17. Keributan
Eshika tidak terkejut kalau pagi ini Tere mendatangi dirinya. Tapi, Tere dengan teman-temannya? O oh. Itu lain lagi masalahnya. Teman-teman Tere begitu banyak. Hingga ketika mereka mengelilingi Eshika, gadis itu nyaris merasa dunia sekitarnya mendadak menjadi gelap.
"Kamu ngadu ke Tama soal kemaren?"
Bola mata Eshika berputar-putar. Dalam hati ia mengumpat.
Astaga, Tuhan. Bisa tolong jauhkan aku dari cewek-cewek yang pada ngejar Tama nggak sih?
"Iya?"
Mata Eshika membuka. Tampangnya terlihat cuek ketika menjawab. "Aku bukannya ngadu. Tapi, aku cuma ngomong ke dia kalau ada cewek yang sibuk nanya status dia sama aku."
Tere menajamkan tatapannya.
"Lagipula ya kan. Kayak yang kurang kerjaan aja kamu nanya status Tama sama aku," kata Eshika seraya bangkit dari duduknya.
Tere mengangkat tangannya. Menahan pundak Eshika dan mendorong cewek itu sehingga terduduk kembali di kursi. Membuat Eshika mengerutkan dahinya karena mendapati perlakuan seperti itu.
"Aku bukannya kurang kerjaan," desis Tere sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Eshika. "Aku cuma mau tau aja siapa saingan aku."
"Saingan?" tanya Eshika bingung.
Tere mendengus mencemooh. Bersidekap dan berkata. "Dan kalau ceweknya kayak kamu juga sebenarnya kan nggak masuk dalam kategori cewek yang perlu diantisipasi."
Mata Eshika mengerjap-ngerjap. "Jangan ngomong sembarangan kamu ya, Re."
"Loh?" Tere tergelak. "Yang ngomong sembarangan siapa? Kan kenyataan."
Eshika menarik napas dalam-dalam. Terutama dengan keadaan kelas yang mulai ramai. Teman-teman mulai memasuki kelas dan melihat mereka.
"E e eh .... Ini kenapa rame-rame di meja aku?"
Suara Velly terdengar, berusaha untuk mendekati mejanya. Dan ia terkejut melihat bagaimana wajah Eshika yang tampak mengelam marah.
"Aku udah ngomong baik-baik loh, Re," lirih Eshika. "Emangnya kamu nggak belajar sopan santun kalau ngomong sama orang?"
Tere terkekeh. "Aku ngomong sesuai dengan kenyataan."
Eshika bangkit. Berusaha untuk pergi dari sana. Tapi, Tere bergeming.
Velly terkesiap melihat hal itu. "Wow! Ini kenapa?"
Eshika dan Tere hanya saling pandang untuk beberapa saat. Tak ada yang mengucapkan sepatah katapun di antara mereka.
"Misi, Re. Aku mau pergi. Males banget aku ngabisin waktu buat ngeladeni cewek ababil kayak kamu."
"Wah! Apa kamu bilang? Cewek ababil?"
Eshika menatap Tere. "Apa pun urusan kamu dengan Tama, ya itu urusan kalian. Aku nggak ada sangkut pautnya sama sekali!" tegas Eshika. "Dan ... hati-hati kalau ngomong ya. Aku nggak pernah merendahkan kamu, jadi jangan ngerendahin aku."
Tere tergelak. "Hahaha. Aku diancam Eshika, Guys."
Dan lalu, tawa teman-teman Tere pecah.
Sedang benak Eshika bertanya-tanya.
Ini kenapa mereka semua pada gila sih?
"Eh ... ini kenapa rame-rame di sini?"
Alex yang baru memasuki kelas tampak langsung menghampiri kerumbunan itu. Dan itu adalah hal yang wajar mengingat Alex yang harus melewati meja Eshika untuk bisa sampai di mejanya. Maka berkat keramaian itu perjalanannya pun menjadi terhenti di tengah jalan.
Teman-teman Tere terlihat sedikit beranjak. Hingga Tere mampu melihat cowok itu. Dan mendadak saja ia berkata.
"Sorry, Lex. Cuma lagi ada sedikit urusan aja dengan gebetan kamu."
Alex bergantian menatap Eshika dan Tere. Sedikit bingung.
"Whatever deh, Re!" kata Eshika malas seraya menghempaskan kedua tangannya ke udara. "Males ngeladenin cewek kayak kamu."
"Ini maksudnya apa ya?" tanya Alex kemudian.
Tere tersenyum tipis. "Nggak .... Aku cuma mau mastiin aja kalau Tama lagi nggak ada hubungan dengan cewek mana pun saat ini," katanya. "Eh. Mendadak aja si Eshika nyolot."
"Eh! Terajana!" tukas Eshika spontan dan langsung mengundang kikik di kelas. "Yang nyolot situ atau aku? Ini nih kalau punya lidah, tapi nggak ada otak. Jadi mudah banget lupa ingatan."
Kedua tangan Tere mengepal erat.
"Kamu lupa yang dari kemaren nyamperin aku buat nanya-nanya soal Tama siapa?!" sentak Eshika emosi. "Pagi ini kamu malah nyamperin aku gara-gara insta story Tama? Gila kamu ya! Gara-gara Tama malah mutar balikkan fakta. Malah bilang aku yang nyolot!"
"Eh! Apa-apaan ini? Kenapa aku denger nama-nama aku disebut?"
Eshika menatap tajam pada Tama yang melenggang masuk ke kelas bersama Reki. Cowok itu terlihat memutar pandangannya. Menatap sekilas pada Alex, terus Tere, dan berakhir pada Eshika.
"Kenapa ini?"
Tere meneguk ludahnya. Mengulurkan tangan demi bisa meraih tangan Tama, tapi cowok tersebut menarik tangannya.
"Kenapa?"
Eshika menarik napas dalam-dalam. Lalu, melirik Tere dengan sengit. Ia menunjuk. "Jadi, Tam. Gara-gara kamu, dua hari ini aku disamperin sama Tere."
"Eh?" Tere menggeleng. "Ng-nggak kok, Tam."
"Dia dari kemaren sibuk nanya kamu pacaran sama siapa! Lagi dekat dengan siapa! Dan pagi ini dia nyamperin aku karena ngomong aku ngadu ke kamu!" bentak Eshika.
Tama menoleh pada Tere. Ia tampak mengangguk-anggukkan kepala seraya melirih dengan nada kesal. "Oooh .... Jadi kamu penyebab semua cabe rawit di gorengan kemaren?"
Mata semua orang berkedip-kedip.
Apa hubungannya cabe rawit dengan Tere?
"Ehm..., Tam," kata Tere kemudian. "Bukan gitu. Sebenarnya---"
"Mau ngeles lagi kamu, Re?!" bentak Eshika. "Heran deh ya. Kenapa akhir-akhir ini aku harus berhadapan dengan cewek-cewek yang nggak ada otak sih?"
Tere menggigit bibirnya mendengar perkataan Eshika. "Kamu jangan sembarangan ngomong ya?"
Tak menghiraukan perkataan Tere, Eshika justru berkata pada Tama.
"Emangnya kamu nggak bisa nyari cewek yang ada otak apa, Tam?" tanya Eshika dengan nada menyindir. "Kemaren aku udah kena hajar Laura dan kini aku harus ngadepin Tere? Yang benar aja! Selera cewek kamu beneran nggak mutu!"
"Eh! Beneran nggak bisa diomongi baik-baik kamu ya?" Tere dengan segera meraih tangan Eshika. "Maksud kamu apa?"
"Woi!"
Tama membentak keduanya. Melerai dua cewek itu.
"Kamu masih nanya maksud aku apa?" tanya Eshika, mengabaikan tangan Tama yang menarik tangannya. "Kan beneran nggak punya otak."
Tama menarik tangan Eshika semakin erat. "Esh ..., udahlah. Lagian semacam Tere kok kamu ladeni sih?"
"Udahlah?" tanya Eshika membeo ucapan Tama dengan sengit. "Aku dari kemaren juga udah berusaha ngalah kali, Tam. Udah berusaha nahan emosi. Lah mendadak aja pagi kayak gini dia yang nyolot. Mana pake acara ngerendahi aku lagi."
Mata Tere melotot. Tak percaya dengan apa yang Tama katakan barusan tentang dirinya.
"Berapa hari ini kamu udah beneran buat aku gila, Tam!" jerit Eshika. "Lihat aja! Sampe kamu nerima Tere buat jadi cewek kamu ...." Eshika mengancam dengan mata yang menyolot marah. "Awas aja kamu, Tam, awas aja ...."
Tama tergelak. "Apaan sih, Esh. Lagian aku kayak yang ada hubungan apa dengan Tere."
"Dia bilang mau nembak kamu hari ini!"
....
Kelas mendadak hening karena perkataan Eshika.
"Dia mau nembak kamu hari ini makanya dari kemaren dia repot-repot nanya status kamu ke aku!"
Tere merasa wajahnya memanas. Terutama karena teman-teman sekelasnya sudah ramai.
"Sampai kamu nerima ini cewek," lanjut Eshika, "kamu tinggal pilih aja cara kematian kayak apa yang kamu mau!"
Tere panik. "Tam ...." Lagipula, bukan dengan cara seperti ini ia ingin Tama mengetahui perasaannya. Bukan dengan cara dipermalukan di depan kelas.
Eshika menarik lepas tangannya dari genggaman Tama. Matanya yang tak berkedip menyiratkan bahwa cewek itu tidak main-main dengan perkataannya.
Persetan! umpat cewek itu di dalam hati.
Dia nggak tau apa rasanya kena hajar cewek yang ngejar-ngejar dia? Hidup aku beneran nggak tenang.
Sampe dia jadian dengan Tere, bakal aku bilangin Tama sama Mama dan Mami.
Tama menarik napas dalam-dalam. Tau dengan pasti kalau saat ini Eshika sedang tidak dalam mode main-main.
Ia lalu berpaling pada Tere dan bertanya.
"Jadi, kamu beneran mau nembak aku?"
Tere meneguk ludahnya, sedang Eshika menunggu seraya bersedekap di depan dadá. Menantikan jawaban Tere.
"Hayo loh! Jawab!" dorong Eshika.
Kedua tangan Tere mengepal di sisi tubuh. Ia mengangguk.
Senyum tipis tersungging di bibir Tama. "Sorry, Re. Cukup sekali aku ngabisin delapan piring gorengan yang isinya cabe rawit semua," lirih cowok itu yang membuat orang-orang bingung. "Lagipula, aku lagi males pacaran kini. Terutama sama kamu."
Eshika mendengus. Mencibir besar di depan wajah Tere. Lidahnya bahkan sampai terulur mengejek.
"Emang enak ditolak sebelum nembak?" tanya Eshika mencemooh. "Jadi, karena kamu udah ditolak ... ya balik sana ke meja kamu!"
Mengabaikan orang-orang yang masih berdiri di sekitarnya, Eshika kembali duduk di kursinya. Cewek itu tampak masih cemberut ketika mengetik pesan di ponselnya.
[ Tama ]
[ Jangan pikir masalah ini sampe di sini, Tam. ]
[ Aku bakal bilangin ini ke orang tua kita. ]
[ Dan sampai ada cewek lain yang nemui aku gara-gara kamu, beneran aku nggak main-main. ]
[ Kamu yang bakal jadi sasaran aku. ]
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro