Lecturer Carlisle [ 2 ]
Holaaaaa, ada nungguin Willis? 🌚🌚🌚
Hihihi, happy reading~
Halal untuk menghujani chapter ini dengan cinta 😚😚😚
***
Sehun mendekatkan wajahnya pada Lalisa, lalu bergeser untuk membisikkan sesuatu. "Do you wanna do it with me?"
"Do what?"
Sehun menarik sedikit kepalanya untuk melihat wajah sang dosen muda. Di mana ada keterkejutan yang begitu cantik di sana, membuatnya meluruskan sebelah tangan ke dinding untuk mengurung wanita itu agar tidak lari.
"Spread your legs for me, maybe." Sehun menyahut dengan wajah tanpa dosanya. Bibirnya tersenyum, pertanda tidak ada rasa bersalah di dalam dirinya saat ini.
Sementara Lalisa mendecih tidak habis pikir. Bagaimana mungkin laki-laki yang 6 tahun lebih muda darinya ini mengatakan hal itu pada sosok yang membimbingnya? Kalau saja tidak ingat mereka sedang berada di lingkungan kampus, mungkin Lalisa benar-benar akan menampar Sehun saat ini.
"Willis, yang baru saja kau katakan sudah termasuk dalam pelecehan verbal. Kalau aku mengadukanmu, maka kau akan terlibat dalam masalah." Lalisa mengingatkan, mencoba untuk bersabar menghadapi tingkah kekanakan laki-laki di depannya. "Jadi, jangan melakukannya lagi selagi aku memperingatimu secara baik-baik."
"Kenapa kau serius sekali, Lecturer Carlisle? Aku hanya bercanda." Setelah mengatakan kata-kata tidak senonoh, Sehun tertawa ringan. Sepertinya, dia memang tidak menghargai dosennya sama sekali. "Relaks saja. Oke? Aku tidak akan melakukan apa pun padamu tanpa izinmu."
Lalisa tidak tahu apa isi kepala Sehun saat ini, tapi dia berani bertaruh kalau pikiran laki-laki itu sudah rusak sepenuhnya sekarang!
"Terima kasih." Lalisa mencoba untuk menahan kesabarannya agar tidak habis. Senyumnya pun dia berikan secara cuma-cuma. "Jadi, bisakah kau menyingkir dari hadapanku? Kau tidak ingin wajah tampanmu kutabrak dengan kepala sampai memar, kan?"
Sehun tersentak mundur. "Hati-hati dengan ucapanmu, Lecturer Carlisle! Wajahku ini adalah aset yang sangat berharga." Sehun melayangkan protes tajam. "Mon Bébé tidak suka jika wajah tampanku ini dilukai. Dia akan sangat marah padamu kalau kau sampai melukai wajahku. Dan kemarahannya benar-benar sangat mengerikan. Kau pasti tidak akan bisa menghadapinya."
"Then go to your Mon Bébé and ask her to spread her legs for you." Masih dengan senyumnya, Lalisa mencoba untuk menahan kemarahannya saat ini.
Sehun tersenyum, seolah-olah dia baru saja dipuji alih-alih diusir. "Itu ide yang bagus, Lecturer Carlisle. Aku harus meneleponnya dan mengajaknya untuk bertemu, kan? Kuharap kau tidak akan menangis membayangkan apa yang akan kami lakukan setelah ini." Sehun mengatakannya sambil merogoh ponsel di saku, kemudian melakukan panggilan telepon.
Tidak lama setelah Sehun mengangkat ponsel ke telinga, ponsel milik Lalisa yang disimpannya di saku blazer berdering.
"Ya, Lecturer Lim?" Lalisa menjawab panggilannya sambil mengawasi Sehun yang masih berdiri di depannya, dengan sebelah tangan yang juga masih mengurungnya. "Ah, rapat! Ya, ya, aku akan segera datang. Maaf karena membuatmu menungguku."
"Tidak diangkat," kata Sehun dengan wajah kecewa. Tepat saat Lalisa memutuskan sambungannya dengan seseorang yang dia panggil 'Lecturer Lim'. "Dia pasti sangat sibuk."
"Itu bukan urusanku!" Lalisa mendesis sinis. "Aku juga sibuk. Jadi, tolong menyingkir dari hadapanku."
Pada akhirnya, Sehun merelakan sang dosen untuk pergi dari hadapannya. Sepertinya, dia sudah menggunakan koin keberuntungannya terlalu banyak hari ini. Jadi, sebaiknya laki-laki itu mundur dulu 1 langkah untuk maju 10 langkah.
"Silakan, Lecturer Carlisle. Hati-hati dalam perjalananmu." Sehun balas mempersilakan Lalisa lewat dengan gestur sopan yang sebelumnya wanita itu gunakan untuk mengusirnya dari kelas.
Lalisa mendengkus dan menatap sengit. Kemudian meninggalkan Sehun yang masih setia tersenyum padanya.
Laki-laki itu menatap punggung Lalisa yang menjauh darinya dengan embusan napas kasar. "Bébé, kau harus memberikan kompensasi karena mengabaikanku hari ini," gerutunya dengan penuh tekad, lalu menatap ponsel. "Jangan sampai aku menyeretmu keluar dari kelas, Bébé."
Sehun mengakhiri ketidakberuntungannya hari ini dengan melirik arloji. Setelah diusir oleh dosen yang sangat disukainya, dia juga diabaikan oleh Mon Bébé-nya. Bukankah dunia ini terlalu kejam pada Sehun? Kenapa orang tampan sepertinya bisa diperlakukan tidak adil seperti ini?
"Mari makan siang saja. Kau butuh tenaga untuk mendekati Lecturer Carlisle." Sehun menyemangati dirinya, lalu kembali ke kantin untuk mengisi perut. Di mana Jake sudah menunggunya.
Sehun tidak memiliki kelas hari ini, tapi dia harus tetap hidup untuk bisa mengganggu Lalisa sampai hari berakhir.
"Nayeon mengundang kita nanti malam. Dia membuat pesta di kelab biasa," kata Jake setelah menyelesaikan saku kunyahannya.
"Kau saja. Aku muak melihatnya." Sehun menyahut setengah acuh. "Dia selalu menggangguku. Padahal aku sudah berkali-kali memberitahunya kalau aku tidak tertarik dengannya."
"Dude, are you out of your mind? She's Im Nayeon, the prettiest girl I've ever seen with that bunny teeth!" Jake menekan balasannya dengan begitu dalam. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Sehun yang terus menolak gadis seperti Nayeon. "Bagaimana kau bisa muak melihatnya?"
"Cantik bagimu, belum tentu cantik bagiku, kan?" balas Sehun tidak mau kalah. "Seleramu itu rendahan. Jadi, jangan coba-coba untuk membandingkannya denganku."
Jake mengembuskan napas kasar. Dia jelas tidak terima dengan apa yang baru saja Sehun katakan. Karena baginya, Nayeon menduduki takhta tertinggi untuk kategori gadis tercantik di Universitas Yonsei.
"Kalau bukan gadis seperti Nayeon, lalu gadis seperti apa yang kau sukai?" Jake bertanya sungguh-sungguh. Namun, ketika Sehun akan menjawab, tangannya sudah lebih dulu terangkat. "Tolong jangan katakan Lecturer Carlisle karena dia tidak masukan dalam hitungan!"
"Tapi memang dialah tipe yang kusuka."
"Ya, aku akui kalau dia sangat cantik, proporsi tubuhnya jangan ditanya lagi, tapi tidakkah kau merasa kalau dia sangat kuno?" Jake bertanya dengan bisikan. "Dia selalu melaporkan pasangan yang melakukan seks di kampus."
"Kalau itu, aku setuju dengannya," seru Sehun berapi-api. "Jika mereka ingin melakukannya, maka lakukan saja di tempat lain. Sangat menjijikkan melihat orang-orang melakukannya di tempat seperti ini tahu!"
"Jika tidak memiliki uang untuk menyewa tempat, setidaknya pulanglah ke rumah," kata Sehun menambahkan.
Meski beberapa saat yang lalu dia berbicara tanpa moral, tapi Sehun masih tahu malu untuk tidak melakukannya di tempat yang tidak seharusnya.
"Sepertinya kau sensitif sekali hari ini, Willis? Kenapa? Apa diusir dari kelas membuatmu kesal?" Jake menanyakan pertanyaan bertuntun dengan wajah yang menahan tawa.
"Dua manusia tidak tahu diri itu melakukannya di perpustakaan dan membuatku terbangun dari tidurku, Jake. Aku bahkan belum memimpikan Lecturer Carlisle. Jadi, bisa bayangkan betapa kesalnya aku saat ini?"
Ya, siapa pun yang melihat ekspresi Sehun saat ini pasti bisa menilai betapa kesalnya laki-laki itu sekarang. Seporsi makanan yang tadinya dia harapkan bisa membantunya untuk mendekati sang dosen muda, sekarang terasa sangat menyebalkan dalam pandangannya.
"Argh, Sht! Mon Bébé, I need you." Sehun menundukkan kepalanya seperti dunia sudah berakhir sekarang. Alih-alih dia hanya merindukan seseorang.
"Kau sudah memiliki kekasih?" Jake bertanya dengan penuh keterkejutan. "Kenapa aku tidak pernah tahu?"
"Aku memiliki-" Sehun tidak melanjutkan kata-katanya lagi karena ketika mengangkat pandangan untuk menatap Jake, dia malah melihat Lalisa dan seorang laki-laki bertubuh tinggi berjalan di sampingnya. "Hah, sudah kuduga kalau dia memiliki selera yang buruk!"
Tatapan sengit Sehun rupanya memancing rasa ingin tahu Jake, hingga laki-laki itu menoleh untuk mencari tahu apa yang dilihat temannya dengan mata yang seperti ingin memakan orang itu.
"Oh, Lecturer Carlisle bersama Lecturer Lim. Apa mereka berkencan?" Jake menoleh sekilas ke arah Sehun, lalu kembali menatap kedua dosennya hanya untuk memberikan kejutan pada dirinya sendiri saat sebuah pemikiran terlintas di benaknya. "Oh, sht! Apa suami yang Lecturer Carlisle maksud adalah Lecturer Lim?!"
"Omong kosong!" Sehun menyahut dengan tangan yang dihantamkan ke meja. Kalau ada yang tidak terima dengan fakta itu, maka Sehun adalah orangnya. "Ada banyak laki-laki yang memiliki spesifikasi lebih baik dari Lecturer Lim, kenapa Lecturer Carlisle harus memilihnya?"
"Tapi mereka serasi juga," kata Jake berkomentar. Kalau dia harus bersaing dengan dosennya yang satu itu, lebih baik Jake mundur saja. Dia pasti akan kalah telak.
Ayolah, siapa yang ingin bersaing dengan Lecturer Lim Min-ho? Laki-laki itu tidak hanya menjadi dosen saja, tapi dia juga pernah bergabung dalam organisasi penelitian nuklir Eropa atau CERN (Conseil Européen pour la Recherche Nucléaire) yang bermarkas di Jenewa, Swiss. Dia juga merupakan putra tunggal dari Profesor Lim Gun-ho yang dulunya pernah menjabat sebagai Walikota Seoul.
Dengan latar belakang pendidikan yang super cemerlang itu, siapa yang ingin bersaing dengannya? Bahkan tanpa semua itu, Min-ho tetap akan memenangkan hati wanita-wanita di luar sana dengan parasnya.
Tubuhnya tinggi, wajahnya tampan, senyumnya pun rupawan. Sikapnya pada seseorang jangan ditanya lagi. Kebaikannya hampir setara dengan kebaikan malaikat.
Jadi, siapa yang ingin bersaing dengannya hanya untuk menelan kekalahan telak? Jelas orang itu bukan Jake.
"Sebaiknya kau periksakan matamu ke dokter, Jake. Sepertinya kau akan buta sebentar lagi!" Sehun meninggalkan kata-kata tajamnya untuk Jake, sebelum mengambil langkah untuk pergi.
"Hei, Willis, kau akan ikut denganku nanti malam, kan?!" Jake berteriak, padahal jaraknya dan Sehun belum terlalu jauh. "Pokoknya kau harus ikut atau aku akan menyeretmu!"
Sehun tidak menjawab dengan kata, tapi jari telunjuknya mengudara untuk menjawab teriakan Jake.
***
Harusnya Sehun tidak ada di ruangan ini, tapi karena suatu alasan, dia kembali menghadiri kelas Lalisa yang sudah diikutinya 2 jam yang lalu.
"Willis, apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau mengikuti kelasku lagi?" Lalisa bertanya dengan penuh kebingungan saat dia meletakkan bukunya dan mendapati Sehun yang duduk tepat di depan mejanya.
"Kelasku dibatalkan. Jadi, aku memutuskan untuk menghadiri kelasmu saja. Apa tidak boleh?"
"Kenapa tidak pulang saja, Willis? Apa kau tidak bosan bertemu denganku setiap harinya?"
Keduanya berbicara apa adanya, tapi puluhan kepala yang ada di dalam ruangan menganggap kalau mereka sedang saling menggoda sekarang.
"Bosan denganmu sama sekali tidak ada di dalam kamusku, Lecturer Carlisle." Sehun menahan dagunya dengan tangan dan menatap dalam mata yang berbinar cerah. "Jadi, aku-"
"Okay, that's enough, Willis." Lalisa memotong ucapan Sehun untuk kali kedua. Jika tidak dihentikan, laki-laki itu pasti akan berbicara omong kosong lagi. "Kau boleh ada di sini, dengan catatan kau tidak akan membuat keributan."
"Yes, Ma'am." Sehun menjawab dengan kedipan jail.
Lalisa mencoba untuk tidak terpengaruh dengan kehadiran Sehun yang berada tepat di depannya saat ini. Kemudian melaksanakan tugasnya untuk mengajar.
Selama 30 menit Lalisa mengajar, semua berjalan lancar. Sehun sama sekali tidak membuat ulah seperti di kelas sebelumnya. Laki-laki itu juga tetap mengerjakan tugas yang diberikan, meski secara teknis, materi yang diberikan saat ini sudah dia pelajari di semester-semester sebelumnya.
"Lecturer Carlisle, kalau kau sudah menikah, apa mungkin kalau suamimu adalah Lecturer Lim? Aku melihat kalian berjalan ke kantin bersama dan tampak sangat serasi. Setahuku, dia juga memakai cincin di salah satu jarinya."
Ketika semua orang sibuk mengerjakan tugas yang diberikan, Sehun malah berceloteh sambil menuliskan jawaban di bukunya. Seolah-olah dia akan mati kalau tidak segera menanyakan hal itu, tapi di saat yang sama juga harus menyelesaikan tugasnya.
"Lecturer Carlisle, kau sudah menikah?"
"Heol, daebak! Ini sungguh berita besar."
"Suamimu adalah Lecturer Lim? Tidak mungkin!"
"Lecturer Carlisle, apa itu benar? Kau sudah menikah?"
Sebelum Sehun membuka suara, kelas benar-benar hening. Sama sekali tidak ada suara yang terdengar karena Lalisa memerintahkan untuk tidak ada yang berbicara, kecuali ada pertanyaan penting. Namun, celotehan Sehun barusan jelas membuat kelas ramai seketika.
Sama seperti sebelumnya, laki-laki itu juga tidak menunjukkan rasa bersalahnya setelah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan di depan banyak orang.
Lalisa hampir tidak bisa menangani mulut-mulut yang bertanya menanyakan kebenaran atas celotehan Sehun barusan. Sepertinya, Sehun menyimpan dendam pada Lalisa hingga mengganggunya sampai seperti ini.
"Ya, aku sudah menikah!" Lalisa mengatakannya dengan lantang, lalu mengatupkan mulut saat kelas tiba-tiba hening dan menatapnya dengan terkejut. "Tapi bukan dengan Lecturer Lim," katanya dengan senyum yang menenangkan.
"Kau bercanda, kan?" tanya seorang mahasiswa.
"Aku tidak sedang bercanda." Lalisa membalas dengan wajah serius. Pandangannya menjelajah, menatap wajah-wajah yang mengisi kelasnya. "Tapi seharusnya hal ini menjadi rahasia."
"Jadi, bisakah kalian tidak mengatakan tentang hal ini pada orang-orang di luar ruangan ini?" Lalisa memohon, meminta para mahasiswa/inya untuk bekerja sama dengannya. "Pihak kampus tidak boleh tahu tentang hal ini karena taruhannya adalah karierku."
"Aku janji tidak akan mengatakannya pada siapa pun, Lecturer Carlisle."
"Aku juga akan menutup mulutku rapat-rapat."
"Selamat atas pernikahanmu meski aku patah hati sekarang."
Lalisa tampak tersenyum ketika mahasiswa/inya tidak keberatan untuk merahasiakan hal ini dari orang luar. Namun, sebenarnya hatinya terbakar dengan kemarahan saat tatapannya bertemu dengan Sehun.
Menyadari kemarahan Lalisa, Sehun segera mengambil sikap untuk bertanggung jawab dengan berdiri dan menghadap ke teman-temannya yang lain. "Kalau berita ini sampai menyebar ke luar, kalian akan berhadapan denganku! Jadi, pastikan untuk tidak menyebarkannya ke mana pun!"
"Kaulah yang menyebarkan berita ini, Willis." Lalisa menyeletuk dengan wajah yang dipenuhi senyum. "Aku sudah memperingati teman-temanmu di kelas sebelumnya untuk tidak membicarakan hal ini dan kau baru saja memberitahu 56 orang lainnya. Terima kasih."
Sehun membalikkan tubuh dan menatap Lalisa dengan mulut terkunci rapat. "Benarkah?" tanyanya seolah-olah dia tidak melakukan kesalahan apa pun.
Lalisa mengangguk dengan senyum lembutnya. "Tapi karena kau tidak menuruti perintahku tadi, maka aku harus mengusirmu sekali lagi, Willis."
Tidak seperti sebelumnya di mana Sehun melayangkan protes ketika diminta keluar, kali ini dia langsung bangkit dari duduknya dan membereskan buku-bukunya.
"Maaf karena sudah tidak mematuhi perintahmu, Lecturer Carlisle. Lain kali aku tidak akan melakukannya lagi," kata Sehun sungguh-sungguh.
Lalisa membalas dengan anggukan. Setidaknya, Sehun menyadari kalau dia melakukan kesalahan hari ini. Hal itu membuktikan kalau Sehun masih memiliki sedikit rasa malu dan tanggung jawab.
Tanpa Sehun, keadaan kelas benar-benar sangat tenang.
Meski ada banyak yang menjadi penyusup di kelas Lalisa, tapi tidak banyak yang berani untuk menggoda wanita itu seperti yang Sehun lakukan. Kelihatannya saja Lalisa tenang dan sabar, sebenarnya wanita itu cukup mengerikan di belakang.
Itulah sebabnya kebanyakan dari mereka hanya menjadi penyusup di kelas Lalisa, tanpa bertingkah yang macam-macam. Karena tujuan mereka hanya ingin melihat, bukan untuk mencari masalah.
Namun, Sehun adalah pengecualian.
Sekarang, laki-laki itu tampak puas karena berhasil mengganggu dosen mudanya. Memang benar kalau dia tidak mendapatkan hukuman yang keras saat ini, tapi ke depannya nanti tidak ada yang tahu, kan?
Lalisa mungkin saja memberikan hukuman pada Sehun yang tidak akan pernah dibayangkan oleh siapa pun. Karena laki-laki itu sudah benar-benar kelewatan hari ini.
Tapi Sehun tidak peduli apa pun hukumannya. Selama itu diperintahkan oleh Lalisa, maka Sehun akan melakukannya. Bahkan membelah dunia sekalipun akan Sehun lakukan kalau Lalisa memintanya.
Karena Sehun tidak ada kelas yang harus dihadiri saat ini, maka pergi bersenang-senang untuk membuang waktu sepertinya bukan ide yang buruk. Laki-laki itu pergi entah ke mana dan menghabiskan waktunya di luar sampai malam datang.
Kira-kira, dia sampai di rumah saat arlojinya menunjukkan pukul 21.34, membuat laki-laki itu berdecak tidak senang.
"Sial, aku pulang terlalu malam! Harusnya aku tidak menonton film dulu tadi." Sekarang, Sehun menyesal karena pulang terlalu malam.
Kalau Jake sampai tahu laki-laki seperti Sehun memiliki jam malam yang tidak ada bedanya dengan anak SMP, dia pasti akan tertawa sampai terguling di lantai.
Namun, menyesal pun tidak ada gunanya. Sehun harus segera masuk untuk menerima hukumannya hari ini. Laki-laki itu menutup pintu dengan hati-hati dan bermaksud menyelinap. Dia bermain di luar hampir sepanjang hari dan tubuhnya sangat lengket sekarang. Jadi, dia bermaksud untuk mandi lebih dulu sebelum menerima hukumannya.
"Kau terlambat, William."
***
Mampus, ketahuan 🤣🤣🤣 Kira-kira siapa yang jagain Willis depan pintu
TAPI SUMPAH, WILLIS GEMESIN BANGET ASDFGHJKL
Badan doang gede, taunya punya jam malam. Mana jam malamnya ngalahin jam malam anak SMP pula 🤣🤣
Btw, gaes, lapak ini cuma bakalan sampai chapter 3, ya. Jadi, chapter selanjutnya bakalan jadi chapter terakhir kayak yang aku bilang waktu itu.
Chapternya udah selesai ditulis dan jujur, aku suka banget sama karakter Sehun di sini. Khususnya di chapter selanjutnya nanti. Duality-nya dia gemesin banget soalnya 🌚🌚🌚
Updatenya mungkin hari sabtu nanti biar bisa sekalian malam mingguan. Tapi kalau mood lagi berseri-seri mungkin besok bisa update. Tapi ya nggak janji juga. Aku kan kadang suka konslet.
Bonusnya hari ini foto bu dosen deh. Meski pun nggak ada aura dosennya, tapi jelas ini tipenya Willis banget 🤣🤣
Oke, bye.
14 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro