Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11 - Hadiah Spesial

Ada beberapa momen dalam hidup yang tidak akan pernah bisa kita lupakan. Pertama, ketika ulang tahun, kedua ketika berhasil mendapatkan sesuatu dan semua orang merayakannya. Untuk yang kedua, Jino selalu merayakan keberhasilannya sejak sekolah ketika ia menjadi juara umum, juara olimpiade, atau sekadar lomba-lomba kecil antar sekolah, dan kali ini adalah wisuda. Jino sudah kembali dari panggung setelah diberikan penghargaan atas pencapaian cumlaude nya dan ia tak bisa menahan tangisnya. Bagaimanapun juga Jino benar-benar berjuang dengan keras selama empat tahun terakhir. Hidup sendirian, jauh dari keluarga, ia benar-benar melewati masa sulit yang luar biasa. Dan sekarang semuanya sudah selesai. Setidaknya untuk kuliahnya, meskipun Jino masih harus menjadi Koas selama dua tahun kedepan. Yah, tidak apa-apa, toh memang itu langkah lanjutan dalam hidupnya.

"Mama bangga banget sama anak Mama."

Ibunya masih menangis, berkali-kali memeluk dan mencium Jino sementara ayahnya hanya bisa diam. Jujur, dia masih ingin Jino masuk ke militer, namun melihat keberhasilan anaknya seperti ini sedikit mencoreng egonya. Maka yang ia lakukan adalah menepuk pundak anaknya, mengucapkan kata selamat dengan caranya sendiri.

"Gini dong Ma, bangga. Anak Mama dari dulu berprestasi," ucap Jino.

Ibunya mengangguk, namun masih menangis karena haru.

"Ma, udah dong nangisnya," kata Jino pada akhirnya. Ibunya berdehem. Ia melihat cermin dan berkata, "Mama kan mau kirim foto kita ke grup Ibu-ibu Persit. Haduh, jadi sembab gini. Make up Mama berantakan nggak sih Pa?" tanyanya pada suaminya.

Tama—ayah Jino berdecak, "Lagi nangis juga sempet-sempetnya kepikiran hasil foto."

"Ya, itu penting tahu Pa, tadi pagi Ibu-ibu Persit udah minta foto Byan. Katanya mau lihat anak Mama yang ganteng."

Jino menggeleng, tak habis pikir dengan ibunya.

"Yah, karena Jino wisuda hari ini. Mama boleh jual Jino di grup manapun deh Ma."

"Jual. Kayak barang aja," gerutu Ibunya.

Jino memeluk ibunya dengan hangat, "Mama kan suka bangga-banggain Jino, tapi jatohnya malah kayak ngejual Jino," kekehnya. Ibunya mendengus, sementara ayahnya menepuk pundak Jino pelan seraya berdehem.

Jino menoleh, menatap ayahnya dengan penuh tanya.

"Nih. Hadiah dari Papa," ucap ayahnya seraya menyodorkan sebuah kotak kecil.

Jino memiringkan kepalanya. Jam tangan? Boleh juga! pikirnya.

Membuka kotaknya, mata Jino mengerjap. Ia menatap ayah dan ibunya bergantian kemudian menatap isi kotaknya sekali lagi. Jino meraihnya dengan gemetar sementara matanya berbinar-binar.

"Serius?" tanya Jino.

Tama berdehem, "Jadi Koas katanya berat, kadang harus anter-jemput pasien. Lebih baik anter jemput pake mobil supaya aman kalau musim hujan."

"Waaaa!" Jino berteriak dengan senang. Ia menatap ayahnya sekali lagi kemudian memeluknya, "Tunggu Pa! Jino buktiin kalau Jino bisa beresin Koas satu setengah tahun aja!" katanya.

Ayahnya tertawa, "Hati-hati sama ucapan kamu."


*****


"Byan selamat ya!"

"Wih! Gila bro! selamet-selamet!"

"Mantap! Dapet mobil pula!"

"Kak Byan selamat wisudaaaa! Semoga lancar nanti Koasnya!"

Semua ucapan selamat sudah Jino terima dari senior bahkan juniornya yang datang ke wisuda, bahkan juru parkir di kampusnya saja menyelamatinya di sela-sela pekerjaan. Hari ini Jino benar-benar diberkahi dengan ucapan selamat! Ya Tuhan, bahagianya.

Tetapi bahagianya belum sempurna karena sejak tadi Jino menatap ponselnya dan pertanyaan 'Kamu udah sampe haruku?' masih belum dibaca oleh Haru.

Jino berdiri dengan gusar, beberapa orang masih menyelamati dan berfoto bersamanya sementara matanya tidak bisa diam. Ia menelusuri setiap penjuru kampusnya dan...itu dia!

Seorang perempuan yang memakai dress berwarna pastel melambaikan tangan ke arahnya, mencoba berjalan lebih cepat menembus kerumunan di depannya. Mata Jino berbinar. Ia meninggalkan teman-temannya dan berjalan dengan cepat untuk menghampiri Haru.

"Aku kira kamu nggak akan dateng," kata Jino seraya memeluknya dengan cepat.

Haru yang kini terjebak di pelukan Jino tersenyum, "Maaf, tadi parkirnya susah," katanya.

Jino mengangguk, ia seperti anak anjing yang baru menemukan pemiliknya setelah lama berpisah. Tidak mau lepas. Ya Tuhan.

Pada akhirnya Haru membalas pelukan Jino, gadis itu mengusap punggung Jino dan berkata, "Selamat wisuda Jinooo, semangat yah buat jadi koas," katanya.

Jino melepaskan pelukannya. Ia menatap Haru dalam-dalam, "Lihat. Mata aku agak merah, abis nangis tadi," katanya.

Haru tertawa, "Cengeng banget," ledeknya.

"Nggak tahu kenapa. Tadi lihat Mama sama Papa langsung rembes," ucap Jino.

Haru mengerti karena ia sendiri pernah ada di posisi yang sama.

"Emang emosional banget sih momen ini tuh Ji," katanya. "Ah, iya! Ini buat kamu! Anggap aja hadiah wisuda!"

Haru mengangkat paper bag yang dibawanya untuk ia serahkan pada Jino. Laki-laki itu mengambilnya, "Apa ini?"

"Bukanya di rumah aja," kekehnya.

Jino menatapnya penuh selidik, "Apaan nih? Jangan-jangan..."

"Apa? Nggak macem-macem kok, itu biasa aja," ucap Haru.

"Jadi makin penasaran," kata Jino.

Mengedikkan bahunya, Haru memilih untuk tak menjawabnya.

"Oh iya! Ikut aku! Kamu harus aku kenalin ke temen-temen aku!"

Jino meraih tangan Haru, menggenggamnya dan membawanya pada kerumunan yang ada di belakangnya. Sorakan meriah mulai terdengar ketika mereka melihat Jino menggandeng seorang wanita, mereka semua bahkan heboh sekali waktu Jino mengenalkan Haru. Untungnya karena Haru memang baik hati dan supel juga humble, gadis itu bisa menyesuaikan dirinya dengan baik. Ia bahkan bergabung dengan mereka dan mengobrol banyak hal dalam waktu yang sebentar, membuat Jino semakin bangga dan senang karenanya.

Sementara di sebrang sana, dua orang perempuan melihat pemandangan di hadapannya seraya menghela napas.

"Yang selalu ada buat dia siapa, yang dibanggain di depan temen-temennya siapa. Dunia ini nggak adil banget."


*****


Could it be love, could it be love

Could it be, could it be, could it be love

Could it be love, could it be love

Could this be something that i never had

Could it be love


"Whoo!" Jino bersorak. Senyuman yang muncul di wajahnya sangat lebar. Ia menoleh pada Haru yang duduk di kursi penumpang—di mobil barunya dengan wajah berbinar. Sudah lama tak menghabiskan waktu bersama Haru seperti ini—bernyanyi bersama di dalam mobil. Rasanya seperti mengulang masa-masa sekolah mereka dulu.

Wow! Dulu. Jino bahkan tak menyangka, waktu sudah berlalu sangat jauh hingga masa sekolahnya sudah menjadi masa lampau di belakangnya.

"Kangen banget denger kamu nyanyiii!" aku Jino dengan antusias. Haru tersipu malu. Ia menatap Jino dan menggelengkan kepalanya, "Jangan lebay Ji, geli," pintanya.

Jino malah menggoyang-goyangkan tubuhnya, masih antusias dengan suasana yang ia dapatkan hari ini.

"Aku udah lama nggak naik mobil punya sendiri dan sama kamu," kata Jino.

"Iya lah, yang punya mobil baru."

"Padahal tadinya mau aku tolak tahu, Haruku. Aku mau bilang Papa kalau aku bisa tanpa mobil dari Papa. Tapi dipikir-pikir memang butuh sih," kekehnya. Dasar Jino.

Mereka sampai di tujuan. Jino menepikan mobilnya dan melepaskan seat belt nya, namun ia menahan tangan Haru ketika gadis itu melakukan hal serupa.

"Tunggu dulu, jangan dulu keluar," kata Jino.

Haru mengerjapkan mata, "Kenapa?"

"Taraaa!" Jino mengangkat paper bag yang Haru berikan padanya tiga hari lalu tinggi-tinggi, "Aku belum buka ini. Kamu bilangnya kan buka di rumah, tapi aku maunya buka di depan kamu," katanya.

"Ya ampun, kirain apa," ucap Haru. Gadis itu memiringkan tubuhnya, menyamping agar bisa menghadap Jino, "Ya udah, coba buka Ji."

"Ini apa sih?" Jino membuka paper bag nya dan mendapati satu toples kue yang membuatnya bertanya-tanya. Seingat Jino, ia tidak terlalu suka kue, kenapa Haru malah memberikan kue ini padanya? Bentuknya juga aneh.

"Namanya fortune cookies." Haru menjelaskan. Ia menatap kuenya dan berkata, "Kamu patahin aja kuenya Ji," sarannya.

Jino menurut. Ia mematahkan kuenya dan mendapati sebaris kertas panjang yang memuat sebuah tulisan di dalamnya.

"Surprise!" kata Haru dengan manis.

Jino tak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia berdehem, mencoba untuk menahan senyumannya namun ternyata gagal, senyuman di wajahnya malah terlihat semakin lebar, apalagi saat membaca tulisan di kertas itu.

You are the luckiest person in the world.

"Emang lucky banget. Ketemu kamu, bareng-bareng sama kamu, terus dikasih kue ini sama kamu. Aku super-super super-super lucky!" sahut Jino.

Haru tertawa dibuatnya, "Banyak banget Ji kata supernya."

"Tapi ini isinya qoutes begini ya?" tanyanya.

Haru menggeleng, "Nggak semua qoutes, beberapa ada kupon permintaan gitu deh. Kayak misalnya aku nulis 'sebutkan satu permintaan kamu!' nanti aku kabulin," kekeh Haru.

Mendengar hal itu, Jino membelakakkan matanya, "Kalau begitu nggak akan aku buka semuanya. Mau pelan-pelan aja," ucapnya.

Haru tersenyum. Yah, justru yang menyenangkan dari memakan Fortune cookies memang begitu kan? Pelan-pelan dan rasakan kejutannya.

Diam-diam Haru tersenyum. Menantikan Jino membuka semua pesan yang ia masukkan ke dalam kue buatannya.


******


"Kenapa rasanya dejavu begini," gumam Agni begitu melihat Haru dan Jino berjalan mendekat ke arahnya. Benar. Ini dejavu. Dejavu karena Agni sudah mengalami hal seperti ini selama beberapa tahun sekolahnya, dan ia yakin ia akan merasakannya lagi dimana Agni hanya akan menjadi pengharum ruangan bagi Haru dan Jino.

"Halooo Agni!" sapa Haru, sementara Jino hanya melambaikan tangannya. Pria itu berjalan untuk melihat-lihat sekitar.

"Ini mau dijadiin apa?" tanya Jino setelah berkeliling.

Agni menyerahkan dua botol minuman kemudian meraih minuman miliknya dan menegaknya, "Mau dibikin café, lantai dua buat studio foto sama studio yoga," sahutnya.

Jino berdecak kagum, "Anak orang kaya gampang banget ya buka usaha," sahutnya.

Agni tertawa, "Mama sama Papa aku kerja sampe lupa sama anaknya, ya masa kasih modal buat usaha aja nggak bisa," gerutunya.

"Jadi modalnya dari Papa kamu Ni?" tanya Jino.

Agni menggeleng, "Tempatnya sih iya. Katanya memang Papa beli gedung ini buat aku. Ya udah, mending dipake aja. Modal pake uang Papa sih, tapi aku janji mau cicil nanti," sahutnya.

"Cicilnya aku bantuin," kata Haru. Gadis itu mengeluarkan buku catatan dari dalam tasnya, "Bagian studio aku sewa Ji," sambungnya.

"Jadi kalian joinan berdua?"

Keduanya—Agni dan Haru mengangguk.

Wow! Sungguh perpaduan yang luar biasa.

"Aku boleh ikutan investasi nggak?!" seru Jino tiba-tiba.

Haru dan Agni menoleh secara bersamaan, "Sampe lupa, sebelum kita yang punya usaha, Jino udah punya usaha lebih dulu. Juragan kost dia," kata Agni.

"Mau join, mau investasi, boleh kok Ji. Kamu mau minta syarat apa?" tanya Haru.

Ditanya persyaratan, Jino tersenyum jahil. Ia menatap keduanya dan berkata, "Saranin semua orang yang datang di sini untuk ke dokter gigi."

"Ya elah, dia cari pasien," kata Agni.

Jino terkekeh. Ia sendiri tak menyangka, otaknya dapat berpikir secepat itu hingga ia mengambil peluang sebesar ini dalam waktu yang singkat. Investasi? Tidak masalah. Jino kan dapat sewa kost dari teman-temannya, ia punya uang dalam tabungannya. Lagipula lebih baik seperti ini kan daripada Jino harus keliling kesana kemari untuk mencari pasien? Wah. Jino benar-benar kagum pada dirinya sendiri. Sungguh!

"Yah. Yah. Boleh ya?"

Haru tersenyum, "Boleh Ji. Suka-suka kamu aja."

"Kalau ditanya suka-suka aku, ya kamu lah," jawab Jino sekenanya. Agni tertawa, begitu pun dengan Jino namun Haru malah menggelengkan kepalanya, "Kebiasaan Ji, kamu tuh." katanya.



TBC



DEMI MENYAMPAIKAN KESERIUSAN AKAN KEMBALINYA AKU KE WATTPAD. NIH AKU UPDATE LAGI WKWKWWKWK SELANG SEHARI DOANG YA BUKAN SETAHUN.

Yah kita semua pada punya kegiatan masing masing sih tapi buat yang tetap membaca, ayo temenin aku namatin cerita ini. Kedepannya kita lihat aja nanti gimana wkwkwkwkwk

Segitu aja deh dari aku.

Dah.

AKU SAYANG KALIAN :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro