Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mrs. Lee & Mr. "Poor" Lee [1]

Jadi, sudah diriku putuskan untuk menjadikan lapak ini sebagai kumpulan short story—lainnya—yang modelannya kayak Lecturer Carlisle. Singkat, padat, dan agak gantung endingnya 🤣🤣🤣🤣

Semoga aku bisa konsisten kali ini karena kebanyakan dari kalian tau kalau aku ini suka ghosting. Tiba-tiba ilang, tiba-tiba muncul dari antah berantah.

Happy reading~

***

Laki-laki itu bukan pelari profesional, tapi dalam beberapa tahun terakhir ini dia dipaksa untuk mengasah kecepatan berlarinya. Bahkan saat tengah malam sekalipun.

Jalan-jalan sempit menjadi tempat terbaiknya untuk melarikan diri dari kejaran orang-orang di belakangnya. Barang-barang yang ada di sekitarnya laki-laki itu tarik agar jatuh dan menghambat orang-orang yang mengejarnya. Dia bahkan tidak ragu untuk menjatuhkan tumpukan kotak yang sudah disusun rapi.

Kakinya berlari ke mana saja, termasuk ke pekarangan rumah orang dan melompati pagar. Laki-laki itu tidak peduli dengan apa pun. Tujuannya saat ini hanyalah melarikan diri agar tidak tertangkap dan mati karena dipukuli.

"Sehun, bayar utangmu, Berengsek!" Seseorang di belakang sana berteriak, mengejar laki-laki dengan jaket denim itu dengan napas terengah. "Jangan lari kau, Sialan."

"Aish, sial! Kenapa bajingan-bajingan itu masih tidak lelah mengejarku." Sehun—nama laki-laki yang tengah berlari itu—sudah tampak kelelahan dan ingin mati karena telah berlari tanpa henti sejak 30 menit yang lalu. Sejak dia melarikan diri dari tempat kerjanya.

Tidak, tidak! Sehun tidak boleh sampai lengah dan tertangkap. Dia benar-benar akan mati kalau tertangkap kali ini dan Sehun jelas tidak ingin mati di usianya yang baru menginjak 27 tahun.

Setidaknya, Sehun ingin hidup sampai 80 tahun lagi dengan kekayaan melimpah dan ditemani 3 istri yang memiliki kecantikan setara dengan Miss World.

Kejaran kaki di belakang Sehun masih mengikuti ketika laki-laki itu sudah hampir kehabisan tenaga dan tidak memiliki tempat untuk bersembunyi.

Sialnya, laki-laki itu sudah berada di jalan besar. Hanya ada kendaraan saat ini, tanpa ada tempat persembunyian yang berarti.

Orang-orang yang tadinya mengejar Sehun tidak terlihat, tapi suara sekelompok orang yang memakinya masih terdengar samar dari kejauhan.

Sehun yang sudah kehabisan akal memutuskan untuk melakukan hal yang gila saja sekalian. Melihat mobil Limousine yang berhenti di pinggir jalan, langsung saja dia menerobos masuk tanpa lebih dulu meminta izin.

Dia akan memohon ampun, bahkan bersujud kalau sang pemilik mobil mengizinkannya untuk bersembunyi sementara ini.

Seseorang yang berada di dalam mobil tentu terkejut ketika pintu mobilnya terbuka dan melemparkan sosok Sehun ke dalamnya. Sosok yang menumpanginya adalah wanita, seorang diri. Dengan gaun pestanya yang tampak sangat heboh.

Sehun ingin memuji betapa cantiknya wanita itu, tapi dia tidak memiliki banyak waktu saat ini. Laki-laki itu sungguh bersujud seperti yang dikatakannya sebelumnya.

"Maaf, maaf, maaf. Aku tahu aku lancang karena masuk tanpa izin. Tapi aku perlu tempat benar-benar tempat persembunyian. Orang-orang aneh itu sedang mengejarku dan membunuhku. Aku tidak tahu apa salahku. Tapi orang-orang itu terus mengejarku dan mengancam membunuhku. Aku ... aku perlu benar-benar tempat perlu persembunyian."

Sehun yang panik dan kelelahan mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman ini sebelum dia mendapatkan masalah yang lebih besar lagi.

Namun, laki-laki itu kesulitan untuk menyusun kalimatnya karena terlalu panik. Hingga beberapa katanya terdengar sangat berantakan. Belum lagi dia mengatakannya dengan sangat terburu-buru, membuat wanita di depannya tidak terlalu mengerti.

"Aku ... tolong biarkan aku bersembunyi di sini." Sehun memohon dengan kelelahan saat wanita di depannya tidak memberikan respons apa pun.

"Hei." Bahu Sehun yang bergetar lelah disentuh lembut. "Kau baik-baik saja," tanyanya ketika Sehun mendongak ke arahnya.

"Aku akan baik-baik saja kalau kau tidak menendangku keluar sekarang." Napas Sehun masih terengah. Matanya pun tampak dipenuhi dengan ketakutan liar.

Wanita dengan dress hitam panjang yang menyapu lantai itu tersenyum dan membantu Sehun untuk duduk di kursi. "Kau boleh bersembunyi di sini."

Sehun bernapas lega ketika dia mendapatkan izin. Setidaknya, dia masih akan hidup sampai besok pagi. Laki-laki itu hanya perlu mencari tempat pelarian untuk menyelamatkan hidupnya setelah ini.

"Terima kasih. Terima kasih," kata Sehun dengan penuh kesungguhan sambil membungkuk hormat. Kemudian mengelap keringatnya dengan lengan jaket dan mengusap kasar wajahnya tampak sangat lusuh saat ini.

Wanita itu memperhatikan ke luar jendela. Dia melihat ada beberapa laki-laki yang tampak garang seperti preman kelihatan sedang mencari. Ekspresi mereka semua tampak kesal.

"Apa aku—"

Wanita itu meletakkan jari telunjuknya di bibir Sehun yang baru akan bersuara. Jari telunjuknya yang lain menunjuk ke luar jendela. Sehun spontan mengikuti dan langsung menundukkan kepalanya saat melihat kalau orang-orang yang mengejarnya saat ini berada tepat di sampingnya.

"Jalan," kata wanita itu. Dia berbicara dengan sopirnya yang berada di balik kemudi melalui sambungan telepon.

Mobil dengan desain interior yang mewah itu segera melaju ketika mendapatkan perintah.

Tubuh Sehun seakan mencair setelah melewati aksi kejar-kejaran tadi dan menyadari kalau dia sepenuhnya sudah aman saat ini berkat bantuan wanita cantik itu.

Eh, wanita cantik?

Sehun mengumpulkan kembali kesadarannya saat menyadari kalau dia baru saja melompat ke dalam Limousine yang entah milik siapa. Kalau diliat dari interiornya yang mewah, wanita itu pasti dari kalangan kaya raya.

"Maaf, aku ..." Sehun terlihat linglung sesaat. Laki-laki itu antara kagum dengan interior yang dilihatnya dan terpaku dengan kecantikan wanita yang sudah dengan senang hati menolongnya. "Aku minta maaf."

Wanita itu tersenyum dengan lembut, kemudian mengambilkan segelas air untuk Sehun.

"Terima kasih lagi." Sehun menerima gelas airnya dengan penuh rasa syukur dan langsung menghabiskannya dalam beberapa tegukan. Laki-laki itu kemudian mengelap mulutnya dan menatap wanita di depannya dengan pipi merah menahan malu.

"Mau minum lagi?"

"T-tidak. Sudah cukup." Sialnya, Sehun menjawab dengan gugup saat ini. Dia sudah tidak berlari, tapi terlihat masih berkeringat.

Sehun menunduk malu. Laki-laki itu bersyukur karena diizinkan untuk bersembunyi, tapi kenapa harus wanita cantik bak titisan Dewi Yunani yang harus menolongnya?!

Sial! Mau ditaruh di mana wajah Sehun sekarang? Dia benar-benar malu sampai ke tulang rusuk!

"Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang." Wanita itu bertanya setelah menuangkan vodka-nya ke dalam gelas.

Sehun jelas tidak bisa pulang ke rumah saat ini. Karena dia yakin kalau orang-orang yang mengejarnya tadi akan menjaga rumahnya sampai dia menunjukkan diri.

"Uhm, aku ikut kau saja," kata Sehun dengan senyum kaku. "Kau bisa menurunkanku saat kau sudah dekat dengan tujuanmu."

Wanita itu mengangguk, lalu menyilangkan kakinya. "Jadi, apa yang terjadi padamu? Kenapa mereka mengejarmu?"

Sudut bibir Sehun berkedut. Matanya pun tampak bergetar saat dilemparkan pertanyaan barusan. "Aku memiliki utang dan mereka berniat membunuhku karena aku tidak bisa melunasinya."

Sehun memutuskan untuk tidak menyembunyikan kebenarannya. Karena dia pikir, berbohong pun tidak ada gunanya ketika wanita di depannya ini sudah melihat betapa menyedihkannya dia saat ini.

"Kau tidak memiliki pekerjaan?"

"Setengah jam yang lalu aku masih bekerja sebagai bartender, tapi sepertinya aku sudah dipecat sekarang." Sehun tertawa kering untuk mengasihani nasibnya saat ini.

Dia menunduk dengan setumpuk masalah di dalam kepalanya. Laki-laki itu bingung harus membayar utang-utangnya dengan apa kalau dia tidak memiliki pekerjaan.

"Ngomong-ngomong, siapa namamu?" Wanita itu bertanya ingin tahu. Kepalanya ikut tertunduk seakan-akan ingin melihat wajah Sehun yang tersembunyi.

"Sehun. Lee Sehun."

"Lalisa Lee." Wanita itu mengulurkan tangannya pada Sehun lebih dulu dan tersenyum lembut. Dia hampir tertawa saat mengetahui kalau mereka memiliki nama yang sama.

Sehun pun sama, tapi tidak mengatakan apa-apa, tidak juga menjabat tangan wanita itu. Alih-alih menjabat tangan Lalisa, Sehun malah memandangi telapak tangannya. Seingatnya tadi, dia memegang berbagai macam benda di jalanan, membuat tangannya kotor dan dipenuhi dengan banyak bakteri saat ini.

"Maaf, tapi tanganku kotor," kata Sehun dengan penuh sesal. Laki-laki itu bukannya ingin kurang ajar, tapi dia hanya tidak ingin mengotori tangan wanita yang telah menolongnya.

Lalisa menarik tangannya yang tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari Sehun, tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.

"Tapi kalau aku boleh tahu, apa kau seorang selebritis? Kau tampak tidak asing untukku." Sehun bertanya skeptis. Setelah melihatnya dari dekat, dia yakin pernah lebih dari sekali melihat wajah Lalisa di sebuah layar LED raksasa.

Lalisa tersenyum kecil. "Mungkin kau melihatku saat sedang melakukan campaign untuk sebuah brand."

"Ah, begitu ..." Sehun mengangguk, hanya berpura-pura paham. Laki-laki itu kemudian menunduk lagi, masih merasa malu karena wanita yang menolongnya adalah wanita yang sangat cantik.

Kenapa tidak wanita paruh baya saja yang menolongnya agar Sehun tidak sampai kehilangan wajahnya seperti ini?!

"Tadi kau bilang, kau seorang bartender, kan?" Lalisa membuka pembicaraan lagi saat Sehun menutup pembicaraan dengan canggung.

Sehun mengangkat kepalanya dan mengangguk sebagai jawaban.

"Apa aku bisa membuatkan minuman untukku? Aku sudah bosan dengan Smirnoff yang satu ini." Lalisa mengangkat gelas vodka-nya yang masih terisi.

"Ya, tentu saja." Sehun menanggapi permintaan itu dengan senang hati. Tentu dia tidak akan keberatan untuk meracikan Lalisa minuman saat ini. Anggap saja itu adalah ucapan terima kasihnya malam ini.

Sehun memeriksa bahan-bahan yang ada di mini bar untuk mencari tahu minuman racikan seperti apa yang bisa dihidangkan untuk wanita cantik itu. Setelah dia lebih dulu mengelap tangannya yang kotor dengan tisu basah.

Selesai memeriksa bahan-bahannya, Sehun pikir dia tahu harus membuat apa. Laki-laki itu segera mengambil bahan-bahan yang dia butuhkan dan dimasukkan ke cocktail shaker.

Saat Sehun memasukkan bahan-bahan untuk meracik minumannya, Lalisa memperhatikan dengan sangat lekat. Sedikit banyak, dia tahu dengan bahan-bahan yang menjadi campuran untuk minuman yang akan diracik untuknya.

"Dirty Martini?" Lalisa bertanya skeptis. Dia yakin dengan bahan-bahannya, tapi tidak yakin kenapa bahan-bahannya dimasukkan ke cocktail shaker. Alih-alih dicampurkan di dalam gelas seperti yang dia tahu selama ini.

Sehun menoleh pada Lalisa dengan kedipan jail. "Yups~ Tapi kita akan mengocoknya, alih-alih diaduk seperti biasa."

Lalisa mengangguk dengan mata yang tampak menunjukkan ketertarikan lebih pada aksi Sehun saat ini. "Oh, okay~"

Setelah mencampurkan vodka, vermouth, dan air garam zaitun sesuai takaran ke dalam cocktail shaker dan tidak lupa untuk menambahkan es batu, Sehun kemudian mengocoknya. Laki-laki itu memamerkan aksi mengocok botol itu dengan penuh kesombongan. Dia berani bertaruh kalau Lalisa tidak pernah melihat seorang bartender beraksi secara langsung. Maka dari itu, dia ingin memberikan kenangan untuk Lalisa sebelum mereka berpisah nanti.

Kalau saja tidak ada atap di atas kepalanya saat ini, Sehun pasti akan melemparkan botolnya ke udara dan memberikan aksi yang lebih keren lagi. Sayangnya, Sehun harus puas dengan menghantamkan pantat botol itu sikunya.

Setelah merasa cukup dengan aksi pamernya, Sehun menyaringnya ke dalam gelas. Kemudian, menambahkan tusukan buah zaitun dan mempersembahkannya pada Lalisa.

"Dirty Martini for ..." Sehun menggantungkan kata selanjutnya karena dia masih memikirkan kata apa yang sebaiknya dia berikan padanya.

"Dirty Woman?" Lalisa melanjutkan dengan nada bercanda.

"No!" Sehun membantah dengan gelengan tegas dan berhasil menemukan kata yang pas untuk wanita di depannya. "For the most attractive woman ever helped me."

Lalisa tertawa sebelum mengambil gelasnya. Wanita itu mencicipi minuman yang Sehun racik untuknya malam ini dan merasakan perbedaan besar dari Dirty Martini yang biasanya diaduk.

"Sayang, tidak ada vermouth kering di sini. Rasanya akan lebih nikmat dari yang kau rasakan saat ini jika dicampur dengan vermouth kering," kata Sehun saat Lalisa sibuk mencecap rasa yang tersisa di dalam mulutnya. Dia agak sedikit kecewa karena hanya bisa memberikan minuman racikan yang biasa.

"Aku memiliki banyak vermouth kering di rumah," sahut Lalisa menanggapi. Ujung lidahnya menjilat bibir yang masih menyisakan rasa manis dan pahit yang menyegarkan.

"Ya?" Sehun membeo. Wajahnya dipenuhi dengan keterkejutan yang kaku dan sudut mata yang bergetar kecil.

Lalisa mengangguk dalam gumam. "Ya, aku memiliki bar khusus di rumahku dan aku yakin apa pun yang kau butuhkan untuk membuat minuman racikan, aku pasti memilikinya. Kalau pun tidak, aku bisa mencarikannya untukmu."

Tunggu sebentar! Apa yang baru saja terjadi? Ke mana arah pembicaraan saat ini? Kenapa Lalisa tiba-tiba membahas tentang rumahnya? Apa wanita itu baru saja mengajak Sehun ke rumahnya? Tidak mungkin!

Sehun mengedip bingung. Selama menjadi bartender, dia kerap kali mendapatkan godaan nakal dari para pengunjung wanita. Namun, yang barusan ini, bisakah Sehun mengatakan kalau Lalisa baru saja menggodanya dengan mengajaknya untuk mampir ke rumah wanita itu?

"K-ke rumahmu?"

Lalisa mengangguk, sebelum menenggak habis minumannya. "Apa kau keberatan untuk mampir dan membuatkanku Dirty Martini lagi dengan tambahan vermouth kering?"

Pipi Sehun tiba-tiba merona. Biasanya dialah yang bersikap nakal pada pelanggan wanitanya, tapi kenapa malam ini rasanya seperti terbalik?

"Aku akan membayarmu," kata Lalisa menambahkan saat Sehun bingung harus meresponsnya.

Bibir Sehun sudah gatal ini berbicara, tapi bingung bagaimana harus mengatakannya. Laki-laki itu tidak berpikir kalau datang mengunjungi rumah Lalisa adalah keputusan yang tepat.

"Tidak. Aku ... uhm, maksudku begini ...." Sialnya, Sehun gugup dan lagi-lagi membuat susunan kalimatnya berantakan. Dia harus menekan gugupnya lebih dulu sebelum memberikan jawaban. "Jika kau memaksa, aku akan ikut denganmu."

Lalisa tersenyum dengan begitu lembut. Wajahnya yang disinari cahaya kekuningan tampak begitu cantik di mata Sehun. Belum lagi bibir yang baru saja dibasahi tampak sangat menggoda. Namun, Sehun buru-buru mengalihkan pandangan sebelum pikirannya semakin kacau.

Dia harus tahu diri! Dia sudah ditolong dan diselamatkan dari kejaran para lintah darat itu. Jadi, sudah seharusnya kalau dia bersikap sopan saat ini.

"Boleh aku minta segelas lagi?" Lalisa mengulurkan gelas kosongnya pada Sehun untuk diisi ulang.

Sehun menoleh dengan wajah setengah gugup. "Y-ya, tentu."

Gelas yang kosong Sehun isi lagi. Saat dia akan memberikannya pada Lalisa, tiba-tiba saja mobil berhenti secara mendadak. Alhasil, Sehun yang tidak dalam keseimbangan tubuh yang baik secara tidak sengaja menumpahkan minuman racikannya. Tidak tanggung-tanggung, Sehun menumpahkannya tepat ke dada Lisa.

"Ma'am, maaf. Tadi ada kucing liar yang melompat," kata sopir Lalisa yang suaranya terhubung ke speaker khusus.

"Ya, tidak apa-apa, Sung-woo." Lalisa membalas permintaan sopirnya, tapi pandangannya sepenuhnya dia tumpahkan pada dadanya yang saat ini dialiri oleh campuran vodka dan vermouth.

"Maaf, maaf, aku tidak sengaja." Sehun panik. Tangannya berusaha untuk membersihkan air yang mengotori gaun Lalisa. Yang tanpa sengaja menekan dada wanita itu.

Jadi, kesannya, Sehun sedang menggoda wanita itu dengan usapan-usapan nakal. Padahal maksudnya tidak seperti itu sama sekali!

"Maaf." Sehun mengangkat kedua tangannya ke udara dan beringsut mundur sebelum ditendang. "Demi Tuhan, aku tidak bermaksud untuk menyentuhmu. Aku hanya ingin membantu membersihkan gaunmu. Tidak lebih. Sungguh!"

Dia tidak masalah kalau setelah ini dirinya akan ditendang keluar, tapi laki-laki itu bertekad untuk menjelaskan kesalahpahaman ini lebih dulu.

Selama dadanya mendapatkan tekanan dari tangan Sehun—yang tidak dimaksudkan seperti itu—Lalisa tidak memberikan reaksi apa pun. Dia tidak menolak, juga tidak mengizinkan.

"Tidak apa-apa. Aku mengerti maksudmu hanya untuk membantu," kata Lalisa menenangkan kepanikan Sehun. "Tapi kalau tidak keberatan, apa kau boleh berbalik sebentar? Aku perlu mengganti gaunku."

"Y-ya, tentu." Sehun membalikkan tubuhnya secepat yang dia bisa dan menenangkan jantungnya yang berdetak tidak keruan.

Laki-laki itu tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Tapi saat ini, dia benar-benar sangat gugup karena kejadian sebelumnya. Sehun bukan gugup karena tidak pernah memegang dada wanita. Kegugupannya ada lebih karena sensasi aneh yang tiba-tiba menyengat kulitnya.

Untuk menekan kegugupannya, Sehun mencoba untuk melihat-lihat lebih jauh desain interior Limousine ini, tanpa memutar kepalanya melewati punggung. Namun, sialnya, kaca di yang ada di depan Sehun saat ini justru malah memantulkan sosok Lalisa yang tengah menanggalkan gaunnya dan hanya menyisakan pakaian dalam.

Mau tidak mau, Sehun harus menundukkan kepalanya dan menutupi mata dengan tangan agar tidak mencuri pandangan ke kaca di depannya lagi.

"Sepertinya, kita sudah sampai," kata Lalisa. Dia mengintip keluar jendela untuk memastikan dan tebakannya tidak salah.

Saat Lalisa mengatakan akan mengganti pakaiannya, sebenarnya dia tidak bermaksud seperti itu. Lalisa hanya melepaskan gaunnya dan menggantinya dengan jaket yang panjangnya hanya 5 cm di bawah pantat.

"Ayo, turun," ajak Lalisa mendahului Sehun. "Bawakan gaunku juga."

Sehun segera memungut gaun Lalisa yang tergeletak di lantai mobil, lalu menyusul wanita itu yang sudah keluar.

Mulut Sehun setengah terbuka kala melihat betapa megahnya rumah yang Lalisa maksud tadi. Menurutnya, bangunan megah dengan desain interior klasik ala eropa ini bukanlah rumah, tapi sebuah istana di tengah kota!

Lagi pula, orang kota mana yang akan menempatkan air terjun buatan di halaman depan rumahnya kalau bukan seseorang yang menyukai desain klasik ala istana kerajaan.

Lalisa sudah meninggalkan Sehun 10 langkah di belakangnya, tapi laki-laki itu masih terpaku memandang takjub. Dia jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya Lalisa Lee ini. Apakah wanita itu seorang chaebol?

"Hei." Lisa menegur Sehun ketika laki-laki itu masih sibuk mengagumi kemegahan yang tidak pernah dia lihat. Sementara wanita yang telah menolongnya tadi sudah berjalan menaiki tangga.

Sebelum ditegur untuk kedua kali, Sehun segera menyusul langkah Lalisa secepat yang dia bisa. Lagi-lagi dia harus terkagum ketika kedatangan Lalisa disambut oleh 12 pelayan wanita, dengan masing-masing sisi berjejer enam orang.

Jaket yang wanita itu pakai dilepaskan oleh salah satu pelayan yang ada di sisi kiri, lalu seorang pelayan di sisi kanan datang untuk memakaikannya jubah tidur berbahan sutra. Gaun yang ada di tangan Sehun juga sudah berpindah tangan saat seorang pelayan mengambilnya dengan penuh kesopanan.

Sehun masih belum selesai dengan kekagumannya saat ini, tapi dia sudah harus melangkah lagi untuk mengikuti Lalisa.

"Kau belum berangkat?" Lalisa bertanya pada sosok laki-laki yang berpapasan dengannya, yang tidak lain adalah suaminya, Lee Soo-hyuk. "Kupikir kau sudah pergi sejak tadi."

Pertanyaan Lalisa dibalas dengan kecupan ringan di bibirnya, disaksikan langsung oleh kedua mata Sehun.

"Aku harus menemui ayah lebih dulu. Jadi, aku menunda penerbanganku," kata Soo-hyuk apa adanya. Pandangannya tidak sengaja menangkap sosok Sehun yang berdiri tiga langkah di belakang istrinya, membuat laki-laki itu bertanya dalam kerutan alis. "Siapa dia?"

Lalisa menoleh dalam desahan pelan saat menyadari ada Sehun saat ini bersamanya. "Dia Sehun, asisten pribadiku yang baru."

Soo-hyuk tampak terkejut. Karena baik mata, maupun keningnya tampak menunjukkan kebingungan. "Lalu, bagaimana dengan Maria?"

Sehun pun tidak kalah bingungnya saat ini. Sejak kapan dia setuju untuk menjadi asisten pribadi Lalisa? Seingatnya tadi, dia diajak ke sini untuk meracik minuman, bukan untuk menjadi asisten pribadi. Apa tadi Sehun salah dengar?

"Aku sudah memecatnya. Dia sangat tidak kompeten. Kau tahu kalau aku selalu minum kopi dengan dua sendok gula dan satu sendok krimer, tapi Maria menambahkan dua setengah sendok gula." Ada nada kejengkelan yang sangat kental di dalam suara Lalisa.

Sesuatu yang belum pernah Sehun dengar sejak pertemuannya dan Lalisa sekitar setengah jam yang lalu.

"Dalam sebulan terakhir ini, kau sudah mengganti asistenmu sebanyak 7x," kata Soo-hyuk mengingatkan dengan senyum kecil, kalau-kalau wanitanya itu lupa.

"Itu semua karena mereka tidak kompeten!" Lalisa menyahut angkuh dengan kedua tangan yang terlipat di dada. "Kalau saja mereka semua bisa bekerja sebaik Jinjo, aku tidak akan memecat mereka."

"Jadi, kau pikir asisten barumu ini akan lebih baik dari tujuh asistenmu sebelumnya?" Soo-hyuk bertanya dengan nada menantang dan sedikit meremehkan. Terlebih saat dia melihat pakaian Sehun yang tampak sangat urakan.

Sehun menggunakan jaket denim dengan jins belel. Sepatu ketsnya pun tampak sangat lusuh. Meski wajah tampan laki-laki itu bisa menyelamatkan penampilannya saat ini, tetap saja, di mana Soo-hyuk, Sehun tidak mungkin lebih kompeten dari asisten-asisten Lalisa sebelumnya.

"Kita tidak akan tahu kalau tidak mencobanya."

"Tapi kau tidak pernah memiliki asisten pribadi laki-laki."

"Ya, karena itu aku ingin mencobanya." Lalisa menyahut dengan ceria. "Siapa tahu saja asisten laki-laki lebih baik dari asisten wanita."

Kalau Lalisa sudah bersikeras seperti ini, maka tidak ada yang bisa Soo-hyuk lakukan untuk melawan. Laki-laki itu hanya bisa mengalah untuk wanitanya.

"Kalau begitu, terserahmu saja. Aku pergi dulu. Bye." Soo-hyuk mencium Lalisa sekali lagi, sebelum benar-benar pergi.

"Hati-hati, Sayang."

Soo-hyuk hanya membalas lewat gumam dan berjalan keluar, diikuti sekretaris dan asisten pribadinya.

Langkah Lalisa kembali dilanjutkan, yang langsung diikuti Sehun tanpa laki-laki itu perlu diperintah lagi.

Lalisa membawa Sehun untuk masuk ke ruangan yang tidak lain adalah ruang pribadinya—bukan kamarnya dan Soo-hyuk tentu saja. Wanita itu kemudian memberikan map pada Sehun, lalu berjalan untuk melakukan panggilan telepon.

Saat Lalisa menunggu panggilan teleponnya diangkat sembari duduk di pinggir meja, Sehun membuka isi map yang diberikan padanya. Entah apa yang laki-laki itu baca, tapi alisnya tampak berkerut bingung dan menatap Lalisa untuk meminta penjelasan.

Ketika pandangan mata mereka bertemu, Lalisa mengangkat sebelah tangannya, bermaksud untuk meminta Sehun menunggunya selesai melakukan telepon.

"Hai, Maria, ini aku," kata Lalisa dengan senyum cerianya. "Aku hanya ingin memberitahumu kalau mulai besok kau tidak perlu datang ke sini untuk bekerja lagi. Singkatnya, aku baru saja memecatmu. Untuk urusan gajimu selama 5 hari ini, aku akan segera mengurusnya. Selamat malam, Maria."

Lalisa kemudian memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Tanpa membiarkan Maria meresponsnya dengan satu kata pun.

Lagi-lagi Sehun harus dibuat terperangah saat ini. Apa Sehun salah mendengar lagi? Bukankah tadi Lisa mengatakan kalau dia sudah memecat asistennya, Maria. Lalu, Maria mana lagi yang dipecatnya saat ini?

"Jadi, bagaimana? Kau setuju, kan?" tanya Lalisa seraya mengambil duduk di seberang Sehun, di mana laki-laki itu tampaknya masih dipenuhi dengan kebingungan.

"Setuju untuk apa?"

"Menjadi asisten pribadiku."

Rasanya kepala Sehun hampir saja lepas karena penuturan Lalisa. Wanita itu langsung menanyakan persetujuan Sehun, tanpa lebih dulu mengatakan kalau ada kesepakatan yang akan mereka buat.

"Jadi, kau mengajakku ke sini karena kau ingin aku menjadi asistenmu?" Sehun bertanya skeptis. Dia sebenarnya tidak bodoh untuk memahami maksud Lalisa. Hanya saja dia perlu meyakinkannya sekali lagi. "Alih-alih membuatkan minuman racikan untukmu."

"Setelah kau setuju untuk menjadi asistenku, kau boleh membuatkan minuman untukku." Lalisa menyahut dengan nada yang kelewat ringan, lengkap dengan senyum di bibirnya.

Sehun mengedip lambat seraya mempertimbangkan tawaran Lalisa. Diam-diam dia memperhatikan ruangan ini dan yakin betul kalau desain interior ruangan ini pasti menghabiskan uang ratusan juta won. Mengingat air terjun buatan bahkan ada di halaman depan.

"Tapi aku tidak mengerti bagaimana caranya menjadi seorang asisten." Sehun menggeleng lemah dan meletakkan map yang tadi diberikan Lalisa di meja. "Aku hanya seorang bartender."

Lalisa mengulas senyum tipis. "Kau tidak perlu khawatir. Min-young unnie akan mengajarimu nanti."

"Siapa Min-young unnie?"

"Sekretaris pribadiku."

Sehun mengangguk dengan senyum kaku. Jadi, selain asisten, ternyata Lalisa juga memiliki sekretaris pribadi. Tapi kira-kira, kenapa wanita seperti Lalisa yang menjunjung tinggi segala kesempurnaan, tiba-tiba ingin Sehun yang hanya seorang bartender menjadi asisten pribadinya?

"Aku akan membayarmu 30 juta won per bulan."

"T-tiga puluh juta?" Sehun membeo. Matanya benar-benar hampir keluar saat mendengar nominal gaji yang ditawarkan.

"Apa kurang? Kita bisa mengganti kontraknya kalau kau mau," kata Lalisa menawarkan lagi. "Kau tinggal sebut saja nominal yang kau inginkan."

Rasanya jantung Sehun seperti berhenti berdetak karena penuturan Lalisa yang terdengar begitu ringan. Bagi Lalisa 30 juta won mungkin tidak ada harganya, tapi bagi orang kecil seperti Sehun yang utangnya ada di mana-mana, jelas uang 30 juta won sangatlah berharga.

Gajinya 6 bulan bahkan tidak sampai 30 juta won kalau dikumpulkan. Jadi jelas, tawaran Lalisa sangatlah menarik untuk Sehun.

"Ya, aku mau menjadi asistenmu."

*****************

Ini tuh kayaknya lebih absurd dari cerita Lecturer Carlisle.

Jangan tanya gimana kelanjutannya karena diriku juga tidak tau, gaes.

Ya, seperti biasa, lagi-lagi cerita ini ditulis dengan kecepatan kilat dengan ide dasar yang muncul setelah Lisa datang ke event Bvlgari, ditambah sedikit momennya sama si om ganteng.

Terus tiba-tiba dikasih foto selfie karena orang-orang udah pada cosplay jadi reog dikasih momen secuil.

Jadi, ya udah, digaskeun saja daripada jadi sampah. Ya, meskipun hasilnya juga rada ampas.

Dadah~

01 November 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro