Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 13 - Keraguan?

"Sebagai sesama laki-laki gue sih meragukan kalau Jino jomblo."

"Gue kalau jadi dia tinggal tunjuk aja cewek yang gue mau. Toh cewek-cewek juga pasti langsung mau sama dia."

"Jangan dulu lihat background dia yang anak jenderal deh. Dari muka aja udah cakep, mana pinter, dia kaya juga. Cewek-cewek pasti antri lah."

"Gue yakin pasti ada lah satu atau dua orang yang ngejar-ngejar Jino. Masa sih nggak ada. Ya, kecuali si Jino anaknya kuper kan. Tapi dia bukannya terkenal di kampusnya?"


Semua ucapan Endra kini terngiang-ngiang di telinga Haru dan cukup mengganggu konsentrasinya hingga membuat Haru berkali-kali menggelengkan kepala, mencoba untuk mengusir pikiran-pikiran itu dari benaknya.

Selama empat tahun terakhir, mereka tetap berhubungan seperti biasa, Jino tetap mengabarinya, menelponnya, mengirimkan foto-foto kegiatannya, begitu pun dirinya. Tidak ada sedikitpun pembahasan tentang apa yang Endra bahas sebelumnya. Bahkan ternyata jarak tidak menjadi masalah untuk keduanya. Selama waktu berlalu pun hubungan mereka masih sama seperti sebelumnya.

Tunggu dulu.

Hubungan?

Hubungan apa yang barusan Haru pikirkan?

Menggelengkan kepalanya. Haru memilih untuk mencuci mukanya—mencoba mencari kesegaran untuk wajahnya sendiri. Siapa tahu bisa membantu dirinya untuk lebih tenang dari sebelumnya.

Tunggu.

Memangnya Haru tidak tenang?

Atas dasar apa?

Kenapa ia berpikir bahwa ia merasa tidak tenang?

"Ah, tuh kan," gumamnya.

Haru tidak kembali ke tempat dimana ia dan Agni berdiskusi sebelumnya. Gadis itu memilih untuk naik ke atas, ke studio tempatnya yoga—yang masih berantakan dan mencoba menenangkan dirinya.

"Mungkin yoga bisa membantu," katanya.


****


Jino masuk ke dalam gedung dengan sumringah. Ia bersiul seraya menggoyangkan kunci mobil yang ia bawa di tangannya, namun siulannya terhenti ketika ia mendapati Endra tengah melambaikan tangan ke arahnya.

"Lo jadi anaknya Agni sekarang?" tanya Jino dengan sinis.

Endra tersenyum, "Papanya Agni dong, kan Mamanya Runa," kekehnya.

Bugh! Satu bantal kembali meluncur ke kepala Endra—berasal dari Agni tentu saja, yang membuat Jino mengacungkan jempolnya pada Agni.

"Thanks banget Ni. Jadi terwakilkan," katanya.

Agni mendesis, "Bawa pulang gih. Pusing tahu nggak, dari tadi ngerecokin mulu."

Jino bergidik, "Ngapain. Ya mending bawa pulang Haru lah," katanya. Matanya menelusuri setiap penjuru gedung, mencari-cari Haru namun sampai selesai mencari pun Jino tidak mendapatinya berada di sana.

"Harunya mana Ni?" tanya Jino pada Agni. Gadis itu memberitahu Jino dengan arah tatapannya, "Ke Toilet, tapi kayaknya dia lanjut ke atas deh," jawab Agni.

Jino mengangguk. Ia memutuskan untuk menunggu Haru dan duduk di samping Agni. Endra yang sejak tadi sibuk membicarakannya kini mulai penasaran. Ia menatap Jino dan bertanya, "Lo nggak punya pacar No?"

"Hah?" Jino mengerutkan keningnya. Bingung dengan pertanyaan Endra yang tiba-tiba kepadanya.

Agni malah lain lagi. Gadis itu menepuk pundak Jino—membuatnya menatapnya kemudian menggelengkan kepalanya, memintanya untuk tak menghiraukan Endra.

"Biarin aja dia, usil banget heran," kata Agni.

"Atau gini deh Jino. Di kampus pasti banyak yang deketin lo kan?" desak Endra.

Jino mendengus, "Urusannya sama lo apaan coba?" tantangnya.

Endra mengedikkan bahunya, "Nggak ada. Gue heran aja sih, orang kayak lo tuh ceweknya pasti banyak."

Bugh!

Untuk kesekian kalinya satu bantal mendarat lagi di kepalanya.

"Agni woy!" teriak Endra. Marah karena sejak tadi kepalanya menjadi sasaran empuk atas lemparan bantal Agni. Lagipula Agni kenapa sih? Hobi sekali melemparinya bantal?

"Lo bisa diem nggak sih? Heran. Tadi nanya-nanya Haru, sekarang nanya-nanya Jino."

"Nanya-nanya Haru apa?" Jino menatapnya, meminta penjelasan.

Agni menghela napas, "Ya pertanyaan yang sama. Katanya masa iya orang Malaysia nggak ada yang tertarik sama Haru?"

"Terus?"

Agni menatap Jino, mempertanyakan maksud ucapannya.

"Harunya jawab apa?" tanya Jino.

"Ya, dia jawab betapa sibuknya dia di sana."

"NAH! Ini Endra!" seru Jino dengan kencang. Ia menatap Endra dan berkata, "Anak kedokteran gigi nggak ada waktu senggang buat begitu-begitu. Lo kali yang keliaran cari cewek," tuduhnya.

"Lagian gue punya kegiatan voulunteer juga. Kalau ada waktu luang ya ke sana. Beda sih Ndra, otak gue sama otak lo, jadi isi pikiran kita juga beda."

"SKAK MAT LO!" teriak Agni dengan puas. Endra tak menjawab ucapan terakhir Jino sementara Agni malah menertawakannya.

Di sudut ruangan, Haru menahan senyumnya. Ia menuruni tangga dengan riang kemudian dan menghampiri mereka semua.

"Aku barusan yoga dulu sebentar, tapi kalian berisik banget," sahutnya. Harusnya suara Haru terdengar seperti omelan, tapi dia mengucapkannya seraya tersenyum hingga membuat dirinya sendiri juga aneh saat mendengarnya.

Jino yang melihat Haru segera melambaikan tangannya, "Hai! Mau pulang sekarang nggak?" tanyanya.

Haru tersenyum, "Ayo," sahutnya dengan riang. Benar-benar riang. Jauh lebih riang dari sebelumnya. Inilah, kenapa Haru senang melakukan yoga, karena perasaannya bisa membaik dalam waktu yang singkat. Luar biasa!


****


Haru dan Jino memutuskan untuk jalan-jalan dulu, alih-alih pulang karena menurut mereka hari masih sore, masih ada waktu sampai batas malam dari ayahnya Haru untuk Jino. Sebenarnya sih Jino yakin kalau pergi dengan Agni, pulang tengah malam pun tak masalah, sementara dengan Jino... satu jam saja membuat ayahnya Haru cemas tak karuan. Padahal Jino adalah orang yang akan menjaga Haru lebih dari siapapun. Serius.

"Dapet pasien dari mana Ji?" tanya Haru seraya memakan eskrimnya. Jino tersenyum tipis. Ia mengulurkan tangannya untuk mengusap bibir Haru yang sedikit belepotan.

"Ih kenapa pake tangan, pake tisu aja," saran Haru. Jino menggeleng. Tidak mau.

"Makannya pelan-pelan, nggak akan aku rebut juga," sahutnya.

Haru mengedikkan bahu tak peduli. Ia menatap Jino, menantikan jawaban atas pertanyaannya yang barusan.

"Anak temennya Papa si Genta, Haruku. Kemarin pas aku cerita soal syarat aku ke kamu sama Agni, Genta bilang katanya ada kenalan Papanya yang anaknya butuh dirawat."

"Pas banget berarti ya," kata Haru.

Jino mengangguk, "Aku udah telpon dia sih, udah pastikan beberapa hal. Tadi juga sampe tanya ulang dia serius nggak mau aku rawat dan dia bilang beneran mau. Ya udah, aku tenang deh untuk beberapa waktu ke depan."

"Kayaknya seru ya lihat hari pertama kamu jadi Koas," tukas Haru.

Jino menyimpan eskrimnya. Ia melipat tangannya di atas meja lalu mencondongkan wajahnya untuk mendekat pada Haru.

"Mau jadi pasien aku?" tawarnya.

Haru menggeleng kuat. Menolaknya dengan tegas, "Malu dong Ji kalau kamu lihat isi mulut aku."

"Nggak apa-apa kok kalau mau. Banyak tahu, istri dokter gigi yang dirawat sama suaminya," ujar Jino.

Haru menggeleng, "Tetep malu," katanya. Yang dijawab oleh Jino dengan belaian di rambunya, "Dasar."

"BTW Ji. Selama kuliah nggak ada yang suka sama kamu di kampus?"

Pertanyaan Haru mengundang kerutan di kening Jino. Dia menatap Haru, meminta penjelasan atas pertanyaannya yang tiba-tiba itu.

"Yah. Enggak sih, aku penasaran aja," sahut Haru.

Jino masih menatapnya, "Penasaran doang?" tanyanya.

Haru menggeleng, "Barusan aku jawabnya aja, bukan doang."

Cubitan di pipinya Haru dapatkan dari tangan Jino disertai ekspresi gemas laki-laki itu yang membuatnya mengerucutkan bibir, memprotes tindakan Jino kepadanya.

"Jangan banyak dicubitin nanti pipi aku melaaar," kata Haru.

Jino tergelak, "Nggak apa-apa kok. Seriusan nggak apa-apa, mau kamu melar kek, aneh kek, apapun itu nggak jadi masalah buat aku."

Haru menjulurkan lidahnya, meledek ucapan Jino padanya.

"Jadi gimana?" tanya Haru sekali lagi. Ia menahan dirinya agar tak terdengar mendesak Jino walau hanya sedikit. Sebenarnya sih Haru juga sudah mendengar pembicaraan Jino bersama Agni dan Endra tadi, tapi rasanya tidak puas saja kalau ia tidak mendengar langsung dari mulut Jino seraya menatap raut wajahnya. Begini. Kalau Haru melihat ekspresinya, ia kan bisa tahu apakah Jino berbohong atau tidak kepadanya.

"Nggak pernah ada yang bilang suka sih sama aku sejauh ini," jawab Jino.

"Okay, then."

Haru tersenyum. Ia mengalihkan perhatiannya, fokus kembali pada eskrim yang sempat ia diamkan tadi. Haru memakannya lagi dengan perasaan jauh lebih nyaman dari sebelumnya.

"Besok kamu udah mulai yoga?" Jino membuka suara, memulai kembali obrolan diantara mereka.

Haru mengangguk, "Café Agni masih belum bisa buka karena memang banyak banget PR nya, tapi studio aman sih tinggal diberesin. Aku besok rencana mau posting iklan dulu buat cari member. Target sih lima orang ya, member awal yang bakal menentukan gimana aku kedepannya," jawab Haru.

"Lima orang mah aku, Genta, Sagit, Agni, sama Tante Icha aja Haruku, nggak usah jauh-jauh posting."

"Nggak bisa. Sama aja bohong kalau kayak gitu. Aku nggak boleh manfaatin koneksi. Harus bener-bener cari member dari nol, dari stranger yang nggak tahu siapa aku. Sampai nanti mereka tahu aku, terus saranin kelas yoga aku ke temen-temennya lalu temen-temennya saranin lagi ke temennya yang lain. Ya gitu deh, sampai aku punya member banyak, punya kelas penuh seharian, punya cabang, sampe punya studio yoga segede hotelnya Papa." Haru mengungkapkan keinginannya di masa depan yang membuat Jino memperhatikannya lekat-lekat. Laki-laki itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat, masih menatap Haru dengan sebuah binar di matanya membuat Haru yang kini tersadar—menatapnya penuh tanya, "Why?"

Jino menggeleng, namun bibirnya tersenyum lebar.

"Kamu cantik banget," puji Jino tiba-tiba.

Mata Haru mengerjap, bukan terkejut dengan ucapan Jino, namun ia terkejut mendengar gemuruh di dalam dadanya. Detak jantungnya yang cepat dan kencang. Bahkan dalam keheningan atas keterkejutannya, Haru yakin bahwa ia bisa mendengar detak jantungnya sendiri dengan keras.



TBC



CAN YOU FEEL MY HEARTBEAT? HAYAWWW.

YA SIAPA YANG GAK DEGDEGAN ATUH DILIATIN TERUS DIPUJI CANTIK WKWKWKWK

Secuek apapun cewek kalau dipuji cantik pasti ada tersipu-tersipunya WEH APALAGI KALAU YANG MUJINYA KESAYANGAN WKWKWKWK Kalau yang mujinya nggak kita suka mah pasti risih sih, langsung bergidik, langsung pengen lari WKWKWKWK (Ini mah aku yang kerjaannya emang lari terus)

Judulnya keraguan karena aku sendiri ragu judulnya apaan wkwkwkwk bingung. 

BTW semalem aku ngomongin cowok sama temen aku (TENTU SAJA COWOK KIPOP YA) berakhir dengan mimpi punya pacar tapi status doang ih orang waktu aku mau samperin orangnya, keburu bangun gara-gara alarm HP. CKCKCCK MEMANG SEBENAR-BENARNYA MIMPI!

Eh btw kan kita tuh sekarang ceritanya reunian ya. Coba dong sini ceritain, kalian ngapain aja selama cerita ini pertama ditulis sampe sekarang udah 5 tahun baru aku lanjutin?

Kalau aku. Yang signifikan mungkin perkembangan emosi sama sikap sih ya, kalau kehidupan ya namanya hidup mah banyak naik turun emosi. Tapi aku masih kerja di tempat yang sama dan kembali tinggal di rumah yang sama (sempet pindah tapi pindah lagi). Dan tentu saja ya AKU MASIH JOMBLO WKWKWKWK Tapi ini adalah pilihan, karena jujur aku lebih enjoy begini sih. Gimana ya, masih merasa belum siap mencintai orang lain soalnya aku masih proses mencintai diri sendiri wkwkwkwk

Dah ah masih pagi juga.

Segini aja ya. Selamat hari jum'at.

Dah.

AKU SAYANG KALIAN :*

Seriusan sayang soalnya ketika hidup capek banget, tahu ada yang nunggu karya aku walau Cuma 1 orang tuh berarti banget aaaak lavyuuu. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro