Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kaji Yuuki: Ice Prince and Sleeping Princess

Kaji Yuuki x OC
Requested by Midori
Written by H.

Genre: salty and cringey romance.

🍒🍒🍒

Tidak ada yang spesial dari gadis itu.

Ya, dia hanyalah bagian dari keseharian Yuuki yang mau tidak mau harus pergi ke neraka bernama sekolah. Kalau saja orangtuanya tidak terus berpetuah setiap hari akan jalan indah berbunga yang akan dilalui kelak asal dia berhasil membawa carik-carik serfikat dengan angka memuaskan, maka Yuuki tidak akan pernah menginjakan kakinya ke dalam bangunan yang terlihat cukup tua itu.

Tapi semuanya berubah semenjak awal tahun lalu. Sejak dia sadar kalau di sekolahnya tidak hanya berisi kumpulan yankee maupun gadis kebai|1| dengan make up setebal lima meter.

Mikuriya Midori, begitulah nama gadis itu. Nama yang terlalu ketinggalan jaman jika dibandingkan dengan sebagian nama teman sekelasnya yang selalu terdengar menyilaukan. Tapi entah mengapa, Yuuki selalu merasa nama itu terdengar seperti denting indah pada musik klasik yang selalu ia dengarkan.

"Nenekku yang memberikan nama itu." Ucap Midori ketika Yuuki menanyakan perihal namanya.

Pertemuan mereka tak semanis drama picisan yang sesekali tayang menghiasi layar kaca. Tapi Yuuki masih mengingat bagaimana gadis itu merebut seluruh fokusnya saat itu.

🍒🍒🍒

Yuuki biasa menggunakan kereta untuk pergi ke sekolah meskipun orangtuanya bersikeras memintanya untuk bersedia diantar dengan mobil mewah yang selalu menjadi trademark keluarga Kaji, keluarga konglomerat yang menguasai banyak saham di berbagai sektor bisnis di Jepang. Tapi Yuuki tidak pernah mendengar kata-kata orang tuanya dan sesekali ia membalas kalau lebih baik dia sama sekali tidak bersekolah kalau harus diantar bak pangeran dari negeri antah berantah seperti yang orangtuanya inginkan. Dia tidak ingin makin banyak tatapan dingin yang terarah ke arahnya saat tiba di sekolah nanti. Sudah cukup orang-orang menganggapnya sebagai Kaji Yuuki, tuan muda yang mendapat banyak keberuntungan dengan keberhasilan orangtuanya.

Karena itulah Yuuki lebih memilih menggunakan bus atau kereta untuk berpindah tempat.

Dan pagi itu, dia berjuang melawan lautan manusia yang memenuhi peron di saat rush hour. Biasanya dia datang ke stasiun lebih pagi karena sebagai orang dengan intelektual tinggi, dia tahu bahwa menggunakan waktu setepat mungkin adalah salah satu kunci dari sebuah kesuksesan. Tapi hari ini ibunya mendebatnya cukup lama tentang sepatu mana yang harus ia pakai hingga Yuuki kehilangan waktu pentingnya untuk melesat ke stasiun.

Yuuki benci hal itu.

Selain tak lagi punya ruang untuk menyelonjorkan kakinya lagi di dalam kereta, Yuuki benci saat dia harus duduk bersebelahan dengan lelaki paruh baya berprofesi sebagai salary-man tidur menganga menguarkan bau alkohol sisa ia mabuk semalam.

Sungguh, ingin sekali dia menendang lelaki macam itu keluar dari dalam kereta yang masih berjalan.

Ditambah, tidak sedikit dari teman sekelasnya yang juga menggunakan kereta. Mereka selalu berkasak-kusuk ketika tidak sengaja menemukan Yuuki di antara mereka. Hal itu membuatnya sangat terganggu.

Memang apa yang salah dengan dirinya naik kereta? Bukankah transportasi umum bisa digunakan oleh siapapun? Yuuki juga tidak pernah melakukan suatu pelanggaran yang bisa membuatnya dilarang memakai kereta. Lalu apa masalahnya?

Memikirkan hal macam itu cukup membuat kepalanya mendidih. Yuuki meraba saku seragamnya, mencari earphone dan segera menjejalkan ke dalam dua lubang telinga. Tinggal memejamkan mata, maka setengah jam berikutnya dia akan sampai di stasiun terdekat dengan sekolah.

Tapi niatnya untuk menutup mata terhalang ketika dia mendongkak, dan melihat barisan penumpang yang tidak mendapat tempat duduk di depannya. Sebagian besar dari mereka adalah lelaki karyawan perusahaan. Di sela-sela barisan orang-orang tidak beruntung Yuuki melihat emblem sekolahnya yang tertempel pada baju seorang gadis. Tentu saja, bukan emblem itu yang menarik perhatiannya, melainkan posisi juga apa yang sedang gadis itu lakukan di dalam kereta yang penuh sesak.

Dia tertidur dengan mulut setengah terbuka sambil menyandarkan dahinya pada punggung seseorang, yang mungkin tidak ia kenal. Air liur hampir saja menetes kalau saja gadis itu terlambat sedetik untuk terkaget oleh hentakan dalam kereta, dan bergegas menyekanya.

Baru kali ini Yuuki melihat seseorang yang bisa tidur dalam keadaan berdiri, di dalam kereta yang penuh sesak.

Mata gadis itu pun nampak masih setengah tertutup saat pengumuman tentang pemberhentian terdengar, dan mereka harus segera turun. Yuuki tidak tahu ini lucu, atau dia harus kasihan pada gadis itu. Dan dengan sengaja dia berjalan beberapa meter di belakang gadis itu untuk memastikan apakah gadis itu akan baik-baik saja. Dan, tentu saja tidak.

Entah berapa orang yang sudah ditabraknya sampa mereka berhasil keluar dari platform kereta.

Alih-alih tertawa, Yuuki justru menggelengkan kepala. Otaknya melayangkan banyak asumsi tentang mengapa gadis itu sebegitu mengantuknya.

"Pasti terlalu banyak main game."

"Atau bertukar pesan dengan pacarnya."

Yuuki menghela napas. Merasa bodoh dan tidak mengerti kenapa dia terus mengikuti langkah gontai gadis yang masih saja menabrak sesuatu.

🍒🍒🍒

Yuuki lebih sering menggeser waktu berangkatnya sejak saat itu dan frekuensi ia mendapati gadis itu tidur di kereta makin banyak. Beberapa kali pula gadis itu duduk di sebelahnya, dan tanpa sengaja ia tertidur dengan menjatuhkan kepalanya ke atas salah satu bahu Yuuki.

Padahal Yuuki tak pernah senang dengan kontak yang orang lain lakukan padanya. Namun entah mengapa, dia merasa tidak keberatan dengan meminjamkan bahunya sampai perberhentian yang sama-sama mereka tuju. Dan lebih mengejutkan, Yuuki akan membangunkan gadis itu kalau dia tidak bangun. Sebuah progress yang luar biasa bagi seorang Yuuki yang tak pernah peduli pada apapun di sekelilingnya.

Lalu, pergantian tahun ajaran berganti.

Entah takdir sedang bermain dengan nasib mereka, atau memang itulah garis yang sudah ditetapkan. Mereka berakhir di satu kelas yang sama. Dari situ pula lah, Yuuki mengetahui siapa namanya.

Mikuriya Midori.

Cerita tentang Midori yang banyak tidur di kereta maupun di kelas sudah menjadi rahasia umum hingga penghargaan putri tidur pun tersemat padanya. Entah ide siapa itu, tapi Yuuki tidak terlalu peduli.

Yang jelas ia ketahui hanyalah kalau matanya kini tak pernah terlepas dari sosok yang kerap kali ia temukan meletakkan kepalanya dengan rileks di atas meja, untuk tidur. Mereka duduk berseberangan di deretan yang sama hingga mudah bagi Yuuki untuk memperhatikan gadis itu.

Dan selama kurang lebih sebulan melakukan observasi, dia yakin kalau Midori tidak pernah membuka matanya di saat pelajaran berlangsung.

Lalu, cerita yang sebenarnya bermula pada suatu hari dimana Yuuki lupa membawa buku matematikanya. Ia sempat belajar sejenak untuk kuis pendek yang biasa diadakan mendadak oleh guru mereka, tapu karena cekcok tidak penting yang kali ini ayahnya awali membuat Yuuki lupa kalau dia meletakkan buku itu di atas rak sepatu genkan saat ia mengenakan sepatu.

"Kau tidak bawa buku? Carilah teman yang mau berbagi denganmu!" Ujar wali kelas mereka.

Dia menoleh ke kanan juga ke kiri, mencari seseorang yang mau berbagi padanya. Dan hampir semua murid perempuan menatapnya, hingga Yuuki merasa risih. Yang tersisa hanyalah Midori, dan sampai saat ini pun dia masih tidur tanpa suara dengan buku yang terbuka lalu dibiarkan berdiri untuk menutupi kelakuannya.

Dengan cepat anak laki-laki itu menggeser meja beserta kursinya mendekat. "Mikuriya, berbagilah denganku!"

Midori, yang sayup-sayup mendengar permintaannya itu mengangkat wajah dengan mata sedikit terbuka. "Ah, Ouji|2|. Silakan saja. Tapi tolong tutupi aku ya..." Sekejap kemudian dia tidur lagi.

Yuuki benar-benar tidak habis pikir kenapa orangtua gadis ini mau mengirimnya ke sekolah sementara yang dilakukannya hanyalah tidur.

Dan, kenapa gadis itu memanggilnya dengab Ouji?!

🍒🍒🍒

"Ah! Waktu itu ya?" Midori menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Habis, semua orang memanggilmu Ice Prince."

"Siapa yang memanggilku dengan itu heh?" Yuuki bertanya setengah menggertak.

Memang, tak banyak orang yang menyapanya. Mungkin karena mereka terlalu sungkan oleh nama marga yang disandagnya itu. Ditambah, ayahnya juga salah satu pemegang saham tertinggi dari sebagian orang berpengaruh yang mengisi kursi komite sekolah.

"Kudengar semua orang membeku saat kau menatap mereka," Midori menjawab santai sambil mengunyah yakisoba pan-nya.

Mungkin itu benar, karena sesekali Yuuki memperhatikan kalau dia menatap seseorang, maka secara spontan orang itu akan terdiam seolah dibekukan oleh sorotnya.

"Begitu ya?" Yuuki menghela napas. "Ah, tapi bukan berarti aku mengijinkanmu memanggilmu dengan 'Ouji'. Jadi tolong berhenti memanggilku seperti itu."

"Kau juga memanggilku dengan putri tidur!" Midori tidak mau kalah.

"Tapi aku lebih sering memanggil dengan namamu!"

"Namaku? Siapa?"

"Mikuriya, 'kan?!"

"Itu kan nama margaku!"

"Ah, terserah! Yang jelas berhentilah memanggilku dengan 'Ouji'! Mengerti?!"

Midori menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kafetaria sekolah. Bola matanya bergerak ke atas, sepertinya dia tengah berpikir.

"Kalau begitu aku akan memanggilmu dengan 'Yuuki'!" Putusnya.

Yuuki membelalak. "Kenapa harus nama kecilku?!"

"Ah, tidak boleh? Bagaimana dengan Yuu-tan? Yuukkun? Atau Yuu-chan!"

Yuuki ingin berteriak kalau itu sama saja. Tapi sepertinya suaranya tidak akan bisa menembus dinding telinga gadis itu. "Terserah!" Cetusnya kemudian.

Entah sejak kapan mereka jadi sering bertukar kata seperti ini mengingat hal sedemikian rupa terasa masih tabu bagi Yuuki sampai beberapa waktu lalu. Bahkan sudah muncul gosip tentang hubungan abu-abu antra Pangeran Es dan Putri Tidur semenjak mereka lebih sering menyapa dan kadang pulang bersama.

Benar sekali. Pulang bersama!

Yuuki pun tidak tahu apa yang membuatnya mengiyakan permintaan Midori saat dia mengajaknya pulang bersama. Yang jelas, Yuuki hanya merasa terganggu saat melihat gadis itu tidak sengaja tidur di bahu orang lain. Itu saja.

"Kalau hanya untuk direpotkan, kau tidak butuh banyak orang 'kan?" Yuuki merutuk saat mereka turun dari kereta.

"Kenapa kau marah-marah?! Bukankah kau sendiri tahu kalau kebiasaanku memang tidur?" Balas Midori. Kali ini, hasrat ingin tidurnya menghilang karena teman sekelasnya itu lebih dulu mengomel.

"Harusnya kau tahu kalau kebiasaanmu itu mengganggu orang lain! Aku juga heran kenapa orangtuamu mau bersusah payah membiayaimu masuk sekolah dengan keadaanmu yang seperti ini!"

"Apa boleh buat kan?! Aku tidak bisa menahan kantukku. Dan orangtuaku bilang sekolah tidak menjamin kalau aku akan bisa hidup sukses di kemudian hari. Mereka juga bilang kalau aku berangkat dan pulang denga selamat saja sudah cukup!"

Mata Yuuki membulat. Sepertinya perbedaan prinsip yang cukup kuat ada di antara orangtua mereka. Mendengar banyak hal dari Midori kadang membuat Yuuki tidak lagi meyakini apa selama ini ia percaya.

"Aku akan mengantarmu sampai rumah."

Mungkin sudah beberapa kali Midori mengajak Yuuki untuk pulang bersama. Tapi baru kali ini anak itu berinisiatif untuk mengantar sampai ke rumah. Midori sedikit takut kalau saja akan ada kutukan menimpa dengan berubahnya tindak-tanduk Yuuki selama beberapa hari ini.

Tetapi, pada akhirnya dia tidak bisa meminta teman sekelasnya itu mundur. Yuuki terus mengikuti Midori sampai gadis itu berhenti di depan sebuah kedai udon di dekat persimpangan.

"Rumahku di sini." Kata Midori.

Noren|3| di depan kedai bertulis kata "udon" pada bagian kiri, dan Mikuriya di bagian kanannya. Yang berarti memang benar, Midori tinggal di tempat ini.

"Mau masuk?" Gadis itu bertanya sambil mengangkat satu sisi noren di depan pintu.

Yuuki nampak berpikir. Dan seperti lebih baik dia pulang. Dia pun tidak mau keluarga gadis itu berpikir tidak-tidak tentangnya.

"Sepertinya aku akan langsung pu-"

Belum sempat Yuuki menyelesaikan kalimatnya, seorang lelaki seusia ayahnya keluar dengan hanbei putih khas pekerja sebuah kedai.

"Ah, Midori? Kau membawa seseorang? Kenapa tidak kau ajak masuk?"

"Aku baru saja mengajaknya masuk, dan dia bermaksud menjawab sebelum ayah datang dan memotong jawabannya."

Tepat dugaan. Dia adalah ayah dari gadis itu. Ada sedikit kemiripan dari beberapa struktur wajahnya.

"Onii-san |4|, silakan masuk!" Lelaki itu mempersilakannya dengan sangat sopan, dan membuat Yuuki kesulitan untuk menolak.

Dia menurut dibawa ke dalam kedai yang tidak begitu luas itu dengan Midori yang mengantarnya ke meja paling ujung. Selama berapa puluh menit gadis itu meninggalkannya, lalu kembali ke tempat Yuuki sambil membawa secangkir teh, juga mangkuk ukuran besar udon dengan toping banyak tempura juga telur rebus.

"Ini menu andalan di kedai kami. Aku harap kau suka." Ucap Midori kemudian tertawa pendek.

"Mikuriya, aku tidak datang untuk makan!" Alih-alih senang akan jamuan yang diberikan untuknya, Yuuki justru berbisik protes.

"Kau sudah terlanjur datang, jadi makanlah!"

Bukan begitu!

Yuuki tidak pernah membawa uang di tunai dalam dompetnya, semuanya tertimbun dalam kartu yang ayahnya berikan. Dan ia ragu kalau di kedai kecil seperti ini dia bisa menggunakan kartu itu.

Yang lebih tidak membuatnya tidak nyaman adalah, beberapa karyawan yang sempat ia pergoki tengah mengintip dari balik tirai yang membatasi ruang tempat oa dan Midori berada dengan dapur.

"Akhirnya Mido-chan membawa pacar juga kemari. Aku terharu!"

Itu yang sempat Yuuki dengar sebelum Midori datang bersama nampannya tadi.

"Kau tidak suka berada di tempat semacam ini ya?" Midori kembali bertanya. Walau tidak ada sorot kecewa dari matanya, Yuuki tetap merasa tidak enak.

Memanglah kenyataan kalau dia tidak pernah masuk kedai semacam ini karena orangtuanya lebih sering mengajaknya mengonsumsi makanan full-course di restoran berbintang. Tapi bukan berarti ia tidak bisa makan makanan yang berada di sini.

"Itadakimasu-" Yuuki merapatkan kedua tangannya tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan terakhir Midori.

Gadis itu hanya tersenyum sambil menyangga dagu dengan salah satu tangannya.

"Enak?"

"Enak!"

Gadis itu terlihat senang bukan main mendengar jawabannya. "Kalau begitu aku ke belakang sebentar."

"Kau membantu di kedai ini ya?" Pertanyaan Yuuki itu menghentikan Midori sejenak. Kemudian gadis itu menjawab dengan sebuah anggukkan disertai sebuah senyuman.

"Keluarga kami juga memproduksi udon."

"Benarkah?"

Jadi ini sebab kenapa Midori lebih banyak tidur di kelas, bahkan di jalan selama ini?

"Aku akan segera kembali!"

🍒🍒🍒

"Paman tidak perlu repot-repot!" Yuuki kembali mengatakan kalimat itu di luar kedai saat ayah Midori menjejalkan kantung plastik dengan ukuran cukup besar ke tangannya.

"Hahaha, aku tidak repot. Malah aku senang Midori membawa teman sepertimu datang kemari," laki-laki itu menjawab. "Setidaknya aku tahu, kalau Midori masih menyukai laki-laki!"

Hah?!

Terdengar suara pukulan cukup keras yang datang dari arah punggung ayah Midori. Sepertinya gadis itu tidak main-main memukul punggung ayahnya sendiri.

"Ayah, jangan mempermalukan aku dong!"

Mau tidak mau Yuuki terkekeh melihat ayah dan anak itu.

"Habisnya, kau tidak pernah bilang kalau kau punya pacar!"

Pacar?!

Sejenak mereka terdiam. Lalu beberapa detik kemudian Yuuki dan Midori bertukar tatap.

"Sudah! Ayah kembali ke dalam." Cetus ayahnya dengan tangan masih mengelus punggung yang masih kesakitan. "Kaji-kun, lain kali datanglah kemari lagi ya!"

Yuuki berusaha membalas kalimat ayah Midori dengan shock yang masih tertinggal. Sekarang dia bingung harus bicara apa pada gadis itu. Hingga selama beberapa puluh detik, hening menyelimuti mereka.

"Mi-mikuriya!" Akhirnya Yuuki yang berinisiatif untuk membuka pembicaraan dengan nada sedikit gugup.

"Y-ya?" Tidak berbeda jauh, Midori pun ikut gugup mendengar Yuuki memanggil namanya dengan raut serius.

"Omae, tama no koshi noritakunai no?!"|5|

Hening.

Yuuki terpikir akan kalimatnya barusan, apakah ada sesuatu yang salah?

"Hah?!" Wajah Midori masam. "Aku tidak semiskin itu untuk menikahi orang kaya."

"Da yo ne..." |6|

"Kau ini mau bicara apa sih?" Pipi Midori mengembung sebal.

"Aku hanya terpikir sesuatu, bagaimana membuatmu berhenti tidur di kelas. Tapi sepertinya percuma. Karena aku juga tidak bisa menikahimu sekarang."

Menikah?!

Yuuki serasa ingin menampar wajahnya sendiri yang spontan mengatakan kalimat krusial itu dengan ringan.

Dan sekarang dia bisa melihat wajah Midori yang terkejut di level maksimal, namun kedua pipinya sudah memerah seperti kulit buah persik.

"Kau pasti bercanda!"

"Ahaha, iya aku bercanda."

"'Kan?! Lagipula belum tentu kau akan kaya raya setelah masuk dunia kerja nanti."

"Kau benar juga."

"Hmmm......"

Hening kembali. Mereka seperti ingin menyeburkan diri ke dalam laut untuk menutup rasa malu.

"Mikuriya..." Yuuki kembali memanggil. Agak canggung, tapi dia tidak segugup tadi.

"Ya?"

"Yappari tsukiawanai ka, oretachi?" |7|

__fin__

Note:

1. Kebai: mencolok (banyak dipakai buat cewek bermake up tebel)
2. Ouji: pangeran
3. Noren: tirai ala jepang yang di belah dua itu
4: Oniisan: masnya
5. Tama no koshi ni noru: peribahasa tentang cewek miskin yang ngawinin cowok kaya untuk merubah status
6. Da yo ne: iya kan
7. Yappari, tsukiawanai ka, oretachi?: kita pacaran aja gimana.

Selebihnya saya ucapkan maaf atas ke-cringey-an ini Mid wwww

Bandung, 12 Juli 2018
❤️❤️




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro