Mrs. Lee & Mr. "Poor" Lee [2]
Holaaaaa, lama tidak berjumpa dengan lapak absurd yang idenya suka datang dari antah berantah, begitu juga dengan kemunculan orangnya yang suka tiba-tiba ada dan suka tiba-tiba ilang dibawa angin. HAHAHAHA
Masih ada yang nyimpan lapak ini nggak sih? Kayaknya udah pada dikick dari daftar perpustakaan ya akibat tidak ada hilal update 🤣🤣🤣🤣 it's okay.
yang nulis orangnya suka gabut, yang baca juga pasti gabutan. ya sesama orang gabutan mah harus saling menghargai.
Happy reading~
***
Sehun hampir saja jatuh terduduk ketika dia meminta izin pada Lalisa untuk meminjam kamar mandi wanita itu. Dia menatap wajahnya dari pantulan cermin dan mendapati kulitnya yang berwarna pucat.
Apa Sehun tidak salah mengambil keputusan?
"Kau menjadi seorang asisten?" Sehun bertanya pada dirinya melalui cermin, dengan alis berkerut yang menentang keputusannya. "Oh, yang benar saja, Sehun! Kau pasti sudah gila!"
Sekarang, Sehun sedang mengusap kasar wajahnya karena merasa kalau persetujuan yang baru diberikannya pada Lalisa tidaklah benar. Bagaimana mungkin dia yang seorang bartender tiba-tiba beralih profesi sebagai seorang asisten?
Sehun bahkan tidak tahu apa yang dikerjakan oleh seorang asisten. Terlebih lagi untuk orang seperti Lalisa yang harus meminum kopi dengan takaran dua sendok gula dan satu sendok krimer. Tidak boleh kurang, apalagi lebih!
"Tapi gajinya sangat lumayan," gumam Sehun dengan wajahnya yang tampak memelas. Tindakan impulsif yang diambilnya tadi jelas karena dia tergiur dengan gaji yang ditawarkan. "Aku bisa melunasi utang-utangku dalam kurun waktu 5 tahun kalau bekerja sebagai asistennya."
Itu kalau kau bisa menghadapi sikap perfectionist-nya, Bodoh!
Sehun melompat terkejut saat dirinya memaki untuk dirinya sendiri di bawah alam sadarnya. Bahkan seluruh bagian tubuhnya saja tahu kalau dia pasti tidak akan bertahan lama untuk menghadapi Lalisa.
Namun, Sehun sudah mengambil keputusan dan setuju untuk menjadi asisten Lalisa. Bahkan kalau dia dipecat dalam waktu seminggu, Sehun tetap akan mendapatkan gajinya seperti Maria tadi. Jadi, dia tidak akan rugi dari sudut mana pun.
"Ya, mari jalani saja pekerjaan barumu, Sehun. Semoga dia benar-benar Dewi Keberuntungan untukmu."
Sehun membasuh wajahnya setelah meyakinkan diri. Kemudian, keluar untuk menghadapi Lalisa dan kenyataan kalau dia baru saja berganti profesi dari seorang bartender kalangan rendah, menjadi asisten seorang wanita yang sangat kaya raya.
"Kupikir, kau tertidur di kamar mandi. Aku hampir saja menyuruh seseorang untuk mendobrak kamar mandi kalau kau tidak keluar 2 menit lagi," kata Lalisa ketika Sehun kembali padanya dengan wajah yang tampak lebih segar setelah dibasuh.
Sehun tersenyum kering. "Maaf," katanya, kemudian mengambil duduk di depan Lalisa dan mencoba untuk tenang.
Wanita di depannya ini tidak mencoba untuk menjadi sosok yang mengintimidasi secara sengaja. Namun, aura yang Sehun rasakan seperti Lalisa mencoba untuk membuatnya bertekuk lutut di bawah kaki wanita itu, membuat Sehun sebisa mungkin menghindari kontak mata dari Lalisa.
"Kau bisa mulai bekerja besok, kan?" Lalisa mengambil alih perhatian Sehun yang saat ini masih berusaha untuk tidak menatapnya. "Aku ada beberapa pertemuan dan membutuhkan asistenku untuk mengatur semua keperluanku."
"Y-ya, aku bisa." Sehun menyanggupi dengan gugup dan senyum kering.
"Kalau begitu, kau boleh pulang dan datang ke sini jam 6 pagi. Sopirku akan mengantar dan menjemputmu besok."
Kemurahan hati Lalisa saat ini tampaknya membuat Sehun besar kepala. Dengan ujung bibir yang digigit dengan ragu, laki-laki itu mengajukan sebuah permintaan sederhana.
"Kalau kau tidak keberatan, Ma'am, apa aku boleh menginap di sini malam ini? Orang-orang itu pasti sedang menungguku di rumah dan aku tidak tahu apakah aku bisa datang tepat waktu besok kalau aku pulang ke rumah malam ini."
"Ya, kau boleh menginap di sini," kata Lalisa menyanggupi tanpa perlu berpikir sama sekali. Kemudian, berjalan lagi menuju meja kerjanya untuk melakukan panggilan telepon. "Unnie, bisa kau ke ruanganku sekarang? Ada hal yang ingin aku bicarakan."
Lalisa kembali ke tempat duduknya di depan Sehun setelah mendapatkan jawaban yang diinginkannya dan meminta Sehun untuk mencicipi minuman yang sudah disediakan ketika laki-laki itu izin ke kamar kecil.
Sosok unnie yang Lalisa katakan datang. Wanita itu tampak beberapa tahun lebih tua dari Lalisa. Dari penampilannya saat ini, Sehun bisa mengatakan kalau wanita itu pasti sangat terampil dalam pekerjaannya.
"Unnie, dia Lee Sehun, asisten baruku dan dia Park Minyoung. Sekretaris yang aku bicarakan tadi." Lalisa memperkenalkan Sehun dan Minyoung secara bergantian. Disusul dengan kedua orang asing itu yang saling berjabat tangan.
"Aku tidak tahu kalau kau mengganti asistenmu, lagi." Ada nada jengkel di dalam suara Minyoung, yang tidak wanita itu perlihatkan secara terang-terangan.
Lalisa tersenyum tanpa ingin terlihat merasa bersalah. "Karena semua asisten yang kau pekerjakan untukku tidak ada yang sekompeten Jinjo, Unnie. Jadi, aku memutuskan untuk mencari asistenku sendiri."
"Wow~" Minyoung bergumam dengan nada takjub yang menyindir. "Jadi, apakah dia memenuhi kualifikasi sebagai asistenmu? Kurasa tidak."
"Memang tidak. Tapi aku ingin mencobanya."
Sehun yang baru saja disadarkan kalau dirinya tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang asisten, bahkan dari penampilan, membuatnya kembali mempertanyakan keputusan yang dia ambil.
Sudahkah dia mengambil keputusan yang tepat?
"Dan kau yang akan mengajarinya," kata Lalisa menambahkan ketika Minyoung terlihat memutar malas bola matanya.
"Apa maksudmu 'mengajarinya'?" tanya Minyoung dengan alis berkerut.
"Kau akan mengajarinya menjadi seorang asisten profesional. Sama seperti mendiang Ah-reum mengajarimu dulu."
"Kau pasti bercanda, kan?!" Minyoung segera melayangkan protes atas pernyataan Lalisa yang tidak masuk akal.
"Aku serius. Dia benar-benar akan menjadi asistenku mulai besok dan kami sudah menandatangani kontrak jangka panjang," balas Lalisa meyakinkan. Wajahnya sama sekali tidak menyiratkan kalau dia sedang bercanda sekarang. "Jadi, kau harus mengajarinya dan membuatnya menjadi seorang yang profesional sepertimu."
"Kontrak jangka panjang?!" Minyoung hampir berteriak karena terlalu terkejut. Dia menoleh pada Sehun yang tampak tegang, lalu kembali pada wanita yang memiliki wajah paling tidak berdosa di dunia ini. "Berapa lama?"
"Lima tahun."
"Kau benar-benar gila, Mrs. Lee!" Minyoung menggeleng tidak percaya. "Kau mempekerjakan seseorang yang tidak berpengalaman dengan kontrak jangka panjang! Dan berapa gaji yang kau berikan?"
Minyoung tampak sangat berapi-api sekarang. Dia bahkan merampas kasar kontrak yang sudah Sehun dan Lalisa tanda tangani di meja.
"Tiga puluh juta won per bulan? Yang benar saja! Gaji Maria yang berpengalaman lebih dari 5 tahun sebagai asisten profesional saja hanya kau beri setengah dari ini."
Ketika Minyoung sibuk mengutarakan ketidakpercayaannya pada tindakan sembrono Lalisa yang asal memilih asisten, Sehun hanya bisa menelan saliva dan berpura-pura tidak tahu kalau dialah yang membuat Minyoung tampak seperti ingin meledakkan kepala seseorang saat ini.
Lalisa mendekati Minyoung dan menepuk punggung sang asisten. "Unnie, aku percaya padamu."
Minyoung menjatuhkan kontrak kerja yang sudah ditandatangani itu ke meja dan menggeleng menatap wanita di depannya dengan tidak percaya.
"Malam ini, Sehun akan menginap. Jadi, tolong antarkan dia ke paviliun Barat. Aku harus segera istirahat. Dah~ Unnie." Lalisa mengedip jail pada Minyoung yang masih sangat kesal padanya. Kemudian, keluar dari ruang kerjanya dan menyerahkan Sehun sepenuhnya pada sang sekretaris.
Minyoung mengembuskan napas kasar ketika Lalisa sudah sepenuhnya keluar. Wanita itu perlu menenangkan kemarahannya sebelum berhadapan dengan Sehun atau dia akan menjadikan laki-laki yang tidak bersalah itu sebagai sasaran kemarahannya saat ini.
"Jadi, Mr. Lee ...." Minyoung menarik napas dalam menghadap ke arah Sehun. Sebisa mungkin dia memberikan senyumnya. "... apa pekerjaanmu sebelum ini?"
"Sehun. Panggil aku Sehun saja," kata sang pemilik nama meralat. Dia tidak terbiasa dengan panggilan seformal itu, terlebih lagi ketika dia memiliki nama keluarga yang sama dengan Lalisa. "Sebelum ini, aku bekerja sebagai bartender."
Kepala Minyoung semakin pusing saat mengetahui apa pekerjaan Sehun sebelumnya. Bagaimana mungkin seorang bartender menjadi asisten dalam semalam?!
Namun, wanita itu tidak memiliki pilihan selain menuruti perintah dari istri Lee Soo-hyuk itu.
"Apa kau sudah diberi tahu tentang tugas-tugasmu sebagai asisten dari Mrs. Lee?"
Sehun menggeleng pelan. "Dia bilang, kau akan mengajariku."
Minyoung tersenyum kering. Kemudian, berjalan menuju meja kerja Lalisa untuk mengambil sesuatu dan memberikannya pada Sehun agar bisa dilihat oleh laki-laki itu.
Sehun menerimanya dengan ragu. Wajahnya tampak gugup, dengan saliva yang ditelan kasar. Lalu, mulai membacanya dengan perlahan.
Laki-laki itu hampir mengedip setiap kali dia membaca deretan tugas yang harus dilakukannya untuk Lalisa sebagai asisten.
"Ini tugas-tugasku?" Sehun bertanya dengan wajah yang makin pucat.
Minyoung mengangguk dengan senyum. Tampaknya wanita itu diam-diam mengejek Sehun yang terkejut dengan tugas-tugas yang harus dilakukannya mulai besok.
"Kau harus menghafal semua tugas-tugasmu dan pastikan tidak ada kesalahan yang kau lakukan. Khususnya untuk makanan dan minuman yang dia konsumsi," kata Minyoung mengingatkan. "Mrs. Lee sangat sensitif untuk hal yang satu itu."
"Apa kau yakin, kalau tugasku juga termasuk dengan menyiapkan pakaian dan membangunkannya setiap pagi?" Sehun bertanya dengan ringisan. Matanya tampak berkedut, tidak percaya dengan tugas-tugas yang harus dikerjakannya mulai besok. "Bukankah itu tugas asisten rumah tangganya?"
"Tidak. Itu tugasmu."
Sehun menjilat bibirnya yang mendadak kering dan membaca kembali deretan tugasnya sebagai seorang asisten. Kenapa Sehun harus membangunkan seorang wanita yang bersuami?! Bagaimana Sehun harus membangunkan Lalisa ketika ada suami wanita itu di sampingnya?
"Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar." Minyoung memecah konsentrasi Sehun yang masih mencoba untuk memahami tugas-tugasnya sebagai asisten.
Melihat Minyoung yang melangkah tanpa memberikannya kesempatan untuk menjawab, Sehun segera mengekori wanita itu sebelum kehilangan jejak setelah mengambil kontrak kerja yang sudah ditandatanganinya.
"Kau bisa menempati kamar ini. Silakan pelajari tentang tugas-tugasmu, beserta isi kontrak yang tadi kau tanda tangani dan tanyakan padaku yang tidak kau pahami besok pagi. Pastikan kalau jam 5 pagi kau sudah ada di ruangan tadi untuk bertemu denganku. Jangan terlambat!"
Lagi-lagi Minyoung tidak memberikan Sehun kesempatan untuk merespons karena langsung pergi ketika dirasa tugasnya sudah selesai.
Sehun menjilat bibirnya sekali lagi, sebelum membuka pintu. Lagi-lagi dia harus terperangah saat melihat kamar yang akan ditempatinya malam ini.
Laki-laki itu diberikan kamar dengan jendela di sisi timur dan barat, di mana secara otomatis dia akan mendapatkan pemandangan matahari terbit dan terbenam setiap harinya. Interior kamarnya pun didesain sangat baik dengan jendela bulat yang bisa dijadikan tempat bersantai kala lelah.
Jelas kamar yang Sehun tempati 100x lebih baik dari rumahnya secara keseluruhan.
"Wow~ Dia benar-benar berhati malaikat." Sehun bergumam setengah kosong dan mengagumi sosok yang tidak ada di depannya saat ini. "Andai saja Tuhan menggariskan takdir kami untuk bersama."
Kepala Sehun tertunduk lemas dengan embusan napas pelan. Laki-laki itu harus mengubur mimpinya dalam-dalam. Dia perlu melakukan 100.000 kebaikan di kehidupan kali ini untuk bisa mendapatkan wanita seperti Lalisa di kehidupan selanjutnya.
"Syukuri saja dengan apa yang kau dapatkan malam ini, Sehun," katanya mengingatkan diri sekali lagi. "Tiga puluh juta itu sudah cukup untuk menyelamatkan wajahmu."
Sehun menutup pintu kamarnya dengan kaki, lalu melemparkan berkas-berkas yang harus dipelajarinya ke kasur. Laki-laki itu perlu meregangkan otot-ototnya yang tegang karena berlari seperti orang gila.
"Wah~ Jadi, begini rasanya berendam di bak mandi dengan sebotol wine dan musik klasik?" Sehun tersenyum dengan mata yang tertutup, menikmati kegiatan yang dilakukannya saat ini.
Siapa yang menyangka kalau kamar mandi di kamar Sehun dilengkapi dengan Jacuzzi, pemutar piringan hitam, dan beberapa botol minuman di dalam lemari.
Sehun pikir, apa yang dia nikmati saat ini sepadan dengan yang rasa lelahnya setelah berlari dan membuang banyak sekali tenaganya hanya untuk melarikan diri.
Laki-laki itu hanya tidak tahu saja kalau besok semuanya akan berubah menjadi mimpi buruk.
***
Ketukan di pintu yang terdengar begitu brutal membuat Sehun terbangun dari tidur lelapnya. Siapa kiranya yang mengganggu tidur nyenyak Sehun di atas kasur berharga puluhan juta won yang sangat nyaman ini?
"Sehun, bangun!" Itu suara Minyoung. Dia mengetuk dengan brutal tanpa sedikit pun takut tangannya terluka. "Kau sudah terlambat 2 menit! Temui aku dalam 10 menit di ruangan Mrs. Lee atau aku membuangmu di jalanan pada hari pertamamu bekerja!"
Tendangan di pintu kamar membuat Sehun terlonjak dengan kedua mata yang terbuka lebar. Laki-laki itu hampir tidak berkedip karena takut akan teriakan Minyoung. Dia melirik jam digital di nakas dan mendapati kalau ini sudah pukul 05.03.
Pantas saja Minyoung datang dan mengamuk. Rupanya, Sehun sudah terlambat.
Sebelum diteriaki lagi atau lebih parahnya pintu kamar yang dia tempati dihancurkan, Sehun segera melompat turun dari tempat tidur. Kemudian, mandi secepat yang dia bisa untuk segera menyusul Minyoung.
Sialnya, Sehun yang tidak memperhatikan jalan mana yang dilewatinya semalam saat menuju paviliun Barat membuat laki-laki itu kebingungan ketika ingin pergi ke ruangan Lalisa. Dia hampir berlari ke sana dan ke sini untuk mencari jalan yang tepat.
Untungnya, ada pelayan yang bersedia untuk mengantarkannya ke ruangan Lalisa.
Ketika memasuki ruangan itu, Minyoung sudah menunggu Sehun dengan wajah datar yang menunjukkan ketidaksenangannya atas keterlambatan laki-laki itu.
Minyoung mematikan stopwatch di tangannya, lalu memeriksa berapa lama Sehun terlambat pagi ini. "Bagus, 17 menit 35 detik!" katanya memberitahu. "Ini benar-benar kesan pertama yang buruk, di hari pertamamu!"
"Maaf," kata Sehun dengan kepala tertunduk. "Aku lupa mengatur alarm semalam."
Minyoung mengembuskan napas kasar dan mencoba untuk sabar menghadapi Sehun. "Ini akan jadi pertama dan terakhir kalinya kau terlambat, Sehun."
"Ya, aku akan mengingatnya," kata Sehun menyanggupi. Kepalanya masih tertunduk dengan rasa gugup karena Minyoung bersikap sangat tegas padanya. Berbeda sekali dengan Lalisa yang terkesan lembut padanya.
"Tapi ada apa dengan pakaianmu, Sehun? Bukankah di kontrak tertulis jelas seperti apa kau harus berpakaian saat bekerja?" Padahal Minyoung baru saja menurunkan kemarahannya atas ketidakdisiplinan Sehun, tapi kembali dibuat naik pitam saat menyadari pakaian laki-laki di depannya yang sama sekali tidak sesuai dengan apa yang tertulis di kontrak. "Apa kau tidak membacanya?"
"Aku membacanya, tapi aku tidak memiliki pakaian formal saat ini. Karena aku datang tanpa membawa apa pun semalam." Sehun menggigit bibirnya menahan takut. Wanita di depannya ini sungguh menyeramkan ketika sudah meninggikan suaranya.
Minyoung mengembuskan napas kasar dengan mata tertutup. Sebelah tangannya memegang leher belakang yang tampaknya sedang tegang karena tingkah Sehun pagi ini.
"Sebenarnya, di mana Mrs. Lee menemukanmu? Apa dia memungutmu di jalanan?" Minyoung tidak bermaksud untuk kasar, tapi Sehun benar-benar membuatnya kesal pagi ini.
Sehun memberanikan diri untuk menatap Minyoung dan tersenyum kering. "Kurang lebih seperti itu."
Minyoung menyerah! Dia menjatuhkan tubuhnya ke sofa karena lelah menghadapi Sehun. Padahal dia belum mengajarkan apa pun, tapi rasa lelahnya sudah dia rasakan bahkan ketika hanya melihat Sehun berdiri di depannya dan tampak sangat bodoh.
Sehun menunduk lagi, membiarkan Minyoung menenangkan dirinya dan membiarkan wanita itu melakukan panggilan telepon.
"Bawakan setelan formal untuk asisten baru Mrs. Lee. Aku tunggu di ruangannya," kata Minyoung berbicara pada seseorang melalui sambungan telepon. Kemudian, berbicara pada Sehun. "Duduklah. Ada beberapa hal yang harus kita bahas."
Sehun mengambil duduk, masih dengan rasa gugupnya. Laki-laki itu sebisa mungkin mencerna setiap detail penjelasan yang diberikan padanya dan memastikan kalau dia tidak akan membuat kekesalan Minyoung bertambah pagi ini.
Selaku sekretaris yang diberikan amanah mengajari Sehun untuk menjadi seorang asisten profesional, sudah seharusnya Minyoung menjelaskan sekali lagi tugas-tugas, serta peraturan apa saja yang harus Sehun pahami selama dirinya bekerja sebagai asisten dari Lalisa.
Jujur saja, Sehun dibuat pusing tujuh keliling karena apa yang Minyoung jelaskan sangat banyak, dengan segala macam aturan ketat yang membuatnya meringis.
"Kau sudah membacanya dan aku sudah menjelaskannya padamu. Jadi, tidak ada alasan untuk membuat kesalahan selain keterlambatanmu hari ini. Kau paham?" Minyoung mengingatkan dengan nada tegas. Jelas wanita itu menjunjung tinggi kedisiplinan.
Sehun mengangguk kuat dan berusaha untuk terlihat sangat serius. Dia harus meyakinkan Minyoung kalau penjelasannya tadi tidaklah sia-sia.
"Berikan ponselmu," pinta Minyoung dengan tangan terulur.
Sehun tampak ragu, tapi tatapan Minyoung membuatnya tidak bisa membantah dan segera memberikan ponselnya.
"Kau memiliki keluarga?" tanya Minyoung saat ponsel Sehun sudah berpindah tangan padanya.
"Kedua orang tuaku sudah meninggal dan aku anak tunggal," jawab Sehun apa adanya.
"Kekasih?"
Sehun menggeleng pelan dengan bibir terkunci rapat.
"Bagus!" seru Minyoung. Wanita itu menukar ponsel Sehun dengan ponsel yang baru untuk diberikan pada laki-laki itu. "Saat bekerja, kau hanya boleh menggunakan ponsel ini dan ponselmu akan dikembalikan saat jam kerjamu sudah selesai."
"Ponsel ini juga disambungkan dengan alat ini." Minyoung segera menambahkan dan memperlihatkan sebuah benda berbentuk bola, yang tampak seperti mainan anak-anak. "Setiap kali tombolnya ditekan, pemberitahuannya akan masuk ke ponselmu dan itu adalah tanda kalau Mrs. Lee memanggilmu kalau kalian sedang tidak bersama."
Ketika Minyoung menekan tombol yang ada di bola itu, ponsel baru Sehun langsung mendapatkan pemberitahuan yang mirip seperti alarm. Sekarang, laki-laki itu diberikan ponsel khusus untuk bekerja.
"Pastikan kalau alarmnya tidak berbunyi lebih dari 3x. Karena kalau sampai berbunyi untuk kali keempat, maka ponsel itu akan meledak."
Sehun hampir melempar ponselnya saat mendengar penuturan Minyoung yang jauh dari kata bercanda. "Sungguh ponsel ini akan meledak kalau alarmnya sampai berbunyi 4x?"
"Kau ingin mencobanya?" tantang Minyoung.
"Tidak!"
Jelas Sehun tidak ingin mencobanya. Untuk apa dia mencoba sesuatu yang hanya akan meledakkan dirinya?
"Kalau begitu, ganti pakaianmu dan selamat bekerja." Minyoung berdiri dari duduknya. Kemudian, meninggalkan Sehun tanpa senyum sedikit pun.
Entah kenapa, tapi Sehun mengembuskan napas lega seolah-olah dia bersyukur atas kepergian Minyoung saat ini. Laki-laki itu merasa diintimidasi dan memerlukan ruang untuk sendiri selama beberapa saat.
"Belum mulai bekerja saja rasanya sudah sangat tertekan." Sehun bergumam, hampir terdengar putus asa. Namun, nominal gaji yang diberikan padanya membuat laki-laki itu menggenggam kembali kesadarannya dan segera mengganti pakaian.
Di jadwal tertulis kalau Sehun harus membangunkan Lalisa pada pukul 06.00 setiap hari Senin sampai Sabtu. Melirik arlojinya, laki-laki itu memiliki waktu sekitar 5 menit sebelum membangunkan Lalisa.
Sehun tahu kalau suami wanita itu sedang tidak ada. Namun, dia tetap saja memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri sebelum memasuki kamar wanita yang sudah bersuami.
Laki-laki yang sebelumnya bekerja sebagai bartender itu ingin mengagumi kemegahan kamar utama Lalisa, tapi kalau dia melakukannya, 10 menit pun pasti tidak akan cukup dan Sehun akan terlambat lagi melakukannya pekerjaannya. Jadi, Sehun memilih untuk tidak melakukannya.
Satu menit yang tersisa Sehun gunakan untuk membuka gorden. Matahari memang belum terbit sepenuhnya, tapi suasana pagi yang cerah sudah bisa dirasakan, bahkan ketika hanya melihatnya dari balik jendela.
Tepat pukul 06.00, Sehun membangunkan Lalisa dan mematikan alarm wanita itu sebelum berbunyi makin nyaring.
"Mrs. Lee, bangun. Ini sudah jam 6 pagi." Sehun membangunkan dengan suara lembut yang penuh kesopanan. "Mrs. Lee."
Lalisa bergeming. Wanita itu masih dalam dekapan mimpi dengan penutup matanya. Dia tidur dengan sangat tenang dan posisi yang sangat elegan, layaknya seorang putri tidur.
"Mrs. Lee." Sehun membangunkan sekali lagi. Kali ini, dengan menarik sedikit selimut Lalisa untuk sekadar memberikan gangguan kecil.
Sayangnya, Lalisa enggan bangun pagi ini, hingga dia mengabaikan Sehun yang sedang berusaha untuk membangunkannya.
Sementara Sehun memikirkan cara apa yang harus dia gunakan untuk membangunkan Lalisa tanpa terkesan melecehkan wanita itu dengan menyentuhnya.
"Mrs. Lee, bangun." Sehun berbisik di telinga Lalisa ketika tarikan kecilnya tidak berhasil membangunkan wanita itu. "Kau ada pertemuan pagi ini. Jika tidak segera bangun, kau pasti akan terlambat."
Ajaibnya, Lalisa segera menyingkirkan penutup matanya dan mendapati Sehun yang masih sangat dekat dengannya. Laki-laki itu sedikit menunduk agar bisa lebih dekat dengan Lalisa yang sedang berbaring.
"Waktunya untuk bangun, Ma'am." Sehun mengulas senyum dan menegakkan tubuhnya. "Kau ada pertemuan dengan teman-temanmu 2 jam lagi."
Lalisa melirik ke arah jendela, di mana gordennya sudah dibuka lebar. Kemudian, melirik lagi ke arah jam digitalnya di nakas. Rupanya, Sehun hanya memerlukan waktu 2 menit untuk membangunkan Lalisa. Lima kali lebih cepat dari asisten-asisten Lalisa sebelumnya.
"Kau tampak tampan dengan pakaian itu." Lalisa memulai harinya dengan memberikan pujian untuk Sehun.
Sebenarnya, Sehun tidak memakai pakaian yang bagus seperti pakaian Soo-hyuk semalam. Laki-laki itu hanya menggunakan setelan jas hitam, dengan kemeja putih dan dasi. Penampilan yang sama persis seperti sopir Lalisa yang Sehun lihat semalam.
Namun, pujian barusan jelas sangat berarti untuk Sehun, hingga dia mengembangkan senyum dan mengucapkan rasa terima kasihnya.
Ketika Lalisa melangkah menuju kamar mandi, Sehun segera melanjutkan pekerjaannya, yaitu menyiapkan pakaian. Lagi-lagi dia harus bergumam dengan penuh kekaguman saat melihat ruang pakaian Lalisa.
Kalau saja Sehun tidak tahu diri, dia pasti sudah mengambil beberapa arloji milik Lalisa yang dibanderol ratusan juta itu untuk membantunya melunasi utang. Untungnya, Sehun masih memiliki rasa malu untuk tidak melakukan hal tercela seperti itu setelah diselamatkan semalam.
Sehun menyiapkan pakaian Lalisa sesuai dengan seleranya saja. Bukan salahnya kalau nanti Lalisa tidak suka karena Sehun sendiri tidak benar-benar yakin dengan pilihannya. Kemudian, lanjut untuk membuat kopi selagi Lalisa mandi.
Setidaknya, Sehun harus menunggu Lalisa selama 45 menit untuk wanita itu selesai dengan urusannya pagi ini. Dia mendapati wanita itu keluar dengan jubah mandinya.
Lalisa tersenyum ketika pakaiannya telah disiapkan, begitu juga dengan secangkir kopi yang sudah ada di meja. Wanita itu menyesap kopinya, menikmati rasa manisnya, lalu mengambil duduk sementara Sehun menunggu komentarnya.
"Kau membawa buku catatanmu?"
Sehun mengangguk kuat dan mengeluarkan buku catatan yang tadi diberikan Minyoung, bersamaan dengan setelan kerjanya.
"Kalau begitu, catat apa yang akan aku katakan."
Sehun menyanggupi dan segera mengambil penanya dari saku. Siap untuk mencatat apa pun yang akan Lalisa katakan.
"Aku tidak memakai pakaian warna hitam selain hari Jumat. Tidak juga memakai heels di hari Senin. Jangan buka gordenku sebelum aku bangun. Dan pastikan untuk menyajikan kopiku 5 menit sebelum aku selesai mandi."
Sehun mencacat semua yang Lalisa katakan tanpa sadar kalau semua itu adalah kesalahan-kesalahan yang dilakukannya pagi ini.
Ketika membacanya ulang, Sehun mengedip dengan setengah bingung. Sampai akhirnya sadar kalau kinerjanya baru saja dikritik. Alhasil, laki-laki itu harus menunduk malu sebelum menghadapi Lalisa.
"Maaf, Ma'am, aku akan mengingatnya mulai besok dan seterusnya." Sehun mengangkat wajahnya dan berusaha untuk tersenyum sopan.
Lalisa membalas dengan senyum pula. "Tapi aku suka kopi buatanmu. Kau memang pandai meracik minuman."
"Terima kasih, Ma'am." Sehun membalas dengan pipi yang merona menahan malu.
Hei, ternyata Lalisa tidak segalak Minyoung. Buktinya saja empat kesalahan Sehun pagi ini tidak dikritik secara pedas dan hanya beritahu di mana kesalahannya. Tanpa ada nada tajam atau tatapan sengit. Bahkan mendapatkan pujian 2x.
Sehun pikir, dia mulai menyukai wanita di depannya ini.
***
Jangan ditanya ya kapan bakalan update lagi. nggak usah ditungguin aja. ntar juga tiba-tiba muncul dari antah berantah membawa chapter nan abusrd seperti biasanya.
dadah~
25 Mei 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro