatap ayahnya dengan tatapan tidak enak, "Nggak apa-apa kok Pa, Haru berangkat sendiri aja."
"Kamu jarang dianterin juga sama Papa, nggak apa-apa biar Papa anterin ya."
Biasanya Haru senang kalau ayahnya hendak mengantarkannya, tapi masalahnya semalam ia sudah telponan dengan Jino dan pria itu sudah janjian dengannya untuk pergi bersama.
"Hmm, Papa duluan aja, takutnya papa telat."
"Papa rapatnya jam sepuluh, kamu ke studio jam sembilan kan?"
O-ow, gawat sekali! kilahan macam apa lagi yang harus Haru sanggahkan pada ayahnya?
"Hmm, tapi Agni belum konfirmasi jadwal hari ini, jadi—"
"Jadi harusnya Papa itu ngerti kalau kak Haru nggak mau dianterin sama Papa," sahut Putra.
Hasya mengangguk, "Bang Jino kan udah ada mobil lagi, udah pasti bang Jino yang mau anterin kakak," sambung Hasya.
Reno menatap anak kembarnya dengan tatapan sengit, kembar kenapa harus selalu kompak sih?
"Si Jino ini kasih kamu apa sih, udah ditinggal lama, pas ketemu masih aja kalian rapet begini," gerutu Reno.
Sharen tertawa, "Bagus dong By, itu artinya nggak ada yang berubah diantara mereka."
Mendengar ucapan ibunya, diam-diam Haru tersenyum. Mereka masih biasa-biasa saja dan jarak juga tidak menghalangi keduanya, hubungan mereka tetap terjaga dengan baik dan tidak ada perubahan apapun meskipun waktu berlalu selama bertahun-tahun.
Ponsel Haru berbunyi, Jino mengirimkan pesan padanya bahwa pria itu sudah menunggunya di depan rumah, dia sudah sarapan jadi tidak akan ikut sarapan di rumahnya.
Bangkit dari kursi, Haru meraih tasnya dan berpamitan kepada keluarganya kemudian ia berlari menuju halaman rumahnya.
****
"Kita mau boncengan?" tanya Haru begitu ia menatap Jino yang duduk di atas motor besarnya. Jino tidak bilang kalau dia mau membawa motor hari ini.
Pria itu mengangguk, "Biar nggak macet," sahutnya. Awalnya ia tersenyum ketika melihat lambaian tangan Haru yang tengah berlari ke arahnya, tetapi ketika gadis itu mendekat ... senyuman Jino mulai hilang. Tentu saja karena pakaian yang Haru pakai.
Gadis itu memakai legging selutut, sementara atasannya—ini yang paling mengganggu bagi Jino. Haru hanya memakai atasan untuk senam, atau yoga ... sebuah baju—tidak, itu bukan baju, tapi itu bra! Jino yakin sekali kalau itu sebuah bra yang memang selalu digunakan untuk yoga atau senam, dan gadis itu hanya menutupnya dengan sebuah blazer transparan berwarna putih yang—sama saja bohong! Jino saja bisa melihat jelas baju bra itu, bagaimana orang lain? Omong-omong apa sih nama baju bra ini? Membuat bingung saja.
"Kamu langsung pake baju begitu mau yoga?" tanyanya.
Haru terkekeh, "Tadi aku buru-buru, nggak sempet di dobel lagi, jadi ambil luarannya yang gampang aja dan aku kira kita naik mobil, hehe."
"Gampang diambil tapi nggak berguna juga, dan nyatanya kita naik motor," sahut Jino.
Haru mengerutkan keningnya, tidak mengerti sementara pria itu turun dari motornya. Jino membuka kancing kemejanya dan melepasnya, ia memakaikan kemeja flanelnya kepada Haru.
"Mau seburu-buru apapun juga, jangan lupa buat pakai baju yang menutup tubuh kamu. Kalau di studio kan memang isinya cewek semua, nggak masalah, atau mungkin kalau kamu naik mobil juga nggak akan ada yang lihat kamu, tapi hari ini kita naik motor, dan aku yang anter kamu. Oke, aku sih ya bisa memaklumi pakaian kamu, tapi cowok lain di luar sana? mereka mana bisa nahan diri. Ingat satu hal kalau tubuh wanita itu godaan terbesar buat pria."
Jino mengucapkannya seraya mengancingkan kemejanya di tubuh Haru sementara gadis itu membeku, terlebih lagi ... ia merasa malu. Rasanya seperti Haru yang sengaja mempertontonkan tubuhnya tetapi Jino malah memarah-marahinya habis-habisan karena tahu apa yang Haru lakukan itu tidak pantas. Ya Tuhan, sungguh ... rasanya malu sekali.
Padahal Haru memang buru-buru.
"Dah, naik yuk!"
Pria itu sudah selesai, ia mengacak-acak rambut Haru, membelai wajahnya dan tersenyum. Tahu apa yang sedang terjadi pada Haru sekarang? Jantungnya berdebar-debar tidak karuan! Ia tidak tahu kenapa tapi rasanya begitu tak terkendali dan Haru lemas dibuatnya.
"Pake dulu helm," kata Jino seraya memakaikan helm padanya.
Jino sudah sering memakaikan helm kepadanya, tetapi apa yang Haru rasakan terasa berbeda. dahulu biasa saja, sekarang kenapa diwarnai dengan debaran luar biasa? Ya Tuhan, apa sih yang terjadi dengan dirinya? Hey. Semalam mereka juga telponan dan tidak ada efek apapun bagi Haru. Kenapa sekarang malah begini?
"Yuk, Haruku!"
Dengan kaku, Haru naik ke atas motor. Ia meletakan tangannya di samping tubuh Jino. Ia mengingat sesuatu, dahulu ... ia selalu memeluk Jino ketika dibonceng olehnya, maka sekarang ... dengan penuh keraguan, Haru melingkarkan tangannya di pinggang Jino dan akhirnya memeluk pria itu. Kenapa juga sih Haru harus ragu? Hey! Kemarin mereka berpelukan! Apakah Haru lupa dengan hal itu?
Iya sih, kemarin mereka berpelukan, tetapi hari ini ... rasanya berbeda, sungguh!
Haru merasakan pipinya memanas, sementara Jino ... tubuhnya menegang. Ia menunduk untuk melihat tangan Haru yang melingkar di pinggangnya.
Hey, mereka sudah biasa seperti ini kan? Lalu kenapa Jino merasa asing dengan perasaannya kali ini?
****
"Enaknya punya cowok, bela-belain dia kaosan biar kemejanya dipake sama ceweknya," ucap Agni ketika Haru masuk ke dalam café.
Gadis itu mengerutkan keningnya, bingung dengan ucapan Agni mengenai kata 'Cowoknya dan ceweknya'.
"Apa sih Ni," kata Haru. Ia memeriksa jadwal yoganya hari ini. Lumayan juga ternyata. Haru akan mengisi tiga kelas dengan sepuluh orang peserta. Wow! Peserta yoganya bertambah? Luar biasa sekali.
"Belom pada dateng kan ya?" tanya Haru setelah memeriksa jadwalnya.
Agni yang sedang membereskan meja kasir mengambil daftar absen dan melihatnya, "Ada loh yang udah dateng. Gela sama Ayu. Mereka baru dateng. Padahal kelas masih sejam lagi tapi katanya tanggung tadi udah siap dari pagi."
Haru menganggukkan kepalanya, "Ya nggak apa-apa sih, kita bisa ngobrol dulu," kata Haru. Ia berpamitan pada Agni dan naik ke atas untuk mempersiapkan kelasnya hari ini. Deringan di ponselnya membuat Haru menghentikan langkahnya yang sedang menaiki tangga.
Ia melihat ponselnya kemudian tersenyum karena mendapati Jino menelponnya.
"Kenapa Ji?" tanyanya.
"Aku lupa bilang, aku tadi pake parfum banyak banget di kemeja aku. Jadi kalau kamu kangen, ciumin aja kemejanya," katanya di sebrang sana. Terdengar suara riuh jalanan yang membuat Haru menduga Jino belum sampai, dia pasti berhenti dulu sebentar untuk menelponnya. Dasar Jino.
"Aduh Ji, kamu tuh ada-ada aja," kata Haru.
Ia melanjutkan langkahnya untuk menaiki tangga seraya mendengar ucapan Jino di sebrang sana.
"Aku mau lanjut dulu ya, pasien aku kayaknya udah mau sampe. Dah Haruku, jangan lupa pake lagi kemejanya pas kamu beres yoga."
Haru tertawa dibuatnya, "Iya, bawel ih kamu lama-lama kayak Papa," ucapnya.
"Biarin, biar Papa Reno punya tempat buat ngaca," timpal Jino.
"Ngomongnya depan Papa aja nanti coba," tantang Haru. Ia melirik ke arah Ayu dan Gela yang sedang duduk dan melambaikan tangannya. Haru memberikan mereka sinyal untuk menyelesaikan dulu telponnya sebelum bergabung bersama mereka.
"Hati-hati. Dah," katanya sebelum menutup telpon.
Haru memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berjalan mendekati Ayu dan Gela yang duduk di atas matras.
"Cieeee kak Haru abis telponan sama cowoknya ya?" goda Ayu.
Haru tertawa, namun pipinya tersipu karena malu.
"Kayaknya yang dipake kak Haru juga kemeja cowoknya deh," sambung Gela.
Haru melirik kemeja flanel yang melekat di tubuhnya, ukurannya memang besar sih jadi wajar saja kalau mereka menyangka kemeja ini bukan miliknya. Meskipun pakaian big size sedang tren, tetap saja coraknya terlihat berbeda dengan corak kemeja wanita.
"Aku mending nggak jawab deh," ucap Haru pada akhirnya.
Gela menatapnya dan tersenyum, "Happy banget lihat kak Haru tuh. Apa lagi barusan Kakak seneng banget telponan sama cowoknya. Aduh, kisah orang kenapa uwu-uwu banget ya," katanya.
"Nggak juga kok, nggak semua kisah orang uwu," sahut Haru.
"Bener." Ayu mengangguk setuju, "Kisah Gela nih tragis banget Kak!" ucapnya.
Gela menganggukkan kepalanya. Ekspresinya berubah sendu dan hal itu membuat Haru bertanya-tanya. Tapi tentu saja Haru menahan dirinya untuk tidak bertanya, lagi pula itu juga bukan urusannya.
"Aku suka sama orang selama bertahun-tahun tapi dia nggak pernah anggep aku ada," kata Gela tiba-tiba.
Haru membenahi duduknya. Ia menyimpan tasnya dan menatap Gela, mendengarkan ceritanya dengan seksama.
"Aku selalu melakukan apapun untuk bantuin dia, support dia, nemenin dia. Semuanya aku lakuin buat dia, tapi dia masih aja bersikap dingin sama aku. Dia bangun benteng besar banget buat aku, aku nggak yakin kalau suatu saat dia bisa buka hati buat aku," keluhnya.
"Ya ampun..." kata Haru.
"Lagian Byan punya cewek sih," sambung Ayu.
Byan?
"Kalau udah punya cewek sih susah ya," kata Haru hati-hati.
Gela menggeleng, "Itu bukan ceweknya. Yang aku tahu, mereka cuman temenan. Tapi Byan selalu ngomongin dia dan bahas dia tiap waktu, padahal di luar sana mungkin temennya udah punya cowok. Tahu nggak kak, Byan tuh selalu melakukan banyak hal buat si cewek itu sementara cewek itu? dia memang tahu kalau Byan pernah tifus dan dirawat hampir satu minggu? Dia tahu kalau Byan pernah kena bisa ular waktu kita camping? Dia memang tahu waktu Byan dimarah-marahin dosen sampai dia hampir kena masalah besar di kampus? Nggak kak, cewek itu nggak tahu sama sekali. Dan yang cewek itu nggak tahu, aku yang selalu ada di sana. Aku yang bawa Byan ke IGD, aku yang nemenin dia dan ngurusin dia waktu dia dirawat, aku yang bantu beresin masalah kampus dia dan semua hal yang mengurangi bebannya. Tapi apa coba? Aku nggak pernah dipandang sama sekali. Bahkan aku mau nebeng pulang aja dia tolak. Kak Haru bayangin aja sakitnya jadi aku," ucap Gela dengan emosi dalam dirinya yang kini sudah berubah menjadi air mata.
Gadis itu terisak. Ia mengusap air matanya dengan kasar.
"Aku nggak minta banyak dari dia, aku cuman mau dia lihat aku dan lihat semua usaha aku buat dia. itu aja."
Ayu menggelengkan kepala seraya menepuk pundak Gela untuk menenangkannya sedangkan Haru, dia terdiam dan masih mencoba untuk mendengarkan Gela.
"Udahlah Ra... lo nggak pantes nangisin si Byan kayak gini. Cowok di FKG banyak, bukan dia aja. Lo bisa nyari lagi, gue yakin itu."
DEG!
Begitu kata FKG disebutkan, mata Haru terbelalak dengan lebar.
Byan.
FKG.
Temen Byan di luar sana.
Haru mengerjapkan mata. Ia menelan ludahnya dengan berat. Sebuah kesimpulan mulai muncul di benaknya namun Haru mencoba untuk menepis kenyataan yang kini menghampirinya.
"Capek," kata Gela.
Ia mengusap air matanya dan menatap Haru, "Kayaknya nama Ragela memang nggak akan pernah ada di hati Abyan Jino Wiratama," ucapnya begitu saja.
Haru merasakan sebuah petir menyambarnya hingga membuatnya membeku dan tak bisa berbuat apa-apa selain terdiam dengan rasa terkejut yang luar biasa dalam hatinya.
Apa yang sedang terjadi? Bagaimana ini Tuhan?
TBC
HAHAHAHAHAHAHAHA MANA SINI YANG KEMARIN NGIRA RARA ITU ZARA WKWKWKWK
TAUNYA RAGELAAA... RA, GELAAAAAA YA LOOO WKWKWKWKWK
Oke markibaaaa mari kita tebak apa yang akan terjadi selanjutnya HUAHAHAHAHAHA
Oke sebelumnya aku mau kasih tahu dulu alesan aku gak nongol lama, takutnya pembaca di sini beda sama pembaca di gandi-ines.
2 minggu aku kena covid, 1 minggu penyembuhan, 1 minggu belom dapet feel buat lanjut ini jadi aku lanjut cerita yang lain. Apa ada 1 minggu lagi yang ga kesebut? Wkwkwk lupa kapan terakhir nongol. Sebulan yang lalu sih seinget aku.
BTW aku buat cerita baru, tak henti hentinya akan aku promosikan.
Cerita pertama FF berisi tentang seorang wanita yang hidupnya penuh dengan kesialan dan mencintai seorang pria yang hidupnya penuh dengan keberuntungan (HALAH) – judulnya Give it To Me. Baru 1 prolog dan 1 part.
Cerita kedua berisi tentang seorang wanita yang terjebak dalam permainannya sendiri namun di tengah perjalanan cintanya ia menemukan sebuah alasan atas semua hal yang sudah terjadi (WANJAY) – judulnya SOMETHING ABOUT LOVE – Di post di DIVIANA90 udah 4 part, orang2 pada takut liat prolog namun aku hanya tertawa WKWKWKWK percaya deh cerita ini seruuu wkwkwkwkwk soalnya aku yang buatnya aja ketawa-ketawa (lah kok)
Segitu dulu aja buat part ini. Part selanjutnya kalau beres malem ini atau besok bakal langsung aku post kok tenang aja.
Bye.
Aku sayang kaliaaaaan :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro