Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

79. Sekolah Tapi Menikah

Ketika mata Eshika terbuka pagi itu, ia menyadari beberapa hal. Pertama, itu adalah pagi terindah yang pernah ia dapati seumur hidupnya. Kedua, ia menyadari bahwa ternyata perasaannya selama ini terbalaskan. Dan ketiga, ia dan Tama malam tadi tertidur dengan kondisi polos. Tidak sempat mengenakan kembali pakaian mereka karena nyatanya mereka terlalu lelah untuk hal itu. Nah! Hal ketiga inilah yang kemudian membuat wajah Eshika seketika memanas.

Mata Eshika berkedip-kedip. Menyadari bahwa kali ini ia terbaring di atas dadá Tama tanpa ada penghalang sama sekali. Kulit wajahnya dan kulit dadá Tama menempel. Begitupun dengan tangannya yang memeluk perut Tama.

Dan ketika melihat kenyataan itu, seketika saja Eshika menyadari bagaimana kedua payudaranya pun ternyata semalaman menempel di sisi perut cowok itu. Membuat mata Eshika membelalak.

Ya ampun.

Eshika meneguk ludahnya.

"Kamu udah bangun, Esh?"

Suara Tama menyapa indra pendengarannya. Membuat Eshika mengangguk. Dan ia merasakan kecupan Tama jatuh di kepalanya. Sekarang, kalau Eshika pikir-pikir, Tama suka sekali mencium kepalanya akhir-akhir ini.

"Kita mandi bentar terus sarapan yuk," ajak Tama kemudian.

Eshika membeku. "Kamu ngajak aku mandi bareng, Tam?"

"Uhuk!"

Tama terbatuk hingga membuat kepala Eshika terangkat dari dadanya. Cewek itu menahan selimut di dadanya. Menatap Tama yang bangkit duduk.

Terlihat wajah Tama yang memerah.

"Ya ... nggak gitu juga kali, Esh."

Mata Eshika mengerjap-ngerjap. "Soalnya tadi kamu sih ngomong ...." Tapi, Eshika menggantung ucapannya. Dan justru menatap kamar mandi itu.

Tama mengikuti arah pandang Eshika.

Dengan kamar mandi seperti itu, mandi bareng atau nggak kayaknya nggak ada beda sih. Ckckckck.

Sejurus kemudian Tama menarik napas. Merapikan rambut Eshika. Cewek itu duduk di hadapannya dengan tampilan yang benar-benar belum pernah ia lihat seumur hidupnya. Terlihat alami, murni, dan indah.

"Ehm ... jadi, kamu mau mandi duluan? Atau aku duluan? Atau ..."

Kok pilihannya ada tiga sih ya?

Tama mendehem. "Yah ... pokoknya mandi, biar kamu seger," kata Tama gugup. "Biar badan kamu enakan."

"Aku baik-baik aja, Tam. Tenang aja," kata Eshika.

Sedang Tama mengerutkan dahi mendengarkan perkataan Eshika.

Maksud dia ngomong gitu apa coba ya kan?

Tama merasa kesadarannya masih mengawang-awang saat itu sehingga ia memutuskan mengambil celana dalamnya yang kebetulan tergeletak di bawah nakas. Berhati-hati untuk memakainya kembali.

Sementara itu, Eshika beringsut. Mencari-cari pakaiannya, namun terlempar ke seberang ruangan. Cewek itu hanya geleng-geleng kepala saat melihat Tama bangkit setelah mengenakan celana pendeknya.

Seraya tetap menahan selimut di dadanya, Eshika kemudian menepis ide untuk mengambil pakaiannya. Ada kaos Tama di nakas yang lebih dekat dengan jangkauan tangannya.

Ia mengambil kaos itu. Meloloskannya melewati kepalanya. Dan secara ajaib menutupi hingga pertengahan pahanya.

Tama tersenyum melihat Eshika yang terlihat tenggelam bersama kaosnya. Cowok itu kemudian beranjak ke meja untuk meraih sebotol air minum. Membuka tutup botolnya dan langsung menegak isinya.

Ia mengulurkan tangan. "Mau?"

Eshika mengangguk. Menjejakkan kedua kakinya di lantai. Tapi, ketika ia akan berdiri, lututnya terasa lemah. Tubuhnya terasa limbung dan sedikit tidak nyaman.

"Wow!"

Tama dengan segera menghampirinya. "Kamu beneran nggak apa-apa atau cuma bohongan nggak apa-apannya?"

Eshika memegang tangan Tama. "Aku cuma perlu penyesuaian dikit," kata Eshika. "Ini berasa kayak ada ..."

Wajah Tama sedikit menunduk. Melihat wajah Eshika. "Ada?"

"Kayak masih ada yang ngeganjal di sana," jawab Eshika pelan dengan wajah malu.

Tama hanya bisa mengerjapkan matanya.

"Ehm ... mungkin dibawa mandi ntar bakal enakan deh."

Tama mengangguk. "Ya udah. Mandi dulu, terus kita turun sarapan."

Tapi, Eshika membeku di tempatnya. Membuat Tama kembali mengernyitkan dahinya.

"Ada yang lain?"

Eshika menggeleng. Lalu ia melihat Tama dan menunjuk ke kasur. "Tam ... kira-kira, kita bakal diomongi orang cleaning service nggak?"

Tama melirik ke tempat yang ditunjuk Eshika. Lalu ia malah terkekeh.

"Tam!" jerit Eshika. "Aku serius. Mereka pasti ngomongi kita kalau ngeliat ada bercak darah di sana."

Tama terpingkal. Memilih untuk duduk kembali ke tempat duduk. "Ya ampun, Esh. Ya udahlah kalau mereka ngomongi kita. Orang kita nggak kenal mereka. Mereka juga nggak kenal kita."

"Tapi, aku malu, Tam."

"Malu karena ngelakuinnya sama aku?"

Mata Eshika melotot. "Ya nggak."

"Makanya, nggak usah dipikirin. Lagi orang hotel pasti udah biasa nemu hal yang kayak gini."

Eshika menarik napas dalam-dalam selagi merasakan bahwa kakinya terasa mulai bertenaga lagi.

"Selain itu, sebenarnya daripada mikirin omongan orang hotel," kata Eshika. "Kayaknya justru lebih penting buat aku mikirin hal lain."

Tama berusaha untuk fokus dengan perkataan Eshika ketimbang penampilan cewek itu yang menggoda dirinya.

"Apa?"

Eshika tersenyum. Tangannya ia bawa ke balik pinggangnya. Terlihat menahan rasa geli.

"Kamu masih ingat dengan surat perjanjian kita?"

Mata Tama berkedip-kedip. "Sumpah. Aku lupa."

Eshika tertawa. "Kayaknya pulang ntar kita harus ubah deh isinya."

"Jadi?"

"Jadi peraturan untuk tetap membatasi hubungan kita."

"Eh?"

Eshika kembali tertawa. "Ingat kan? Hubungan kita harus tetap sehat?"

Pertanyaan itu turut membuat Tama tertawa. "Hahahaha. Jadi, maksud kamu kita harus buat jadwal gitu?"

"Aku justru sebenarnya malah mikir kita jangan sampai berhubungan lagi, Tam."

Tama membeku.

"Hahahaha. Soalnya kita ntar nggak fokus belajar."

Tama geleng-geleng kepala. "Kita sudah membuktikan bahwa hubungan kita nggak bakal nganggu sekolah kita. Lihat aja," kata Tama. "Mana ada orang yang mau malam pertama malah sibuk ngebahas sistem reproduksi?"

"Hahahaha." Eshika benar-benar terpingkal mendengar perkataan Tama. "Harusnya malah malam tadi aku nggak ngomong deh. Tapi, muka kamu itu ... hahahaha."

"Eshika ...."

Mata Eshika berair. Merasa begitu senang karena bisa menggoda Tama untuk hal yang satu itu. Dan Tama yang merasa begitu malu karena digoda, akhirnya bangkit tanpa aba-aba.

"Aaah!"

Eshika terpekik singkat saat menyadari dirinya telah melayang di dalam gendongan Tama.

"Tapi, kamu juga nggak tau kan muka kamu gimana malam tadi?" tanya Tama balik menggoda. "Sampai semangat banget buat menjelaskan sistem reproduksi untuk meyakinkan aku kalau hubungan kita bakal aman."

"Tam!" Mata Eshika mendelik jengah.

"Hahahaha. Jadi bilang ke aku, biasanya butuh waktu berapa lama untuk ovum matang kembali tersedia di rahim?"

Eshika mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Fine. Aku memutuskan untuk tambah rajin belajar mulai saat ini."

Wajah Eshika memerah karena malu yang tak terkira. Ia memukul pelan dadá Tama. Berkata. "Turunin ah."

Tapi, Tama tidak menurunkan cewek itu. Justru lamat-lamat terus menatap mata Eshika untuk beberapa saat lamanya.

"Aku sayang kamu, Esh."

Eshika mengerjapkan mata sekali. Tersenyum lembut dan membalas. "Aku juga sayang kamu, Tam."

Tama merasakan tangan Eshika kemudian justru mengalung pada lehernya. Berbanding terbalik dengan omongannya semenit yang lalu yang minta diturunkan.

Tama sedikit memutar tubuhnya.

"Mau ke mana?" tanya Eshika.

"Mandi."

"Mandi?"

"Ntar kalau lama sarapan pada abis."

Mata Eshika melotot sementara Tama tergelak-gelak saat melangkah membawa Eshika dan dirinya masuk ke kamar mandi itu.

*

Maka ya surat perjanjian yang mereka buat di awal serta merta langsung mereka bumi hanguskan saat mereka tiba kembali ke Jakarta. Mereka benar-benar membakarnya hingga menjadi debu yang tak berarti dan terbang ditiup oleh angin.

Dan ups!

Sebagai gantinya mereka berdua menjanjikan sesuatu yang tak tersurat, yaitu: selalu bersama dengan saling mencintai.

Satu perjanjian yang akan dengan senang hati mereka jalani bersama.

Yang kemudian mereka sadari adalah bahwa pernikahan yang semula mereka pikir akan menjadi hal yang menakutkan justru menjadi hal yang membahagiakan. Yah, sebenarnya termasuk menakutkan bila itu melibatkan Tere, Laura, Alex, atau bahkan beberapa pasang mata yang tampak aneh ketika melihat Eshika dan Tama yang sekarang seolah berada dalam aura damai.

Oh!

Mereka tidak tau saja betapa damainya mereka berdua, walau tetap saja diselingi beberapa keributan kecil sih. But, it's like a little salt in food. Selalu menjadi hal yang membuat semua menjadi lebih bermakna.

Hingga kemudian ketika hari-hari sekolah mereka kembali berjalan setelah perjalanan singkat penuh kenangan itu, Eshika dan Tama dengan berat hati tetap harus menyembunyikan hubungan mereka dalam seuntai kalung yang selalu mereka kenakan bersama. Tetap menjaga agar tidak ada yang mengetahui apa pun mengenai status keduanya.

Terlihat sulit sih.

Apalagi kalau mendadak Eshika dan Tama saling pandang di koridor ketika mereka berjalan dari arah yang berlawanan. Bahkan dari jarak sejauh apa pun itu, mereka tetap memaku masing-masing tatapan.

Sampai waktunya mereka bertemu. Bersisian di jalan. Dua bibir tersenyum. Dan kedua tangan saling menyentuh walau singkat.

Ah, ternyata seindah ini rasanya.

*Tamat*

Cuuus! Jangan lupa baca Season 2 nya ya :* Judulnya: [Masih] Sekolah Tapi Menikah 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro