07 ➖ Kekesalan Aletta
Aletta memarkirkan motornya di halaman rumah dan kemudian memasuki rumah itu. Kedatangannya disambut oleh pemandangan yang mengganggu mata Aletta.
Seorang cowok duduk sendirian di sofa sambil menyaksikan serial di televisi. Ia terlihat anteng dan tak menyadari kedatangan Aletta. Aletta pun tak mengharapkan cowok itu akan menyambutnya, karena Aletta sangat muak terhadap cowok itu.
Langkah besar Aletta membawanya ke lantai dua di mana kamarnya berada. Ia masuk ke sana dan mengunci pintu kamar. Aletta meletakkan tas merah maroonnya di kursi belajar lalu mengikat rambut panjangnya menjadi satu buntalan tinggi.
Bila dilihat-lihat, terkadang Aletta menjadi sangat mirip dengan Alana, ibunya. Gayanya juga mirip, apalagi bentuk badannya yang kecil. Bedanya, badan Aletta terlihat lebih berbentuk karena rajin berolahraga.
Ia kini membuka lemari untuk mengambil pakaian. Kaos merah gelap dengan celana panjang berwarna abu-abu terang. Aletta mulai melepas seragam sekolah dari badannya untuk mengganti dengan pakaian yang tadi ia ambil dari lemari.
Setelah pakaian itu sudah melekat di badan Aletta, ia pergi ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka. Usai itu, Aletta kembali berdiri di depan meja rias dan menabur beda bayi di permukaan wajahnya secara tipis. Kemudian Aletta menyemprotkan parfum andalannya, memakai lotion di permukaan kulit kaki dan tangan, dan terakhir ia memoles lipbalm di bibirnya.
Kini Aletta beranjak dari tempat dan mengambil busur serta anak panah yang digantung di satu sisi kamarnya. Kantung berisi banyak anak panah itu Aletta lingkarkan di bahu kirinya, seperti memakai tas selempang. Dan tangan kanannya memegang busur kesayangannya itu.
Aletta membuka pintu kamar dan keluar. Sebelum pergi ke tempat latihan, ia ingin makan siang dulu. Maka, Aletta pergi ke dapur dan mencari apa saja yang bisa ia makan.
Sampai di dapur, Aletta membuka lemari makan dan menemukan sebuah kotak bekal berwarna biru. Aletta mengambilnya dan matanya langsung menangkap secarik kertas kecil yang berada di atas penutup tempat makan itu.
Aletta, Mama pergi sebentar ya ke rumahnya Sekala, mau ketemu Tante Diana. Ini Mama bikin bekal buat kamu. Hari ini kamu latihan panahan, kan? Jangan lupa dimakan makanannya. Dan jangan lupa telepon Papa sebelom berangkat ke tempat latihan, ya!
Semangat latihannya. Mama sayang Aletta.
Begitulah isi tulisan yang tertoreh di kertas tadi. Aletta tersenyum lebar dan merasa senang memiliki ibu pengertian seperti Alana. Cantik, baik, penyayang, pokoknya Alana itu sempurna banget di mata Aletta. Dan yang membuatnya semakin bahagia adalah karena dirinya memiliki ayah semacam Alfi.
Aletta bukannya menjadikan makanan itu sebagai bekal, ia malah memakannya sekarang. Aletta meletakkan makanan itu di atas meja makan, juga menaruh busurnya di sisi meja. Aletta duduk dan mulai makan.
Tujuh menit berlalu.
Aletta menenggak segelas air mineral setelah ia menghabisi makanan tadi sampai kotak bekal itu bersih. Ia bangun dari kursi dan menaruh tempat makan serta gelas tadi di wadah pencucian piring. Setelahnya, Aletta meraih busur yang ia taruh tadi dan keluar dari dapur.
Aletta menoleh ke kanan dan kiri, melihat ke seluruh sudut rumahnya yang luas. Sepi, dan Aletta tak begitu menyukai suasana sepi seperti ini. Kaki Aletta yang beralaskan yeezy putih terus melangkah menginjak lantai rumah.
Dan langkah itupun terhenti saat seorang lelaki muncul di hadapan Aletta, memberi tatapan tanda rindu pada cewek itu. Aletta tersentak dan langsung mundur sebanyak dua langkah.
Mata Aletta tajam, terarah pada cowok di hadapannya itu. Ia pun bergerak ke kiri untuk menghindari cowok tadi, tapi lagi-lagi langkah Aletta dihentikan olehnya.
"Apaan sih!" Aletta marah.
"Aletta, aku--"
"Lepasin nggak? Nggak usah pegang-pegang!" omel Aletta ketika cowok itu menyentuh tangannya.
"Aku kakak kamu, nggak boleh aku pegang tangan adik aku sendiri?" ucapnya.
"Nggak," desis Aletta. Ia melotot, lalu melengos dari hadapan cowok itu lagi.
Namun, cowok itu malah keras kepala dan mencoba menahan Aletta lagi dan lagi. Aletta semakin emosi dan mengepal tangannya. Ia pun memejamkan mata tanda menahan emosinya. Napasnya terdengar berat dan tatapannya menusuk retina cowok itu.
"Dibilang lepasin nggak ngerti?" desis Aletta. "Kelamaan tinggal di luar negeri jadi bego bahasa Indonesia?!"
"Mau sampe kapan kamu begini sama aku?" Cowok tadi tak mengindahkan ucapan Aletta.
Aletta tak menjawab pertanyaan itu. Ia bergerak ke kiri, dan cowok itu mengikutinya. Aletta bergerak ke kanan, diikuti lagi. Aletta benar-benar jengkel dan rasanya ingin memanah cowok itu tepat ke dada biar mati sekalian.
"Alkana!" Aletta menghardik keras.
"Oke, sorry," gumam Alkana, cowok tinggi yang berstatus sebagai kakaknya Aletta. Ia menunduk ketika mata elang Aletta tak kunjung lepas darinya.
Saat Aletta bergerak untuk pergi lagi, Alkana menahan tangan Aletta sambil berucap, "Aku anter kamu ke tempat latihan, ya?"
"Nggak perlu!" Aletta meninggikan volume suaranya seraya menepis tangan Alkana darinya.
Sesaat setelah itu, Aletta langsung berlari keluar rumah dan meninggalkan Alkana di sana. Mata Aletta terasa perih dan wajahnya memanas, tapi ia sekuat tenaga menahan air mata itu untuk keluar dari tempatnya.
Aletta menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan dan ia mengusap wajahnya. Saat Aletta hendak mendekati garasi untuk mengambil mobil, tiba-tiba terdengar bunyi klakson motor dari depan pagar rumahnya.
Aletta menoleh ke sana, melihat cowok dengan celana abu-abu alias seragam sekolah bertengger di atas motor merahnya.
"Lingga," gumam Aletta.
Ia mengembus napas berat lagi dan mau tak mau ia menghampiri cowok itu. Aletta berjalan ke pagar, membukanya dan keluar untuk menemui Lingga.
Lingga tersenyum padanya seraya melepas helm dari kepalanya. "Hai."
"Kenapa bisa ke sini? Lo ngikutin gue?" celetuk Aletta.
Terdengar Lingga berdengung, lalu menggaruk tengkuknya. "Gue penasaran, sih."
Mata Lingga pun langsung tertuju pada alat-alat panahan yang ada di badan Aletta. Ia terkagum sesaat, lalu terkekeh.
"Lo panahan?" ucapnya.
"Ya," jawab Aletta.
"Ngeri juga ya mainan lo," ujar Lingga sambil tertawa kecil.
Aletta tak menanggapinya, malah membuang arah ke tempat lain. Ia merasa sedikit tak suka dengan kehadiran Lingga, padahal tujuan Lingga mungkin baik.
"Sekarang lo mau ke mana?" tanya Lingga.
"Latihan." Aletta menjawab dengan ketus.
"Gue anter, yuk?" tawar Lingga.
"Ngga--"
"Lo kan sekarang lagi nggak bawa motor, jadi, bisa dong gue anterin lo." Lingga menyelak Aletta dan memainkan alisnya naik turun.
Aletta ingin memaki cowok itu sekarang juga tapi ia urungkan niatnya. Lingga pun masih menatapnya dengan kilatan mata tanda permohonan. Aletta jadi antara nggak tega sama kesal.
"Please?" mohon Lingga.
Tertunduk sejenak, Aletta ribut dengan pemikirannya. Ia juga bukan tipe orang yang mau menerima ajakan dari orang lain tanpa pikir panjang. Aletta tidak mau mengambil resiko yang menjadi beban untuknya.
"Gue nggak bakal bawa lo ke mana-mana. Cuma ke tempat latihan," kata Lingga.
Entah untuk yang ke berapa kali Aletta membuang napas dengan menghentaknya. Ia kembali menatap Lingga dan kemudian mengangguk, yang artinya ia menerima ajakan Lingga.
"Sekali ini aja," cetus Aletta.
• • • • •
Alkana Ragenta
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro