Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. This Is Love?

Song: Sleepless Night - Crush (feat. Punch)


7

This Is Love?

"That is love. When you don't have a tiny bit of reason that can explain 'why' you love him."

🍃🍃🍃


Bandung, Desember 2013
.

"Fat, besok ke dokter ya, aku temenin," ujar Risa yang malam itu menemani Fatimah.

Mendengar kabar Fatimah sakit, ia langsung ke kosannya sepulang dari kampus. Ia cemas karena Fatimah hidup sendiri tanpa keluarga di kota kembang ini, dan ia yakin kalau gadis itu kurang bersosialisasi dengan tetangga sekitarnya hingga ia pikir tak 'kan ada yang peduli padanya. Mungkin kalau dia pingsan juga nggak bakal ada yang sadar.

"Nggak papa, Ris. Nanti juga demamnya turun," sahut Fatimah pelan.

Risa menghela napas lelah. "Kata Ratna kamu udah sakit sejak hari Sabtu, sekarang udah Senin. Kalo besok masih demam, aku seret kamu ke dokter!"

Fatimah hanya diam. Ia malas berdebat. Tepatnya, tak punya tenaga. Pasalnya, bukan hanya fisiknya yang sakit, tapi juga batinnya.

"Nih, makan apelnya! Udah aku kupasin, potongin, awas aja kalo gak dimakan, aku nggak mau temuin kamu lagi," ancam Risa serius.

"Aku udah bilang nggak usah ...." Lalu sebuah deringan ponsel menginterupsi obrolan mereka.

Fatimah meraih ponselnya yang terus berdering, melihat nama yang tertera di layar, ia kembali menaruh ponsel dan mengabaikan panggilan tersebut.

Risa yang melihat itu pun merasa penasaran, karena sejak tadi Fatimah mengabaikan semua panggilan masuknya. Apalagi melihat reaksi Fatimah yang tampak murung setiap kali melihat layar ponsel. Ia pun mengambil ponsel Fatimah ketika deringannya berhenti. Melihat log panggilan, matanya terbelalak. Ada tujuh panggilan tak terjawab dari Fathir sejak tadi pagi. Total sepuluh dengan yang kemarin.

Lalu ada pesan masuk di whatsapp dari orang yang sama. Risa melirik Fatimah sejenak yang tidur memunggunginya. Merasa aman, ia pun membuka chat dari orang tersebut.

"Fat, are you okay? Kenapa kamu gak bales satu pun chat atau jawab panggilan dari aku?"

"Fat..."

"Say something. I'm worried about you."

Risa menahan napas, tangannya terus men-scroll chat. Isinya kehawatiran Fathir yang menanyakan kabar Fatimah, namun semua pesan itu tidak terbalas. Ia nampak begitu terkejut membaca deretan pesan tersebut.

"Apa-apaan sih kamu, Ris!"

Risa terperanjat saat tiba-tiba ponsel itu direbut dari tangannya dengan satu hentakkan. Fatimah menatapnya marah. Meskipun Risa sahabat dekatnya, ia tidak suka kalau Risa bertindak sesukanya, mengorek privasinya tanpa seizinnya. Fatimah melihat layar ponsel yang masih menampilkan deretan chat Fathir. Ia menutup mata menahan gejolak amarah di hati.

"Fat, kamu...."

Fatimah kembali tidur dan memunggungi Risa. "Mending kamu pulang aja," ucapnya datar.

Risa yang masih merasa shock pun mencoba menenangkan dirinya. "Oke, a-aku minta maaf. Tapi Fat, kamu ... punya hubungan khusus sama Kak Fathir?" tanyanya hati-hati.

"Nggak," jawab Fatimah pendek. Tidak tahu saja kalau gadis itu sedang menahan tangis mati-matian. Menahan rasa yang begitu menyiksanya.

"Kalau gitu kenapa kamu nggak jawab pesan dan panggilannya? Fat ... kamu kenapa sih?" Risa gemas sekali dengan sahabatnya itu.

Tidak ada jawaban. Lalu Risa mendengar isakan lolos dari sahabatnya itu.

"Astaga Fatimah ... kamu kenapa nangis? Cerita dong...." Risa mencoba membujuknya. Ia menggusap pundak Fatimah─yang bergetar akibat tangis─pelan.

Masih tidak ada jawaban dari Fatimah, Risa menghela napas pasrah. "Kamu tahu nggak yang nyuruh aku dateng ke kosan kamu siapa?" tanya Risa. Fatimah bergeming, masih tak mengatakan apa pun. "Kak Fathir datengin aku, dia bilang kamu sakit. Dia minta aku jagain kamu, nyuruh aku ngerawat kamu."

Fatimah semakin terisak. Ia benci semua ini. Ia benci karena orang itu begitu memedulikannya. Setelah malam itu, ia mengabaikan semua chat dan panggilan darinya. Karena ia tidak ingin terlibat lebih jauh dengannya, ia tidak ingin lagi mengharap perhatian darinya. Ia tidak ingin lagi ....

"Do you like him?" tanya Risa.

Fatimah meremas guling yang selalu ia peluk. Ia tidak ingin menyukainya. Logikanya menolak. Tapi hatinya ....

"Fat, do you love him?"

Hatinya berkata lain. Pertanyaan itu, pertanyaan yang selalu ia tanyakan pada dirinya sendiri. Tapi, ia selalu berpikir kalau ia tak mungin jatuh cinta padanya. Memang hal apa yang bisa membuatnya jatuh pada pria seperti dia? Benar, hati dan pikiran memang tak pernah sejalan.

Gadis bermata sayu itu bangun dari tidurnya, wajahnya kuyu dan basah oleh air mata. Mereka sama-sama terdiam. "Aku nggak tahu ...." ujar Fatimah serak, menunduk. "Aku tidak tahu apa yang aku rasakan terhadapnya."

Risa nampak menghela napas. "Jadi, selama ini, hal ini yang ngebuat kamu sering nggak fokus, ngelamun dan murung? Kenapa kamu nggak pernah cerita sih?" Fatimah masih diam, Risa melanjutkan kalimatnya. "Gimana kamu bisa deket sama Kak Fathir?"

Fatimah menyerah. Ia tak bisa lagi menahan semuanya. Akhirnya ia menceritakan segalanya pada sahabat terdekatnya. Semua keluh kesahnya dan semua hal tentang ia dan pria itu. Perlakuannya, dan bagaimana ia bisa memiliki perasaan asing pada pria itu.

Fatimah lalu mendongak menatap Risa yang tengah menatapnya. "Apa yang aku rasain ini ... cinta? Tapi aku bahkan nggak punya alasan kenapa aku bisa menyukainya. Aku ...."

"That is love. When you don't have a tiny bit of reason that can explain 'why' you love him."

Fatimah terdiam. Benar, ia tidak memiliki alasan yang bisa menjelaskan kenapa ia bisa menyukai pria itu. Tapi benarkah dirinya telah jatuh cinta pada pria itu? Fatimah menghela napas pelan. Kepalanya terasa makin pusing.

"Aku nggak tahu harus gimana, Ris ... Aku bahkan gak yakin sama perasaan aku sendiri. Mungkin aku emang suka sama dia. Tapi, aku nggak mau jatuh cinta, padanya sekalipun."

"Ya Tuhan, Fatimah...,"─Risa menatap sahabatnya nelangsa─"apa yang membuat kamu nggak mau jatuh cinta? Gak ada yang salah dengan jatuh cinta."

Fatimah menggeleng pelan. "Salah karena mencintainya membuatku lalai mencintai Ia," ucapnya lirih. "Aku merasa menduakan Allah, Ris...." Fatimah kembali terisak.

"Astagfirulloh Fatimah ... denger aku,"─Risa meraih tangan Fatimah dan menggenggamnya─"kamu masih inget yang disampein Pak Ali tentang cinta? Kalau cinta pada Tuhan akan melahirkan kasih sayang pada sesama, bahkan kepada seluruh alam. Cinta itu bukan hanya pada Tuhan, tapi juga pada semesta, termasuk ciptaan-Nya. Bukan berarti kalau kita menduakan Allah. Kita hanya harus pandai mengaturnya agar rasa itu tak lebih besar dari rasa cinta pada Allah.

Fat ... cinta itu salah satu anugrah dari-Nya. Dan apa yang kamu rasaian sekarang, itu hal wajar. Gak ada yang salah dengan jatuh cinta. Karena setiap orang pasti akan sampai di titik itu. Tinggal bagaimana kita menempatkan dan memperlakukan cinta itu sendiri. Bagaimana kita akan menindak lanjuti perasaaan itu."

Fatimah sudah berhenti menangis. Hanya tersisa isakan kecil dan sesegukan yang masih lolos dari bibirnya. Ia tertunduk dan mencoba menyerap apa yang dikatakan sahabatnya itu.

"Perasaan itu nggak bisa diaur-atur seenak jidat. Terima perasaan itu Fat, jangan terus kamu tampik. Kamu hanya akan menyakiti diri sendiri terus menerus. Kamu pernah denger kalau rindu bisa membuat seseorang jatuh sakit? Bahkan sampai ada yang bunuh diri?"

Fatimah mengangguk pelan.

Risa tersenyum dan menyodorkan ponsel ke Fatimah. "Jangan sampe makin sakit ya," ledeknya puas.

Fatimah berdesis dan agak merenggut, lalu menerima ponselnya. Ia terdiam menatap layar ponsel yang menampilkan deretan chat dari Fathir yang satu pun tidak ia balas.

Pada akhirnya, aku menyerah tentang rasa ini. Aku tak bisa lagi menahannya. Biar saja, biar saja ia tumbuh. Aku hanya akan menjalaninya dan menikmati salah satu anugrah yang diberikan oleh Sang Pemilik Hati dan nanti ... biar saja Kau yang memutuskan.

Risa menatap Fatimah yang mengetikkan sesuatu di ponselnya. Bibirnya ikut tersungging tatkala melihat sang sahabat menyunggingkan sebuah senyuman kecil.

"Udah nggak pusing lagi?" tanya Risa sedikit jahil.

Fatimah merenggut membuat Risa tertawa. "Cieeee yang lagi jatuh cinta! Cieeee," godanya mencolek-colek pinggang Fatimah. Sepertinya Risa lebih bahagia dari pada Fatimah. Benar, mendengar sahabatnya jatuh cinta untuk pertama kali entah kenapa membuatnya begitu senang.

"Risaa! Apaan sih! Diem!"─Fatimah menghindari tangan usil Risa dan sedikit tertawa─"udah ah kepala aku sakit, aku mau tidur!" Fatimah lalu membaringkan tubuh, membelakangi Risa yang masih terkekeh puas meledeknya.

Fatimah merasa lega setelah menumpahkan segala keresahan yang selama ini ia pendam sendiri. Rupanya, kita memang butuh orang lain walau mereka hanya sebagai pendengar. Kita butuh orang lain untuk berbagi. "Ris, makasih ya...," ucapnya masih membelakangi Risa. "Makasih udah mau jadi temen aku, sabar ngadepin sikap aku. Juga, jangan lelah nasehatin aku."

Mendengar itu, Risa tersenyum lebar lalu ikut berbaring di samping Fatimah dan memeluknya dengan penuh semangat. "I love you too!" serunya.

"Issh, siapa juga yang bilang I love you. Jangan peluk-peluk deh! Jauhan dikit, geli tahu!" protes Fatimah. Walau sebenarnya ia merasa bahagia, memiliki sahabat sepertinya.

"Jangan banyak protes, kalau aku peluk, besok bakal sembuh!" ujarnya ngelantur. "Oh, atau mau dipeluk Kak Fathir, ya?"

"Ish!"─Fatimah memukul lengan Risa yang melingkar di perutnya─"jangan aneh-aneh deh kalo ngomong!" sungutnya.

Risa tergelak. "Gitu dong, ekspresif dikit jadi manusia tuh, jangan kayak robot. Lempeeeng terus!"

Fatimah tersenyum teringat pada Fathir yang pernah mengatakan hal yang sama saat ia tertawa karenanya dan protes karena tingkahnya. Lagi-lagi, ia mengingatnya.

"Ris, menurut kamu ... dia merasakan hal yang sama denganku? Kalau hanya aku yang merasaka hal ini...."

"Kamu mencintainya?" pangkas Risa. Fatimah diam. "Jatuh cinta dan mencintai itu dua hal yang berbeda. Kita harus jatuh cinta untuk bisa mencintai seseorang, tapi mencintai seseorang nggak sama dengan jatuh cinta. Kamu nggak pernah tahu, mungkin ada orang lain yang sedang mencintaimu saat ini."

Kalimat terakhir Risa membekas di hatinya. Benarkah? Apa mungkin ada seseorang yang sedang mencintainya saat ini?

Fatimah memejamkan mata, sambil berdoa dalam hati. Berharap kalau keputusan yang ia ambil tidak salah. Ia harap, mecintainya tidak salah. Ia harap, segalanya bisa menjadi lebih baik.

It's okay. That's love.

.

***


Tbc.

Subang,
13 November 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro