06 ➖ Ditolak Dua Kali
Pulang sekolah, Aletta jalan sendirian menuju lobi sekolah sambil sibuk menelepon ayahnya yang seperti biasa, sangat protektif padanya.
"Iya, Pa, Aletta udah jalan ke lobi."
"Langsung pulang, ya! Papa nggak bisa jemput, lagi banyak kerjaan."
"Iya, lagian aku bawa motor kok," balas Aletta.
"Ya udah, kamu hati-hati bawa motornya. Perhatiin sein, spion, lampu motor. Polisi ada di mana-mana sekarang. Kamu bawa helm, kan?" Alfi berujar dalam sekali hentakan napas.
Aletta menarik napas dan menghelanya pelan. "Iya, Pa. Iya, aku bawa."
"Papa kangen kamu, tadi pagi kita nggak ketemu," tutur Alfi.
"Iya, Aletta kangen Papa juga."
Iya, iya, iya.
"Ini Aletta lagi ke parkiran motor. Udahan dulu ya, Pa."
"Iya. Love you, Sweetheart," ucap Alfi dan sambungan telepon pun berakhir.
Aletta memasukkan ponselnya ke dalam saku rok abu-abunya dan menghampiri parkiran motor untuk mengambil motornya. Sejak kemarin Alfi sibuk mengurus perusahaannya sehingga ia belum sempat pulang karena saking sibuknya. Ia memang seperti itu, perusahaan dan sahamnya yang ada di mana-mana membuat Alfi harus mengurusnya dan mengontrolnya dengan baik agar semuanya lancar.
Apalagi Alfi dan keluarganya baru melakukan liburan ke luar negeri selama tiga minggu. Itu membuatnya langsung disuguhi banyak sekali arsip-arsip dan kabar-kabar baru tentang pekerjaan.
Alfi kewalahan, tapi semua itu ia lakukan demi keluarganya. Demi menghidupi anak-anak dan istrinya. Demi kebahagiaan mereka. Alfi sangat mencintai keluarganya dan ia menginginkan semua yang terbaik buat mereka.
"Aletta!" Sekala mendekati Aletta dengan Lingga yang ada di belakangnya. Sayangnya, Aletta tidak mendengar.
"Aletta, Aletta, Aletta!" panggil Sekala lagi.
Aletta nengok ke belakang dan berhenti jalan, melempar tatapan tanya pada dua cowok yang kini berada di hadapannya.
"Pulang bareng, yuk!" ajak Sekala tanpa basa-basi.
"Gue bawa motor." Aletta menjawab.
"Yah." Sekala kecewa. Tapi, sedetik setelahnya wajah ceria itu kembali muncul. "Oh, gini aja! Lo pulang, pake motor sendiri, tapi dikawal gue sama Lingga. Gimana?"
"Ngapain sih?" heran Aletta.
"Biar Aletta nggak kenapa-napa," kata Sekala.
"Nggak perlu," desis Aletta seraya berbalik badan lagi untuk masuk ke area parkian.
"Yah, kita ditolak, Ling," bisik Sekala sembari menoleh ke samping. Tapi, ternyata Lingga tidak ada di dekatnya. Bingung, Sekala memutar badannya sambil mencari sosok lelaki yang tiba-tiba menghilang itu.
"Woi, Ling-Ling!" panggil Sekala pada Lingga yang ternyata sudah naik ke atas motor. Jarak mereka berkisar delapan meter, dan Sekala pun berjalan menghampiri Lingga.
Lingga menoleh sambil menyalakan mesin motornya. Motor besar itu seperti milik Sekala, hanya berbeda warna. Lingga merah dan Sekala hitam. Bukannya buru-buru menaiki motornya, Sekala malah mengulur waktu.
"Aletta nggak mau pulang bareng. Dia nolak," kata Sekala.
"Jadi gimana?" tanya Lingga.
"Ya gitu, Aletta-nya nggak mau," ucap Sekala.
Lingga kini mengenakan helmnya di kepala lalu membuka kacanya untuk menatap Sekala. "Nggak jadi berarti, ya? Lagian kayaknya Aletta bisa jaga diri sendiri."
Sekala mengangguk.
"Aletta itu tampang imut, dalemnya sangar," celetuk Lingga. "Bener gak gue?"
Sekala tertawa. "Bener!"
"Ya udah, kita pulang ke rumah masing-masing aja," kata Lingga.
"Oke deh."
• • •
Motor Aletta melaju membelah jalan. Hari ini ia harus latihan panahan karena dalam seminggu jadwalnya untuk latihan ada sebanyak tiga kali. Aletta mengangkat tangan kirinya untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan.
Jam satu lewat limapuluh tujuh menit. Sudah mau jam dua dan latihan panahan mulai jam tiga. Lantas Aletta menambah kecepatan motornya agar segera tiba di rumah dan bersiap-siap pergi ke tempat latihan.
Sesuatu terasa janggal di mata Aletta. Apalagi suara bising motor besar yang ada di belakangnya seperti dibuat-buat dan tentunya mengacaukan indera pendengaran Aletta. Bagaimana tidak, jalanan ini sepi dan motor itu memainkan gasnya terus.
Mata Aletta melirik ke kaca spion, melihat sebuah motor besar warna merah dengan pengendaranya yang mengenakan jaket kulit warna hitam. Memincingkan sedikit matanya, Aletta kembali menatap lurus ke depan.
Tapi tiba-tiba, motor merah itu jalan mendahului dia dan di jarak beberapa meter di depan, motor tadi berhenti melaju —membuat Aletta mau tak mau mengerem mendadak.
Berdecak, Aletta menaikkan kaca helmnya dan berseru pada cowok itu. "Woi! Bawa motor yang bener!"
Si pemilik motor kini turun dari motornya, melepas helm dan membiarkan rambut tebalnya terurai berantakan. Ia jalan mendekati Aletta dan saat itu juga Aletta tau siapa dia.
"Aletta," sebut Lingga.
Aletta mengalihkan pandangan dari Lingga dan mengembus napas berat. Sejak di sekolah tadi Aletta merasa Lingga memerhatikannya terus, bahkan sampai sekarang pun Aletta tetap merasakan hal itu. Ditambah lagi kini Lingga mengikuti Aletta pulang.
"Ngapain?" tanya Aletta, nadanya ketus. "Lo juga daritadi ngekorin gue. Buat apa?"
"Gue pengen anter lo pulang," ucap Lingga.
"Gue bukan anak kecil yang harus dijaga atau dikawal kemana pun gue pergi," cetus Aletta.
"Gue nggak anggep lo anak kecil, kok. Gue cuma pengen anter lo pulang. Gue nggak mau lo mikir yang aneh-aneh karna daritadi gue ngikutin lo dari belakang. Makanya sekarang gue ngomong begini sama lo," ungkap Lingga.
"Biar apa sih? Tadi Sekala udah nawarin itu, tapi gue tolak. Terus, sekarang lo begitu juga." Aletta kebingungan. Ekspresinya bercampur-campur antara kesal dan bingung.
"Gue mau buru-buru pulang, gue harus latihan, gue nggak ada waktu buat ngomongin ini sama lo," tutur Aletta. Ia kembali menyalakan mesin motornya dan hendak pergi, tapi Lingga menahannya dengan cara berdiri tepat di depan motor Aletta.
"Lingga!" sentak Aletta.
"Plis, emang nggak boleh gue ikutin lo ke rumah? Mastiin lo baik-baik aja sampe rumah," kata Lingga.
"Gue bisa jaga diri. Buat apa gue selalu latihan bela diri kalo gue sendiri nggak bisa jaga diri!?" Aletta semakin jengkel pada Lingga. "Minggir, gue mau pulang."
"Al--"
Ucapan Lingga terpotong karena Aletta yang sudah melesat cepat meninggalkannya dan juga tempat ini. Lingga mendesah keras lalu mengacak rambutnya sambil menatap Aletta yang sudah jauh pergi ke sana.
"Oke, mungkin lain kali," gumam Lingga.
• • • • •
coba cek bab 5, foto Lingga udah diganti dan itu ganteng banget gakuat dd;(😭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro