Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

49. Masih Berlanjut

Tama menutup pintu kamarnya dengan kasar. Mengabaikan Eshika yang menatap tak berdaya padanya ataupun genangan air mata gadis itu yang satu per satu jatuh membasahi pipinya. Tubuhnya bahkan terlihat bergetar parah saat ia memaksa dirinya sendiri untuk beranjak ke kamar mandi, sekadar untuk mencuci muka. Di sana, di pantulan cermin itu Tama bisa melihat bagaimana wajahnya yang mengelam dan matanya pun memerah. Tak heran bila Eshika begitu ketakutan melihat dirinya dan bahkan sempat menangis karenanya. Ia sendiri bahkan merasa ngeri melihat pantulan wajahnya.

Tama menyalakan kran air. Mencuci mukanya dengan asal hanya sekadar berusaha meredakan emosinya sebelum ia memiliki keinginan untuk meninju hingga pecah cermin di depan wajahnya.

"Argh!"

Saking kesal dan emosinya cowok itu, Tama sejurus kemudian melepas seragamnya dengan asal, melemparnya ke sembarang arah, dan lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Menutup mata, memutuskan berusaha untuk meredakan emosinya dengan tidur saja. Berusaha untuk tak menghiraukan Eshika yang ia yakini masih berada di depan kamarnya. Bukannya apa, isak tangis Eshika masih terdengar sayup-sayup di telinga Tama sebelum pada akhirnya kegelapan merenggut kesadaran cowok itu. Sedikit mengusik hati Tama, tapi cowok itu terlalu emosi untuk mengikuti niatnya menghampiri Eshika. Membujuk dan menenangkan gadis itu.

Eshika mengelap pipinya seraya menahan sesegukan. Setelah beberapa saat ia menghabiskan waktu dengan menangis di depan pintu kamar Tama membuat ia tersadar bahwa cowok itu tidak akan menemui dirinya lagi, setidaknya bukan malam itu. Maka dengan langkah gontai, Eshika berdiri. Beranjak menuju ke kamarnya.

Eshika meletakkan tas ranselnya dan mengernyit bingung ketika mendapati ada ponsel Tama di tasnya. Ia meraih benda itu. Bergumam dengan heran.

"Kenapa ponsel Tama ada di tas aku?"

Terbersit di benak Eshika untuk mengembalikan ponsel itu, tapi niat itu dengan segera ia urungkan.

Esok pagi saja, pikirnya.

Dan mudah-mudahan saja Tama sudah tidak marah lagi. Itu lebih baik. Membiarkan Tama sejenak untuk meredakan emosinya.

Malam itu praktis Eshika tidak bisa tidur dengan nyenyak. Otaknya selalu terpikir Tama dengan resah. Maka dari itu pada akhirnya sepanjang malam Eshika hanya berbaring gelisah tanpa bisa benar-benar memejamkan matanya.

Keesokan harinya, Eshika terbangun dengan kantung mata yang besar di kedua matanya. Wajar. Efek menangis dan tidak bisa tidur ternyata berdampak langsung pada dirinya.

Eshika menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk menguatkan dirinya ketika ia memutuskan untuk memulai beraktifitas. Dan ia berencana akan berusaha membujuk Tama.

Gadis itu memasakkan Tama soto ayam kesukaan cowok itu. Mengupas dan memotong pepaya. Juga menyiapkan susu putih yang selalu diminum oleh Tama setiap pagi. Setelahnya ia dengan cepat bergegas bersiap-siap, mandi, dan mengenakan seragamnya.

Eshika meremas ponsel Tama di tangannya. Bersiap menggunakan hal itu sebagai alasan untuk menyapa Tama.

Saat ini, ia telah berdiri di depan pintu kamar Tama. Sebenarnya, Eshika menyadari bahwa entah sejak kapan, tapi dirinya mendadak saja terbiasa masuk ke dalam kamar Tama tanpa mengetuk. Seolah ia memiliki hak untuk masuk ke kamar Tama sesuka hatinya. Tapi, sekarang mendadak saja tangan Eshika terasa berat untuk menekan daun pintu itu. Bahkan rasa-rasanya kaki Eshika terasa kaku untuk melangkah kalau seandainya ia tetap memaksa membuka pintu itu.

"Kreeekkk ...."

Eshika melotot.

Di luar dugaannya ia mendadak melihat pintu kamar Tama terbuka. Menampilkan pemandangan Tama dengan wajah dan rambut yang kusut. Cowok itu sontak membeku ketika mendapati Esika di depan pintu kamarnya. Sejurus kemudian, untuk beberapa saat mereka hanya saling tatap tanpa ada yang bicara. Hingga terdengar suara Eshika berusaha bicara walau terdengar terbata.

"Pon-ponsel kamu." Eshika meneguk ludah. Menunjukkan pada Tama ponsel cowok itu di tangannya. "Aku ... aku nggak tau kenapa bisa ada di tas aku."

Tama melirik ponsel itu dan tanpa kata-kata ia dengan segera mengambilnya. Eshika membuka mulutnya, bersiap untuk bicara, tapi tanpa diduga Tama justru melengos melewati dirinya.

Mata Eshika mengerjap, tak percaya dengan apa yang Tama lakukan. Tapi, sejurus kemudian ia langsung membalikkan badan, menyusul Tama yang beranjak ke dapur.

"Tam ...."

Tama terlihat membuka pintu kulkas. Meraih sebotol air minum. Lalu ia kembali beranjak. Eshika kembali mengejar dirinya yang terlihat ingin menuju ke kamarnya lagi.

"Tam ..., kamu belum siap-siap ke sekolah?"

"Aku nggak sekolah."

"Blaaammm!!!"

Tama membanting pintu kamarnya tepat di depan muka Eshika. Membuat gadis itu syok karenanya. Jantung Eshika sontak saja antara tidak bisa berdetak lagi atau justru berdetak dengan kacau.

Tama beneran marah, desahnya.

Tapi, Eshika tak bisa melakukan apa-apa. Ia kemudian cuma mengirimkan pesan pada Tama ketika dirinya beranjak keluar dari unit apartemen itu.

[ Tama ]

[ Tama .... ]

[ Aku minta maaf. ]

[ Aku pergi sekolah. ]

[ Sarapan kamu udah aku siapkan. ]

[ Dimakan ya? ]

[ Jangan sampai kamu jadi sakit. ]

Sepanjang perjalanan ke sekolah, Eshika selalu melihat ponselnya. Menunggu balasan pesan dari Tama. Tapi, tidak ada. Jangankan balasan datang, bahkan pesannya pun tidak dibaca oleh cowok itu.

Eshika dengan lesu menyusuri koridor kelas.

"Kamu kenapa, Esh?" tanya Velly ketika mendapati Eshika yang datang ke kelas langsung merebahkan kepalanya di atas meja. "Sakit?"

Mata Eshika terpejam. Menggeleng pelan. "Nggak kok, Vel."

Tangan Velly mengusap rambut Eshika. "Lagi dapet?"

Kembali, Eshika menggeleng.

Velly mengerutkan dahinya. "Terus kenapa kamu lesu kayak gini?" tanya Velly lagi. "Kayak kamu yang nggak makan seminggu gitu."

Eshika diam.

"Muka kamu juga keliatan kayak yang lagi kacau gitu."

Eshika menarik napas dalam-dalam. "Nggak apa-apa kok, Vel. Aku cuma mau istirahat bentar."

Mata Velly berkedip-kedip.

Istirahat? Di sekolah? Ehm ... bukannya sekolah itu tempat di mana kita nggak bisa istirahat ya?

Menghela napas, Velly kemudian justru teralihkan pada Reki yang terdengar berdecak di belakang. Tepat ketika bel tanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi.

"Gila ih si Tama ini. Beneran makin lama makin gila ini anak. Baru masuk sehari eh udah nggak masuk lagi? Dikira dia otak dia sepintar apa sampe berani nggak masuk berhari-hari kayak gini? Padahal udah kelas tiga juga. Nggak lulus baru deh ntar nyesal. Baru tau rasanya gimana kalau dibilangin cakep-cakep tapi sayang nggak lulus."

Di tempatnya, Velly berpaling pada Eshika.

"Tama nggak masuk, Esh?"

Eshika menggeleng.

"Kenapa? Sakit lagi?" Velly menelengkan kepalanya ke satu sisi. "Tapi, kemaren kayaknya sehat-sehat aja sih itu anak."

Eshika kembali menggeleng. Kali ini ia mengangkat wajahnya ketika terdengar suara guru memasuki kelas seraya menyapa mereka.

"Selamat pagi semuanya."

Seisi kelas kompak menjawab.

"Selamat pagi juga, Pak."

*

Tama menarik napas dalam-dalam. Di satu tangannya terdapat remot yang dengan senang hati dari tadi ia tekan berulang kali demi menemukan tayangan televisi yang bagus. Tapi, ia tidak menemukannya. Semua yang tayang di televisi terlihat bagai sama saja di mata Tama.

Ia mendesah panjang.

Membanting remot itu dan bahkan tidak peduli tayangan apa yang saat itu tampil di layar datarnya. Mata Tama terarah pada televisi, tapi pikirannya tidak di sana. Sedetik kemudian ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

"Argh! Kenapa aku jadi kayak gini?!"

Tama lantas melempar satu bantal sofa ke lantai sebelum pada akhirnya ia beranjak dari duduknya. Ia melangkah ke dapur dengan niat untuk minum, tapi ia justru melihat hidangan sarapan di meja makan. Makanan yang seketika membuat cowok itu tertegun. Tapi, ia hanya mengembuskan napas panjang. Merasa letih, kesal, dan juga sesak di dadanya.

Lantas, ia beranjak dari dapur. Tanpa menyentuh sedikit pun makanan di sana.

*

Alex tertegun. Dari kursinya ia bisa melihat bagaimana Eshika yang terlihat tidak seperti biasanya. Seharian ini gadis itu terlihat kusut dan tak bersemangat seperti biasanya. Bukan seperti Eshika yang ia kenal.

Didorongi oleh rasa bersalah akan kejadian malam tadi dan rasa itu membuat ia benar-benar tak enak hati pada Eshika, perlahan Alex bangkit dari duduknya saat istirahat kedua. Pelan-pelan menghampiri Eshika.

Reki yang semula berniat untuk pergi ke kantin dan justru melihat keadaan itu langsung mengubah niatannya. Akhirnya ia memilih untuk tetap berdiam diri di kursinya.

Ehm ... ngapain ini cowok ngedeketin Eshika? Nggak tau apa nyawa dia malam tadi hampir melayang kalau si Tama nggak aku tahan? Eh sekarang malah nekat lagi buat deketin Eshika lagi. Ckckckck. Emang beneran cari mati ini anak.

Berpura-pura bermain dengan ponselnya, Reki menyiagakan seluruh indranya untuk melihat dan mendengar apa saja yang Alex lakukan tatkala menghampiri Eshika.

Perlu juga aku laporin ini anak ke Tama kayaknya.

Lalu, dengan seringai licik di wajahnya, Reki pun memanfaatkan fakta bahwa dari tadi ponselnya memang telah terangkat di atas meja dengan posisi yang pas.

Ehm ... sekalian aja deh aku buat liputin ekslusif buat obat Tama.

Di depan, Eshika terlihat tersentak spontak saat mendapati Alex menghampiri dirinya. Tubuhnya terasa bersiaga karena kedatangan cowok itu walau bukan karena rasa takut bahwa Alex akan melakukan hal macam-macam pada dirinya, tapi karena Eshika tau bahwa ia memang lebih baik menjaga jarak dengan Alex.

Alex menarik napas seraya meraih satu kursi dan menyeretnya untuk duduk di dekat meja Eshika.

"Esh ...."

"Ehm?" dehem Eshika pelan tanpa melihat ke arah cowok itu.

"Kamu marah ke aku ya?" tanya Alex kemudian.

Kali ini Eshika yang menarik napas dalam-dalam. Menundukkan kepala, ia menggeleng pelan. "Nggak kok. Aku juga udah ngelupain yang malam tadi."

Tangan Alex terulur. Berusaha untuk meraih tangan Eshika, tapi gadis itu dengan cepat menarik tangannya. Membuat Alex terlihat kecewa.

Reki menggeram.

Wah wah wah! Beneran nekat ini si Alex. Berani juga buat megang-megang Eshika di kelas kayak gini? Ckckckck.

"Kalau kamu nggak marah," lanjut Alex kemudian. "Kenapa dengan kamu seharian ini? Kamu kelihatan lesu banget?"

"Nggak apa-apa kok, Lex. Aku baik-baik aja," dusta Eshika. "Cuma pagi tadi aku telat bangun dan jadinya nggak sempat sarapan."

Beberapa saat, jawaban itu membuat Alex terdiam. Mungkin otaknya sedang berpikir untuk mencari ide untuk pembicaraan lain atau apa begitu agar suasana antara ia dan Eshika menjadi lebih rileks.

"Aku nggak mau kita jadi kayak gini, Esh," ujar Alex lirih. "Aku ... mungkin apa yang aku lakuin malam tadi sedikit salah. Nggak seharusnya aku maksa kayak gitu ke kamu."

Dahi Reki mengerut.

Malam tadi Alex ngelakuin apa ke Eshika? Dia maksain apa ke Eshika? Ehm ... kok aku nggak tau ya?

"Udah, Lex," kata Eshika kemudian dengan nada lesu. "Aku nggak mau ingat hal kayak gitu lagi."

"Kamu beneran marah sama aku? Iya?"

Reki semakin bertanya-tanya.

Emangnya Alex ngapain Eshika sih sampe Eshika marah sama dia? Padahal Eshika selama ini kalau marah ya pasti selalu marahnya ke Tama. Itu pun karena cowok itu suka ngusilin dia. Sedangkan Alex? Ehm ... .Eshika selama ini selalu baik ke orang-orang. Nggak pernah sekalipun marah walaupun tugasnya disalin tanpa permisi.

Lantas terdengar helaan napas panjang Eshika.

"Lex, please. Aku beneran nggak mau bahas apa pun tentang malam tadi. Bahkan buat ingat pun aku nggak mau. Karena jujur aja, aku nggak nyangka kamu bisa ngelakuin hal kayak gitu ke aku," jawab Eshika. "Selama ini aku pikir kamu beda dengan cowok-cowok kebanyakan, tapi sepertinya aku keliru. Kamu nggak sebaik yang aku duga."

Alex terhenyak dengan perkataan Eshika. "Esh ..., kamu harusnya tau kalau itu aku lakukan karena aku beneran suka sama kamu, Esh."

Dammn!

Mata Reki melotot.

Gila!

Tama dilangkahi Alex. Ya salam. Gawat ini gawat.

Tapi, yang paling penting adalah bagaimana jawaban Eshika.

Dia nerima Alex, auto kejang-kejang ini Tama.

Kok ya ngenes banget si Tama.

Sekalinya suka cewek eh ada saingan semacam Alex lagi.

Ckckckck.

Tapi, dari tempat duduknya Reki bisa melihat bagaimana Eshika yang spontan menoleh pada Alex dengan mata yang melotot. Mendelik tidak percaya dengan apa yang Alex katakan.

"Lex, aku mohon. Jangan buat pertemanan kita selama ini jadi rusak. Aku tau kamu cowok baik, jadi aku masih menghargai kamu."

Alex tertegun, sedangkan Reki menyeringai.

Sepertinya Alex kena tolak untuk yang kedua kalinya sama Eshika. Ehm ... keras kepala juga ini cewek. Padahal kan ya si Alex ini cakep juga. Biasanya cewek kalau udah dipepet kayak gini mah pasti bakal luluh. Ternyata tidak berlaku untuk Eshika.

"Menghargai?" tanya Alex. "Cuma sebatas itu, Esh?"

Mata Eshika terpejam dengan dramatis.

"Aku nggak bisa ngasih lebih, Lex," lanjut Eshika dengan raut putus asa di wajahnya. "Aku nggak mungkin membalas perasaan kamu di saat aku sama sekali nggak ada perasaan apa pun ke kamu. Memangnya kamu mau aku nerima kamu sedangkan aku nggak ada perasaan yang sama? Kamu mau?"

Seringai wajah Reki semakin melebar.

Tenang, Tam, tenang.

Alex ditolak lagi kok sama Eshika. Jadi, peluang kamu buat dapetin Eshika masih terbuka dengan lebar. Ayoh! Jangan putus asa, Tam. Kamu harus berjuang.

Bahkan tanpa sadar, Reki terlihat mengepalkan satu tangannya. Seolah sedang menyemangati Tama.

Lantas terlihat bagaimana Eshika yang berdiri dari kursinya. Dengan langkah lesu ia beranjak melewati kursi Velly, mengingat jalan dari tempat duduknya tertutupi oleh Alex. Ia berkata lesu.

"Udah ya, aku mau ke toilet."

Reki angguk-angguk kepala. Segera memadamkan rekamannya ketika Eshika melangkah keluar meninggalkan Alex yang kembali ke kursinya dengan segera. Sedikit menyembunyikan ponselnya ketika Alex melewati dirinya, Reki hanya bersiul-siul kecil seolah tak melihat apa pun yang telah terjadi barusan. Padahal, ketika Alex lewat Reki spontan saja mencibir kecil pada cowok itu.

Beraninya pas nggak ada Tama kamu ah, Lex.

Sejurus kemudian, Reki teringat dengan rekamannya dan tanpa editing sama sekali, langsung saja ia mengirim video itu ke Tama dengan pesan bertuliskan.

[ Tamaaa ]

[ Ternyata Alex masih suka ke Eshika, Tam. ]

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro