Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

71. Peringatan

Tama melihat melalui pundaknya. Berusaha untuk bisa melihat kamar Eshika walau jelas-jelas mustahil. Dinding menghalangi pandangannya yang tak seberapa.

Sejurus kemudian, cowok itu menghela napas dan geleng-geleng kepala seraya memadamkan kompor. Beranjak ke rak piring untuk mengambil satu mangkok, Tama lantas menyajikan sayur bening yang ia masak ke dalam mangkok itu dan meletakkannya di atas meja makan. Tepat di sebelah sambal balado terong yang telah ia masak terlebih dahulu.

Tama lalu melepas celemek yang ia kenakan dan menggantung di tempatnya. Setelahnya ia beranjak untuk mencuci tangan dengan singkat sebelum berjalan menuju ke kamar Eshika. Dan sesampainya di depan pintu kamar gadis itu, Tama berdiam diri sejenak. Menatap daun pintunya.

Dikunci lagi atau nggak?

Bertaruh pada dirinya sendiri, Tama lantas menekan daun pintu itu dan berusaha untuk mendorongnya. Tapi, ternyata pintu itu tidak bergerak. Alias terkunci.

Lantas, Tama mengetuk pintu itu.

"Esh ...., ayoh makan malam dulu."

Beberapa saat tak terdengar suara Eshika, tapi sejurus kemudian Tama mendengar suaranya.

"Iya, Tam. Aku keluar bentar lagi. Kamu duluan aja."

Tak menunggu gadis itu, Tama pun kembali ke dapur. Duduk dan menunggu beberapa saat. Tapi, Eshika belum juga muncul. Membuat cowok itu lantas meraih ponselnya dan menekan kontak Eshika. Dan ternyata diangkat oleh Eshika.

"Esh ..., kamu mau makan atau nggak sih? Ini sayurnya keburu dingin semua," kata cowok itu.

Terdengar Eshika menarik napas. Dan ada suara sedikit berisik di seberang sana. "Iya, Tam. Ini aku keluar."

"Kreeekkk."

Tama pun bisa mendengar suara pintu kamar Eshika yang terbuka. Maka cowok itu pun langsung memutuskan panggilan tersebut.

Ia membawa satu tangannya untuk menopang dagu di atas meja. Menatap ke ambang pintu, menunggu kedatangan Eshika. Dan gadis itu muncul. Dengan rambut yang diikat seadanya hingga tetap saja terlihat awut-awutan dan wajahnya terlihat lusuh.

Eshika menarik kursi dan langsung meraih piringnya.

"Ya ampun. Ini keliatan enak banget, Tam," kata Eshika seraya menyendok nasi ke piringnya. Tapi, sejurus kemudian ia meletakkan piring itu di hadapan Tama dan justru mengambil piring kosong Tama untuk dirinya. "Aku emang lagi kepingin makan sayur bening bayam jagung gini. Pas banget deh."

Untuk beberapa saat, Tama hanya terbengong dan tak melakukan apa pun. Ia hanya melihat Eshika yang kemudian langsung menikmati makan malamnya layaknya orang yang sudah seharian tidak makan. Hingga membuat cowok itu penasaran.

"Kamu sebenarnya lagi kenapa sih, Esh?" tanya Tama beberapa saat kemudian.

Eshika yang tengah mengunyah makanannya, kaget mendapati pertanyaan Tama yang tiba-tiba. Alhasil gadis itu menjadi terbatuk-batuk. Tama mengulurkan segelas air pada Eshika dan langsung disambutnya.

Beberapa saat, Tama hanya diam mengamati hingga Eshika selesai meminum air tersebut. Mungkin Eshika pikir jeda itu akan membuat Tama melupakan pertanyaannya, tapi sepertinya Tama benar-benar menunggu jawaban dari gadis itu. Terlihat dari sorot mata Tama yang tak berpaling sedikit pun dari kedua bola mata bening Eshika.

"Kenapa apa, Tam?" Eshika justru balik bertanya.

Kedua bahu Tama naik sekilas. "Kamu akhir-akhir ini kayak keliatan capek gitu sih." Mata Tama memandang Eshika lebih lekat lagi. "Tuh. Kantung mata kamu tambah besar."

"Oh." Eshika sedikit mengusap wajahnya. Terlihat sedikit malu ketika Tama mengomentari keadaannya. "Keliatan jelék ya?"

Tama mendehem sejenak. "Bukan jelék, Esh. Tapi, lebih kayak ya kusut gitu. Emang kamu kenapa sih?"

Eshika menggeleng. "Kamu nggak makan?"

Tama menarik napas berulang kali. Benaknya berpikir.

Ini nggak biasanya banget sih. Udah berapa hari ini dia nggak mau masak. Kalau bukan aku yang masak ya dia nyuruh delivery aja. Ya, bukannya aku keberatan atau gimana. Tapi, ini mencurigakan.

Tangan Tama terangkat. Mengusap-usap dagunya. Semakin berpikir.

Penampilan dia acak-acakan gini kayak habis kena amuk sapi yang pada demo. Mana wajahnya keliatan kusam. Kantung mata yang membesar. Dan dia pun sengaja mengunci pintu kamarnya.

Ehm ....

Aneh sekali.

"Kamu nggak lagi merahasiakan sesuatu dari aku kan ya, Esh?" tanya Tama kemudian. Kembali menginterupsi kenikmatan Eshika dengan makan malamnya.

Eshika melihat Tama dengan mulut menggembung berisi makanan. "Merahasiakan sesuatu?" tanyanya Eshika bingung. "Merahasiakan sesuatu apa?"

"Ya makanya itu aku nanya." Kali ini Tama membawa kedua tangannya ke atas meja. "Karena aku berasa kamu akhir-akhir ini agak aneh."

"Aneh?" tanya Eshika.

Tama mengangguk.

"Aneh apanya?"

"Aneh aja. Berapa hari terakhir ini kamu selalu mengunci pintu kamar kamu."

Hening sejenak.

Tama dan Eshika saling pandang untuk beberapa saat tanpa ada yang bersuara di antara mereka.

Ta-tadi itu aku ngomong apa ya? tanya Tama di dalam hati. Kayak yang aku lagi keberatan aja kalau dia ngunci pintu kamarnya. Emangnya kenapa aku berharap dia nggak ngunci pintu kamarnya?

Eshika berusaha untuk tidak tersedak makanannya.

Ma-maksud Tama apa ya? Dia bukannya yang nggak nyuruh aku buat ngunci kamar aku kan? Kalau emang iya, terus kenapa dia keberatan kalau aku ngunci pintu kamar aku?

Tama mendehem.

"Ehem!"

Membuat Eshika mengerjapkan matanya.

"Ka-kamu jangan mikir yang aneh-aneh," kata Tama terbata. "Ma-maksud aku kan selama ini kamu nggak pernah gitu, tapi akhir-akhir ini kamu justru ngunci pintu kamar kamu. Aku ... aku ya jadi kepikiran. Kamu mendadak takut sama aku atau semacamnya gitu?"

Eshika menelan makanannya. Menggeleng pelan. "Bukan gitu, Tam. Cuma aku ada sesuatu yang nggak boleh kamu tau."

Kali ini Tama yang mengerjap-ngerjapkan matanya.

Sesuatu yang nggak boleh aku tau?

Aaah!

Mata Tama membulat dan mulutnya menganga.

Maksudnya ...? Apa itu berhubungan dengan siklus bulanan dia ya?

Ah!

Pantas pantas.

Wajar aja kalau dia mendadak ngunci pintu kamar dan penampilan dia acak-acakan gini. Apa dia lagi kram? Atau semacamnya?

Pantas nggak ya kalau aku nanyain keadaan dia?

Ehm ... tapi, khawatirnya dia justru malu lagi.

Sedang Eshika hanya terbengong-bengong melihat Tama yang tampak sedang berada di dunia lain.

"Tam .... Tadi kamu nelepon aku nyuruh makan biar sayurnya nggak keburu dingin," kata Eshika menyadarkan Tama dari lamunannya. "Tapi, kamu sendiri belum makan."

"Oh, iya iya."

Tama mengulurkan tangan. Meletakkan lauk dan sayur di piringnya. Mulai menikmati makan malamnya di saat Eshika justru telah selesai dengan piringnya.

Gadis itu meneguk habis air minumnya. Tampak akan membawa piring kotornya ke wastafel, tapi dicegah Tama.

"Udah, Esh. Nggak apa-apa. Biar aku aja," ujar cowok itu. "Kamu istirahat aja di kamar."

"Eh?"

Tama menatapnya. "Apa kamu mau aku buatkan susu hangat? Atau apa?"

"Eh?"

"Ya udah kalau kamu nggak mau apa-apa," lanjut cowok itu. "Tapi, ntar kalau kamu butuh sesuatu, kamu jangan sungkan buat ngomong ke aku ya?"

Mata Eshika mengerjap-ngerjap beberapa kali. Bingung dengan perkataan Tama, tapi tak urung juga cewek itu mengangguk.

Daripada Tama ngomongnya makin aneh, mending aku iyakan aja sih.

Lalu, tangan Eshika menunjuk ke arah kamarnya. "Aku ke kamar dulu ya, Tam."

Tama mengangguk. "Istirahat yang cukup ya, Esh."

"O ... oke ...."

Tama memandangi gadis itu yang beranjak meninggalkan dirinya seorang diri di dapur. Menikmati makan malamnya hingga selesai dan kemudian merapikan semua bekas piring-piring kotor mereka.

Cowok itu memaksakan diri untuk mencuci semua piring walau matanya terasa berat. Tapi, ternyata setidaknya ia berhasil benar-benar merapikan dapur sebelum beranjak ke kamarnya. Namun, sebelum ia membuka pintu kamarnya, mendadak saja suara Eshika dari dalam kamarnya membuat langkah kaki Tama terhenti seketika.

"Aaaargh! Ya ampun ...."

Tama menajamkan telinganya. Dan kaget mendengar isakan dari dalam sana.

"Aku mau nangis banget kalau gini."

Tama tertegun. Lalu memutuskan untuk mengetuk pintu kamar gadis itu seraya bertanya pelan.

"Esh .... Eshika? Kamu nggak apa-apa?"

Tama menunggu beberapa saat baru terdengar suara Eshika yang parau dari dalam.

"Nggak apa-apa, Tam. Kamu tidur aja."

"Ehm ... kalau kamu butuh sesuatu---"

"Aku bakal ngasih tau kamu!"

Tama terdiam mendengar Eshika memotong perkataannya. Meneguk ludah dan ia ngeri seketika.

Wah!

Emosi cewek yang sedang bulanan memang bukan mitos ya?

Dan berusaha untuk tidak memperkeruh suasana, Tama berkata lagi.

"Oke. Aku ke kamar aku, Esh. Good night."

"Too."

Tama melongo.

Cuma too doang?

Ckckckck.

Yang benar saja.

*

Bel istirahat pertama baru saja berbunyi. Hampir semua siswa tampak langsung berhamburan ke luar dari kelas. Dan tentu saja tujuan mereka adalah ke kantin. Tapi, berbeda dengan Tama. Cowok itu walau telah diajak oleh Reki berulang kali, nyatanya ia tetap keukeh ingin berada di dalam kelas saja. Bukannya apa. Ia fokus mengawasi Eshika yang hari itu terlihat semakin kusut.

Padahal tadi pagi Tama pikir setelah tidur malam, mungkin keadaan Eshika akan lebih baik. Ternyata tidak. Eshika justru terlihat semakin mengenaskan dibandingkan hari-hari sebelumnya. Praktis hal tersebut membuat Tama semakin khawatir dan berpikir yang tidak-tidak. Takut jangan-jangan keadaan gadis itu akan semakin memburuk kalau dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan medis.

Apa aku perlu bawa Eshika ke dokter ya?

Sumpah.

Dia udah mirip banget kayak zombie kurang makan.

Berasa kayak jadi cowok nggak bisa jagain istri aja.

Pas belum nikah Eshika keliatan cantik, eh pas udah nikah dengan aku jadi kusam.

Di mana harga diri aku sebagai cowok?

Di kursinya, Eshika tampak bangkit dengan perlahan. Ia terlihat begitu lesu seolah tak ada tenaga lagi yang ia milikir. Dan di saat itu Tama pun menyadari bahwa bukan hanya dirinya saja yang khawatir akan keadaan gadis itu. Bahkan Velly pun terlihat meraih tangan Eshika seolah takut gadis itu akan jatuh. Membuat perasaan cemas semakin menjadi-jadi bermain di benak cowok itu.

Oke.

Tama sudah bertekad. Ia memutuskan untuk mengajak Eshika ke UKS saja. Tapi ....

"Kamu sakit atau gimana, Esh? Kok keliatan pucat gitu?"

Alex telah lebih dulu menghampiri Eshika. Membuat langkah kaki Tama tertahan di tempat. Membuat cowok itu untuk sejenak hanya bisa terdiam mengamati.

Eshika menggeleng seraya tampak sedikit menarik diri dari Alex. Ia justru merengkuh tangan Velly. "Nggak kok, Lex. Aku cuma kurang tidur aja."

"Kurang tidur?" tanya Alex. "Emangnya kamu ngapain sampe kurang tidur?"

Tapi, Eshika tidak menjawab. Melainkan hanya tersenyum dan berkata.

"Aku sama Velly ke kantin duluan, Lex."

Tak menunggu respon Alex, Eshika kemudian langsung menarik tangan Velly untuk mengajaknya ke kantin. Meninggalkan kelas yang hampir sepi. Hanya ada beberapa orang saja di sana.

Tama pun akhirnya beranjak. Bermaksud untuk mengekori Eshika ke kantin. Khawatir kalau cewek itu kenapa-napa di jalan.

"Kalau emang Eshika dan kamu udah dekat, ngomong-ngomong kamu nggak nyadar dampak kamu ke dia itu gimana? Makin lama dia makin keliatan kayak yang tertekan gitu."

Tama menahan langkahnya. Menoleh. "Kamu ngomong sama aku?"

"Kalau kamu emang cowok, harusnya kamu sadar kalau kamu itu ngebawa pengaruh buruk buat Eshika."

"Wait wait wait, Man." Tama tampak geli. "Aku ngebawa pengaruh buruk buat dia? Bisa sebutkan satu persatu, please, dampak buruk apa itu?"

Alex tak bisa menjawab pertanyaan itu. Namun, ia tidak gentar. "Asal kamu tau, Tam. Aku udah dari lama suka Eshika. Bukan kayak kamu yang cuma ngincar cewek-cewek sesuai musimnya."

Kali ini Tama menyeringai lebar. "Kamu tau apa soal aku dan Eshika heh? Nggak tau apa-apa kamu, Lex. Jadi daripada buat malu, mending kamu diem."

"Kamu hanya perlu tau satu hal, Tam. Aku nggak bakal nyerah buat dapetin Eshika."

"Let's do your best kalau gitu, Lex. Break a leg, tapi aku kasih tau kamu. Kamu cuma melakukan hal yang sia-sia," kata Tama enteng.

"Kita lihat aja ntar," kata Alex seraya menatap tajam pada Tama.

Dan Tama membalas tatapan itu tak kalah tajamnya.

"Aku tau, kamu pasti bakal merencanakan sesuatu gitu pas di Puncak, tapi percaya deh. Itu bakal percuma. Dan aku mau mengingatkan satu hal ke kamu."

Kali ini Tama mendekati Alex hingga mereka berjarak tidak lebih dari tiga puluh sentimeter. Wajah Tama menunjukkan raut penuh keseriusan untuk kalimat yang ia katakan kemudian.

"Sentuh Eshika dikit aja, beneran aku abisin kamu."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro