Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 ➖ Dia atau Bunda

"LINGGA!"

Malam sekitar jam sepuluh, Jona menggedor pintu kamar putranya penuh emosi. Wajahnya memerah, urar-urat di leher juga sudah bermunculan. Matanya merah, kelihatan beler seperti orang mabok.

"LINGGA, KELUAR!" teriak Jona ketika Lingga tak kunjung membuka pintu kamarnya.

Beberapa saat berlalu, pintu cokelat gelap itu terbuka dan muncullah figur Lingga. Tanpa ada badai yang menerpa, Jona langsung melesatkan tinjuannya tepat di tulang pipi Lingga yang tak bersalah.

Lingga refleks menyentuh pipinya dan meringis kesakitan. Sekali lagi, Jona menonjok wajah Lingga tanpa ampun dan berkali-kali. Lingga terus mendesah keras karena sakit yang menjalar di wajahnya, juga di perutnya ketika Jona meninju bagian itu.

"Ayah!" Lingga meminta Jona untuk berhenti.

"LO ANAK GAK TAU DIRI! GAK TAU DIUNTUNG!" hardik Jona.

"Salah Lingga apa?!" Kali ini Lingga berani menepis tangan ayahnya saat Jona hendak menggamparnya. "Kenapa Ayah selalu hajar Lingga tiba-tiba kayak gini? Kalo Ayah lagi ada masalah dan pusing mikirinnya, tolong jangan pelampiasin kekeselan Ayah ke Lingga!"

"Tutup mulut lo!" Jona menunjuk wajah Lingga. "Gue nggak butuh bacotan lo. Lo itu anak yang paling bajingan. Nggak seharusnya lo ada di dunia ini!"

Sekali lagi, Jona menampar keras pipi Lingga sampai bunyinya terdengar nyaring di telinga Lingga. Ia merintih kecil, tapi bisa menahan rasa perih yang mengerubuni wajahnya, apalagi pipinya.

"Yah, Lingga ini anak Ayah, bukan sampah!" seru Lingga.

"Lo emang bukan sampah. Tapi, lo lebih rendah daripada sampah!" balas Jona.

"Ayah!" Lingga tak terima. Rasanya ingin sekali ia menghajar pria di hadapannya tersebut, namun apa daya, Lingga masih menganggap Jona sebagai seorang ayah yang harus ia hormati dan hargai.

"Kenapa? Berani lawan gue!?" cetus Jona. "Sekarang lo pergi, cari duit dan pulang bawa gue makan. Gue laper."

"Ayah yang kerja, kenapa Lingga yang disuruh cari duit?!"

"Gue dipecat!" Jona melotot. "Gue pengangguran sekarang. Lo nggak bakal bisa makan, nggak bakal bisa jajan karna duit gue abis. Lenyap semua!"

"Tabungan?" Lingga panik.

"Kepake semua! Abis!" hentak Jona. "Mulai besok, lo berenti sekolah aja."

"Berenti sekolah lagi?!" Lingga kali ini benar-benar kaget. "Lingga butuh pendidikan buat masa depan Lingga, Yah!"

"KALO GUE NGGAK PUNYA DUIT, LO BISA APA!?" Jona marah.

Lingga tak bisa berkata-kata lagi. Ia terlalu lelah menghadapi masalah demi masalah yang berdatangan dan semua itu berasal dari ayahnya. Tak tau Lingga harus bersyukur memiliki ayah seperti itu atau malah sebaliknya.

"Lo sebagai anak harusnya nurut sama orang tua!" hardik Jona.

"Sekarang lo pergi. Sekalian lo cari cewek itu dan lo bunuh dia!" Jona menarik lengan Lingga dengan kasar, bikin Lingga bergerak secara paksa dan itu mengejutkan.

"Lo bawa ini." Jona menyodorkan sebuah pisau lipat pada Lingga. "Lo cari cewek itu! Lo abisin dia sampe dia meregang nyawanya!"

"Lingga gak mau!" tolak Lingga.

"Kalo lo nggak mau, selamanya lo nggak bakal ketemu sama Bunda!" Jona mengancam, seketika Lingga terdiam dan tak berkutik.

"Lo mau ketemu Bunda, kan?" Jona tersenyum jahat.

"Bunda masih hidup?" Lingga bergumam.

"Bunda ada, tapi dia nggak ada di sini. Kalo lo mau ketemu, lo harus penuhin permintaan gue dulu." Jona kali ini benar-benar merasa menang.

"Yah, Lingga bukan pembunuh," ucap Lingga, pelan.

"GUE GAK PEDULI!" balas Jona tak santai. "KALO LO MAU KETEMU BUNDA, SILAKAN KABULIN PERMINTAAN GUE. KALO NGGAK, YA UDAH!"

Lingga tak mengeluarkan suara lagi. Ia diam, otaknya bekerja memikirkan sesuatu yang sangat membuatnya dilema. Ia sama sekali tak mau merenggut nyawa orang lain, tapi ia sangat mau bertemu dengan wanita yang selama ini tak pernah ia temui.

"NGGAK USAH BENGONG!" Jona mengejutkan Lingga. "Pergi sana, cari makan buat gue sekalian matiin tuh cewek!"

"Tapi, Yah, Ling--"

"PERGI, SEKARANG!" selak Jona. "KURANG AJAR LO BERANI PROTES SAMA OMONGAN GUE!"

Tak mau berhadapan lagi dengan Jona, Lingga langsung pergi tanpa menerima pisau lipat yang disodorkan oleh Jona tadi. Rasanya Lingga ingin menghancurkan segala benda yang ada di sekitarnya. Kepalanya pun terasa sangat pusing sekarang.

• • •

Pagi itu, semua murid duduk anteng di bangku masing-masing sambil mendengar guru di depan kelas yang tengah memberi materi pelajaran Bahasa Inggris.

Aletta terlihat tenang mendengarkan, tidak seperti Sekala yang malah asik memainkan spinner dengan tangan yang ia sembunyikan di laci meja. Sesekali ia cekikikan sendiri, entah apa yang dianggapnya lucu. Aletta merasa terganggu akan suara-suara yang berasal dari Sekala, tak hanya sekali duakali menegur.

"La, berisik banget sih!" Aletta ngomel. "Nggak kapok diomelin guru?!"

"Nggak." Sekala menjawab dengan enteng. "Selagi masih bisa main spinner, kenapa nggak?"

"Ya tapikan ini lagi belajar," protes Aletta. "Suara lo itu berisik, ganggu kuping gue!"

"Kenapa sih kok tiba-tiba ngamuk?" heran Sekala. "Aletta mau apa sebenernya?"

Aletta memandang Sekala dengan tatapan jijik bercampur kesal. "Gue mau lo diem, main spinner-nya nanti aja!"

"Aletta sebenernya pengen minjem spinner gue, ya?" Sekala memincingkan sedikit matanya pada Aletta, seperti memberi rasa curiga pada cewek itu. Lalu ia menyodorkan benda kecil tersebut sambil tersenyum segaris. "Karna gue baik, nih, gue pinjemin spinner-nya."

"Siapa bilang gue mau minjem?!" Aletta kesal lagi.

"Yaudah atuh jangan ngomel-ngomel mulu. Baru tadi malem kita mesra-mesraan di taman," celetuk Sekala.

Aletta tak mau lagi menyahut. Cukup sabar menghadapi Sekala yang tak pernah bisa diajak serius. Ngeselin.

Ting!

Ponsel Sekala berbunyi sekali, menandakan adanya pesan masuk. Untung saja guru itu tak mendengar bunyi notifikasi dari ponsel Sekala. Diam-diam, Sekala memainkan benda canggih itu di bawah laci meja agar tidak ketahuan oleh guru.

Kening Sekala mengerut kala ia membaca isi pesan yang ditujukan padanya. Ia melirik bangku Lingga yang kosong, kemudian menatap layar hapenya lagi. Sepertinya isi pesan itu serius.

"Lingga chat gue," kata Sekala, membuat Aletta menoleh padanya.

Lingga Sabintang: La, gue gak sekolah hari ini. Nanti siang lo bisa ke Kafe 81 gak? Gue pengen ngomong. Ajak Aletta juga ya

"Mau ngapain, ya?" Sekala penasaran, begitupun Aletta.

Xavier Sekala: O

"Eh kepencet," refleks Sekala.

Xavier Sekala: Oke brader. See u there😎

• • • • •

author's note:

CIAAAAA SEKALETTA UDAH NYAMPE BAB 20. UDAH LUMAYAN BANYAK YES.

jadi, dari awal sampe bab ini, Sekaletta itu gimana menurut kalian? coba tulis perasaan kalian pas baca Sekaletta, aku mau tau:")😍

makasih ya buat yang setia banget baca sampe bab segini. tunggu bab-bab berikutnya yaaa. akan ada banyak kejutan di Sekaletta! KALIAN HARUS BACA TERUS!!❣️❣️❣️🍟

nih, aku kasih bonus foto si ganteng, XAVIER SEKALA.

selamat malam semuanya. MWAAA😗😙😚😘
—Raden

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro