Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Sedikit Pembalasan

Ketika Tama pulang sore itu, ia menyadari bahwa perutnya bergemuruh. Dan itu membuat ia bingung seketika. Bukannya apa, tapi tadi siang selepas pulang sekolah, sebelum ia dan Reki pergi ke distronya, mereka menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu. Jadi, ya sebenarnya keadaan perut Tama sekarang bisa dikatakan telah terisi. Jadi, kenapa sekarang terdengar bunyi-bunyi riuh dari perutnya?

Ehm ... mungkin karena aroma wangi yang menggugah selera itu.

Tama segera melepas sepatu sekolahnya dengan tergesa. Masuk dan melangkah cepat menuju dapur hanya untuk terbelalak kagum.

"Wah!"

Tama mengitari meja makan kecil yang telah penuh dengan makanan itu. Tanpa basa-basi, cowok itu menaruh tas sekolahnya di lantai dan menarik kursi. Duduk di sana dengan mata yang berkilat-kilat melihat aneka makanan di sana.

Ia mengangkat wajah. Menatap Eshika yang mengenakan celemek tengah meniriskan tahu isi yang baru saja ia angkat dari penggorengan. Lantas, ia memadamkan kompor.

"Ini baru istri teladan!" puji Tama memberikan tepuk tangan dua kali pada Eshika. Sedang cewek itu akan melipat wajahnya berkerut-kerut menanggapi pujian Eshika.

Tak menghiraukan Eshika yang tampak cemberut ketika melepas celemek dari tubuhnya, Tama mengulurkan tangan untuk mengambil sepotong pastel. Tanpa basa-basi, Tama segera menggigit gorengan yang menggugah selera itu.

Eshika menatapnya dengan sorot mata menunggu. Dan beberapa detik kemudian terdengar seruan panik Tama.

"Argh!"

Tama melotot pada Eshika. Dengan cepat berdiri dan membuka pintu kulkas untuk mengambil sebotol air mineral. Ia meminum air dingin itu dengan mata berkilat-kilat kesal pada Eshika.

"Kamu sengaja?"

Eshika mencibir. "Itu resep baru. Zaman sekarang orang suka dengan makanan serba granat. Bakso granat, sampe gorengan granat."

"Kamu ...," geram Tama seraya menjulurkan lidahnya yang kepedasan. Kembali meminum air, Tama terbatuk-batuk. "Berani ya kamu ngerjain aku."

Eshika membanting celemeknya. "Aku nggak bakal ngerjain kamu, kalau bukan kamu duluan yang nyari masalah!" balas cewek itu.

Tangan Tama berkacak di pinggang. "Aku lagi yang salah?"

"Coba kita lihat ke belakang," kata Eshika balas berkacak dan menengadahkan wajahnya saat menatap Tama. "Siapa yang mulai ini semua?" Jari telunjuknya menekan dadá Tama. "Kamu, Tam. Kamu yang mulai ngerjain aku dan ngebuat hidup aku nggak tenang."

Bibir Tama terasa berkedut karena penghakiman Eshika. "Oke!" aku Tama. "Tapi, coba kita lihat ke belakang." Tama dengan sengaja membeo perkataan Eshika. "Kapan sih terakhir kali aku ngerjain kamu? Udah lama. Pas masih kelas 1 dulu."

Eshika mengatupkan mulutnya.

"Lah sekarang?" tanya Tama. "Jelas-jelas kan kamu duluan yang ngerjain aku?" Tama menyipitkan matanya. "Pada dasarnya aku ini suka pedas loh, Esh. Kamu letakin cabe rawit berapa buah hah dalam itu pastel?"

Eshika tak menjawab. Apa Tama akan menggantung dirinya kalau tau sebenarnya isi pastel itu adalah tumisan cabe rawit?

Ih!

Membayangkannya saja sudah membuat Eshika gemetaran seluruh tubuh. Ya gemetaran karena membayangkan rasa tumisan cabe rawit di pastel. Ya membayangkan balasan Tama.

Tama mendehem dengan irama. "Ehm ... berarti jangan salahin aku ya kalau ntar-ntar aku balas kelakuan kamu ini."

Eshika menoleh, tapi masih tak mengatakan apa pun.

"Soalnya kamu duluan yang mulai!" tukas Tama seraya menekan dahi Eshika dengan jari telunjuknya. "Siap-siap aja ya dapat balasan dari aku."

"Ka-kamu ...," geram Eshika.

"Apa? Apa?" tantang Tama. "Kamu duluan loh yang mulai cari gara-gara sama aku. Padahal aku udah lama nggak ngusulin kamu."

Eshika mendengus. "Nggak ngusilin aku?" tanya Eshika mencemooh cowok itu.

"Emang buktinya dong," kata Tama enteng. "Aku udah lama nggak ngusilin kamu. Sejak kelas 1. Sambal bakso itu adalah keusilan aku yang terakhir."

"Wah wah wah!" Eshika menajamkan tatapannya pada cowok itu. "Itu yang kamu sadari. Yang nggak kamu sadari? Banyaaaak."

Mata Tama berkedip-kedip. "Emang kayak aku yang pernah ngusilin kamu pas aku lagi nggak sadar gitu? Pas aku lagi tidur?"

Kedua mata Eshika tertutup dramatis. Ketika ia membuka matanya, ia menatap Tama dengan sorot kesal.

"Kamu nggak sadar kalau akhir-akhir ini semua masalah yang menimpa aku itu terjadi karena kamu?" tanya Eshika.

Kali ini, Tama yang tampak merenungkan perkataan Eshika. "Aku?"

Mendengarkan pertanyaan bernada keheranan itu, seketika saja membuat Eshika merasa kesal.

"Kamu lupa?" tanya Eshika geram. "Aku dihajar Laura gara-gara siapa? Aku sampe kena panggil BK untuk pertama kali gara-gara siapa? Aku sampe kebablasan jalan bareng Alex sampe malam gara-gara siapa?"

Tama mengerutkan dahinya.

"Dan tadi, aku lagi-lagi dihadang cewek gara-gara cuma mau klarifikasi hubungan kita!" jerit Eshika. "Memangnya seberapa banyak cewek yang harus aku hadapi cuma gara-gara kamu, Tam?!"

"Eh?"

Tama melongo.

Eshika terlihat bernapas dengan menggebu-gebu. Dan Tama yakin, kalau Eshika sebangsa naga, dirinya pasti sudah terpanggang akibat napas api yang dikeluarkan dari hidung gadis itu.

Tapi ....

"Dihadang cewek?" tanya Tama mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh Eshika. "Siapa yang ngadang kamu?"

Eshika membuang napasnya dengan kesal. "Ntah!"

"Loh, Esh! Aku nanya. Siapa yang ngadang kamu?" tanya Tama seraya meraih tangan Eshika.

Eshika dengan segera menepis tangan Tama. Ia menatap cowok itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan oleh Tama.

"Kamu bisa nggak sih bilang ke perkumpulan cewek-cewek yang ngefans kamu itu untuk nggak usah nanya yang macam-macam ke aku? Toh kita kan emang nggak punya hubungan. Kenapa malah pada klarifikasi ke aku?"

"Klarifikasi?"

Eshika kembali mendengus. "Liat aja, Tam. Kalau ada cewek lain yang masih sibuk nanya tentang kamu ke aku, auto aku kerjain kamu!"

"Dan kalau kamu ngerjain aku gara-gara orang lain, auto aku balas kamu!" tukas Tama.

Eshika menggigit bibir bawahnya. Tampak berpikir dan lantas berkata. "Lihat aja. Aku bakal ngadu ke Mama dan ngomongi kamu yang nggak-nggak!"

Mata Tama melotot.

"Pokoknya," lanjut Eshika. "Aku nggak mau tau! Aku nggak mau lagi berurusan dengan cewek-cewek yang ngantri buat jadi pacar kamu itu!"

Tama ingin mengatakan sesuatu, tapi sepertinya rasa kesal benar-benar telah mendidihkan darah Eshika. Gadis itu mencak-mencak pergi dari dapur seraya berkata ketika menunjuk ke meja makan.

"Noh! Abisin semua! Awas aja kalau nggak kamu abisin! Aku bilangin ke Mama!"

Tama hanya bisa melongo melihat bagaimana sengitnya mata dan suara Eshika ketika mengatakan hal itu sebelum benar-benar beranjak dari dapur. Meninggalkan dirinya sendirian dengan aneka makanan di atas meja. Ketika Tama memandang makanan-makanan itu, terasa bagai pastel, risol, tahu isi, perkedel jagung, dan bakwan itu melambai-lambai padanya.

Sejurus kemudian, ketika Tama duduk, ia meraih pastel yang tadi baru ia makan setengah. Melihat ke dalam, Tama hanya geleng-geleng kepala mendapati isi pastel tersebut. Lalu, dengan santai Tama mengunyah pastel itu.

Setelah pastel itu habis, Tama meraih perkedel jagung yang warnanya nyaris berubah jadi hijau, bukan lagi kuning. Menggigitnya, Tama sedikit mengerutkan dahi.

"Ehm ...."

Satu perkedel jagung habis ia makan seraya melirih.

"Kalau pakai standar pedas Eshika mah ini emang pasti pedes banget. Tapi, kalau aku cuma perlu penyesuaian sedikit."

Tama menyeringai. Mengambil gorengan lainnya. Menoleh ke arah kamar Eshika, Tama geleng-geleng kepala.

Ia mengembuskan napas. Mengelap tangannya dengan tisu sebelum mengeluarkan ponsel dari saku celana seragamnya.

Membuka aplikasi Instagram, Tama menuliskan story dengan menandai akun Eshika. Ia menulis begini.

Yang mau tau status aku, langsung aja nanya ke aku.

Sekali lagi nanya lewat @es_hika, awas aja.

Tama menyeringai.

Terutama ketika ia mendengar teriakan dari dalam kamar Eshika.

"TAMAAA!!!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro