05 ➖ Sekala dan Lingga
Aletta menulis sesuatu di buku tulisnya yang masih baru dan bersih. Entah apa yang ia tulis, Aletta hanya ingin menghilang rasa bosannya karena hari pertama sekolah belum ada guru yang mulai mengajar. Hanya perkenalan, bercandaan, relaksasi, dan lainnya.
Di sebelah kiri Aletta, cowok ganteng berhidung mancung itu tengah asyik memainkan Fidget Spinner yang memiliki lampu warna-warni. Sekala terlihat bahagia memainkan benda kecil yang berputar-putar itu, tak jarang ia berseru senang karenanya.
Dan pada saat Aletta melirik ke sebelah kanannya, tepat ke mejanya Lingga, ia berhasil menangkap basah Lingga sedang menatapnya juga. Aletta segera mengalihkan pandangannya dan menatap buku tulisnya lagi.
"Al, mau minjem, nggak?" Sekala menawarkan mainannya itu.
Aletta menggeleng. "Nggak, nggak doyan."
"Emangnya makanan?" Sekala tertawa.
"Maksudnya nggak suka," gerutu Aletta.
Sekala yang hobi tertawa itu kembali memutar-mutar benda tadi. Dia sangat berisik, seperti kipas angin yang rusak tapi dipaksakan untuk berputar. Tapi, jangan salah, gitu-gitu Sekala banyak yang naksir, lho. Seperti sekarang ini, murid-murid cewek di kelas ini banyak yang mencuri pandang ke arah Sekala.
Tiba-tiba, bangku kosong di depan Sekala terisi tapi orang itu duduk menghadap ke belakang, tepat ke arah Sekala. Lantas, Sekala menghentikan permainannya dan menatap cowok di hadapannya itu.
"Lo Rangga, ya?" celetuk Sekala.
"Lingga," ralat cowok itu.
Aletta yang tadinya menunduk karena sedang menulis, kini ia mendongak dan melihat Lingga yang entah sejak kapan sudah berpindah tempat ke bangku itu. Tatapan bingung bercampur sinisnya Aletta ia tujukan pada Lingga dan cowok itupun merasakannya.
"Gue boleh gabung sama kalian, kan?" ucap Lingga.
"Boleh-boleh, aja," sahut Sekala, "gue juga murid pindahan, kayak lo."
"Oh gitu? Lo darimana?" tanya Lingga.
"Gue mah dari Bali, jauh." Sekala terkekeh.
"Keren, Bali." Lingga tersenyum miring. Matanya kembali melirik Aletta, namun sedetiknya menatap Sekala lagi. "Dia murid pindahan juga?"
"Nggak, dia dari kelas sepuluh udah di sini, anak lama." Sekala menjawab.
Lingga mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham. Ia kemudian mengusap hidungnya dan matanya jatuh ke mainan yang Sekala pegang. Lantas, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda kecil bercorak loreng mirip seragam tentara.
"Gue juga selalu bawa ini ke mana-mana," kekeh Lingga sambil memamerkan Fidget Spinner miliknya. Punya dia tidak ada lampu-lampunya seperti milik Sekala, tapi tak kalah keren karena mainan itu sama-sama mengasyikan.
Dan akhirnya, dua lelaki itu bermain bersama. Aletta menghela napas ringan dan menopang satu tangannya di dagu. Bosan. Rasanya ia dikacangi oleh dua manusia yang ada di dekatnya itu. Berdecak ringan, Aletta meletakkan pulpen violet itu dan menutup buku tulisnya.
Di kelas barunya ini hanya ada empat orang yang merupakan teman sekelas Aletta di bangku kelas sepuluh. Selebihnya, Aletta tak mengenal mereka semua, dan merasa asing berada di kelas ini. Tapi, Aletta tau, tak lama pasti ia akan akrab dengan semua yang ada di kelas ini. Bukan hanya dia, tapi semuanya akan akrab satu sama lain.
Aletta bukan hanya terkenal dengan tampang juteknya, tapi juga banyak orang yang mengenal Aletta sebagai perempuan yang berani, pintar, jago bela diri, dan dia sangatlah cantik. Banyak orang yang berharap bisa berteman dengan Aletta, sebab Aletta akan menjadi sosok yang seru bila kalian telah kenal dan dekat dengannya.
Suntuk, Aletta kini berdiri dari bangku dan keluar dari tempatnya. Ia berjalan ke depan kelas lalu mendekati pintu dan seketika tubuhnya menghilang. Sekala mengernyit, tak tau kenapa Aletta tiba-tiba pergi, tanpa bilang-bilang pula.
"Itu tadi namanya siapa?" tanya Lingga.
"Cewek ini?" Sekala meninjuk mejanya Aletta dengan jempolnya dan Lingga mengangguk.
"Latisha Aletta, panggil aja Aletta." Sekala tersenyum kalem. "Kenapa? Demen?"
Lingga tertawa renyah seraya menggeleng. "Nggak, pengen tau namanya aja."
Lingga itu ganteng, rambutnya cokelat agak terang, alis tebal, hidung mancung, warna matanya juga bagus. Pokoknya cakep banget. Tapi bila dibandingkan dengan Sekala, mungkin cewek-cewek akan bingung untuk pilih yang mana.
"Aletta cantik, ya," puji Lingga.
• • •
Aletta berjalan sendirian menelusuri lorong lantai tiga yang terbilang ramai. Banyak murid yang berkeliaran keluar kelas karena pasti di kelas mereka tidak ada guru, seperti kelasnya Aletta.
Kaki Aletta kini mulai menapak di anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua. Keadaan di sana ternyata lebih ramai dibanding lantai tiga. Ada yang menyetel musik dengan menggunakan speaker kelas, ada yang lari-larian, bercandaan, teriak-teriak. Tapi, ketika Aletta berjalan melintasi mereka, orang-orang yang berisik itu seketika bungkam sesaat.
"Aletta!" Seseorang memanggilnya dan Aletta refleks menoleh ke belakang, tepat ke arah seorang lelaki yang berjalan cepat mendekatinya.
"Al, lo abis darimana?" tanya Kenneth saat ia sudah menempatkan diri di samping Aletta.
Aletta mengernyit. "Kelas, lah. Kenapa?"
"Oke, berarti gue salah nanya." Kenneth mengambil napas dulu karena ia terlihat terengah seperti habis kejar-kejaran. "Lo sekarang mau ke mana?"
"Nggak tau, palingan ke kantin." Aletta menjawab dengan gaya cuek khasnya. "Bosen di kelas, bawaannya jadi pengen makan."
"Bakso Pakde, yuk!" seru Kenneth.
Mata Aletta langsung berbinar dan ia tersenyum lebar. "Ayo!"
• • •
Suasana kantin tak terlalu ramai, mungkin karena murid-murid lebih memilih untuk berdiam diri di kelas daripada mampir ke kantin. Padahal, di kantin sekolah ini terdapat banyak sekali jenis makanan yang enak-enak dan mengenyangkan.
Tangan Aletta bergerak untuk mengaduk bakso yang berada di mangkuk, sesekali ia meniupnya dan asap-asap itu langsung ngebul ke udara. Iya, kuah baksonya panas banget, baru banget diangkat dari tempatnya.
Di hadapan Aletta ada Kenneth yang ternyata sudah mulai menikmati bakso itu dengan sesekali mendesah kepanasan. Kuah baksonya juga telah berubah warna menjadi merah alias dipenuhi sambal. Tidak seperti Aletta yang tak mau mengambil resiko sakit perut bahkan mulas-mulas.
"Jadi, lo bener-bener nggak mau ngurus OSIS lagi?" tanya Kenneth setelah ia menelan makanannya.
Aletta mengangguk. "Iya."
"Bu Dina kemaren keliatan kecewa banget pas gue bilang lo nggak mau nyalonin diri jadi ketos atau waketos. Terus dia makin lemes pas gue bilang lo mau ngundurin diri dari OSIS," tutur Kenneth.
"Bu Dina nggak ngerti banget, sih. Dia kebiasaan pengen ini itu seenak jidat, males jadinya gue." Aletta menekuk wajahnya. "Lagian kan masih banyak anak-anak lain yang mau nyalonin diri buat jadi ketos atau waketos tanpa dia suruh-suruh kayak dia nyuruh gue."
"Lebih murni karna itu keinginan sendiri kan," sahut Kenneth.
"Iya, lah. Gue kan juga punya alesan kenapa gue nggak mau ngurus OSIS lagi. Gue banyak kegiatan di luar sekolah. Lagian, orang tua gue setuju-setuju aja gue ngundurin diri dari OSIS." Aletta menyendok baksonya lagi dan meniupnya agar panasnya berkurang. "Apalagi bokap gue, dia nggak mau gue stress mikirin itu terus kecapekan karna kegiatan OSIS."
Akhirnya, mereka berdua terlarut dalam obrolan yang mereka ciptakan sendiri. Aletta dan Kenneth berteman sejak mereka kepilih menjadi pengurus OSIS. Kerjaan mereka memang beda. Tapi, setiap ada event, Aletta dan Kenneth selalu kepilih untuk mengurus satu kegiatan bersama. Jadi, mereka lama-lama menjadi dekat seperti sekarang ini.
Dua-duanya memang nggak pernah sekelas dari waktu kelas sepuluh. Tapi, bila mereka bertemu ataupun berpapasan di jalan, pasti ujung-ujungnya mereka ngobrol dan orang lain terlupakan karena asyik bersama.
Aletta selalu bercerita tentang apapun pada Kenneth, layaknya teman dekat. Kenneth pun melakukan hal yang sama. Tapi, yang lebih sering curhat itu Kenneth tentang masalah pacarnya, orang tuanya, pelajaran, dan lainnya. Iya, Kenneth punya pacar tapi tidak satu sekolah dengannya. Pacarnya mungkin bisa sangat amat cemburu bila ia melihat cowoknya sedekat itu dengan cewek lain. Ceweknya jauh lebih cantik darinya lagi.
Tapi, acara ngobrolnya Aletta dan Kenneth tiba-tiba terhenti saat dua lelaki datang, berdiri di samping meja mereka sambil memakan makanan ringan milik masing-masing.
Sekala dan Lingga.
• • • • •
Lingga Sabintang
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro