Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• CHAPTER 9 : Kematian Louis •

Golden University, New York.

Riuh rendah dari kerumunan orang - orang di tengah lapangan, seperti menarik kembali ingatan Liam dan Alex tentang kematian Wayne yang tragis. Wayne melompat dari atap dan berakhir jatuh di tempat yang sama persis seperti Louis.

Sedikit lebih mengenaskan, Louis tewas seketika saat kepalanya membentur aspal dan hancur hingga wajahnya tak dapat lagi dikenali seperti semula.

James dan Baron yang kebetulan masih berada di ruangan Mr. Wallens buru-buru menuju ke lapangan dan mengamankan lokasi kejadian. James menghubungi ambulans dan meminta bala bantuan, sedangkan Baron menarik tubuh Liam dan Alex menepi dari lokasi.

"Apa kalian baik - baik saja?" tanya Baron setelah ia berhasil membawa Liam dan Alex menjauh. Baron tampak khawatir saat Liam hanya diam dan wajahnya memucat. "Bagaimana kalian bisa sangat dekat dengannya? Apa tubuhnya sempat mengenai kalian sebelum jatuh?"

"Tidak, aku menarik tubuhnya ke belakang dengan cepat," kata Alex. "Louis jatuh tepat di depan kami setelahnya."

James yang sudah selesai menelpon lantas menghampiri Baron, Alex dan Liam. Ia kemudian menyela, "Kami perlu menanyakan beberapa hal kepada kalian. Apakah kalian bersedia meluangkan waktu untuk kami?" Alex mengangguk, seolah mewakili Liam yang masih syok di sana. Bahkan pandangan Liam masih tampak kosong dan linglung. "Baron, segera pasang garis polisi saat tim 2 dan petugas ambulans datang."

Baron mengangguk patuh dan berbalik. Ia lantas mencoba menghalau kerumunan orang yang terlalu dekat dengan lokasi demi melindungi jasad dan TKP.

Sedangkan James, bersiap dengan jurnal kecil di tangannya. Ia melihat Alex dan menempelkan pulpen di permukaan catatannya. "Jadi, bolehkah aku tahu siapa namamu, Nona?"

"Alexa Thompson."

"Apakah kau adalah seorang murid di sini?"

Alexa mengangguk pelan. "Ini tahun pertamaku di kelas seni."

James menggumam sebentar sembari mengangguk sebelum kembali bersuara, "Apakah kau mengenalnya?" Mata cokelatnya melirik jasad Louis sesaat lalu kembali pada Alex. "Maksudku, seberapa dekat hubungan kalian?"

Alex mengalihkan pandangannya pada Louis dan menatapnya takut. Lidahnya pun mendadak kelu saat wajah yang tengah dilihatnya itu, tiba-tiba berubah menjadi wajah Wayne. Wajah Wayne yang dilumuri darah segar dari kepalanya yang pecah itu lantas bergerak dan balik menatap Alex dengan matanya yang menyedihkan.

"Nona? Bisakah kau menjawab pertanyaanku?" James merasa ada yang tidak beres dengan Alex, dilihat dari rautnya yang ketakutan dan wajahnya yang memucat. Detektif itu lantas menepuk bahu gadis di hadapannya hingga gadis itu terkesiap dan menjerit,

"AHHH!" Alex menutup wajahnya dan buru-buru berbalik, hingga tubuhnya tanpa sengaja menabrak dada Lance yang muncul bersama Sophia saat itu. "Wayne! Dia menatapku! Dia di sana!" racaunya histeris. Alex bahkan tak berani membuka kedua tangannya karena ketakutan.

"Alex, tenanglah. Ini aku Lance." Lance mengusap punggung Alex yang masih bersembunyi dalam dekapannya perlahan. "Sophia juga ada di sini, kau akan baik - baik saja," sambungnya.

Gadis itu kemudian berhenti berteriak dan wajahnya mendongak hingga mata mereka bertemu. Suara napas Alex yang sebelumnya terengah-engah, kini terdengar melambat dan kembali normal. "Lance?"

"Alex, apa kau baik-baik saja?" timpal Sophia, yang membuat Alex langsung mengalihkan pandangannya ke arah Sophia. Dan dalam hitungan detik, tubuh kurus itu telah membaur untuk kemudian memeluk Sophia erat-erat. "Alex?"

Alex tak lagi histeris, tapi kini ia menangis. "Aku melihat wajah Wayne di sana, Sophia," katanya terisak. "Dia menatapku, matanya ... dia menatapku dengan pandangan yang sangat menyedihkan, Sophia."

Melihat kondisi Alex dan Liam yang belum stabil, James akhirnya memutuskan untuk membawa mereka ke dalam ruangan Mr. Wallens. Menyaksikan seseorang mati di depan mata, mungkin terlalu berat untuk Alex ataupun Liam.

Mr. Wallens yang mendengar kabar mengejutkan itu lantas menghampiri Alex dan memeluknya. "Alex, tenanglah. Dad di sini, semua akan baik - baik saja," sambutnya saat Alex dan empat orang lainnya tiba di depan ruangan Mr. Wallens. "Ayo kita masuk dan membuatmu merasa lebih baik."

Mereka semua kemudian duduk di sofa dan tak lama setelahnya, asisten Mr. Wallens datang untuk memberikan minuman.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kudengar kau ada di sana saat anak itu jatuh?" tanya Mr. Wallens begitu melihat putri kesayangannya tak lagi setegang sebelumnya. "Bagaimana bisa?"

Namun belum sempat Alex membalas pertanyaan sang ayah, Liam sudah lebih dulu membuka suara, "Dia telah menyelamatkanku."

Sehingga semua mata dalam ruangan itu beralih pada Liam, termasuk Alex yang duduk di seberangnya. Tatapan tak suka yang biasa diberikan Alex kepada Liam saat mereka beradu, kini berganti menjadi pandangan sendu bercampur bingung. "Alex menarik tubuhku beberapa saat sebelum Louis jatuh dan mengenaiku, dia sungguh telah menyelamatkanku," ulangnya, penuh dengan rasa bersyukur.

James berdeham dan mengambil alih. "Apa kalian bisa membantuku sekarang?"

Liam menoleh kepada James yang duduk di sebelahnya. "Namanya Louis, dia adalah mahasiswa tahun ketiga sekaligus anggota basket di kampus ini," ucapnya, seolah sudah tahu pertanyaan apa yang akan dilontarkan oleh detektif muda itu.

"Dia bukan hanya anggota basket biasa," timpal Sophia seenaknya. "Dia ketua tim basket yang super keren!"

Melihat temannya tak bisa membaca situasi, Lance lantas mencebik dan menatap tajam Sophia di sebelahnya. "Sophia, bisakah kau hentikan itu sekarang?" Ia melirik Alex dan kembali pada Sophia. "Alex sedang terguncang."

"Maafkan aku, Alex," katanya merasa bersalah. "Aku hanya mencoba mengatakan bahwa Louis adalah ketua tim basket yang hebat di kampus kita."

James melipat kedua tangannya di dada dan menatap Sophia di seberangnya. "Jadi, Louis adalah seorang atlet?"

"Uh, huh." Sophia mengangguk cepat. "Dia sungguh sempurna dan tidak mungkin melakukan bunuh diri. Terutama...," Sophia menggantung ucapannya di udara dan menatap semua orang dengan canggung.

"Terutama apa?" tanya James penasaran.

"Itu--aku--aku tidak bisa mengatakannya," kata Sophia ragu.

"Kau harus mengatakan apapun yang kau tahu tentangnya untuk membantu mengungkap kematiannya, Nona," desak James. "Apa yang ingin kau sampaikan padaku? Terutama apa?"

"Dia tidak mungkin melompat dari atap terutama saat dia ingin berkencan dengan gadis yang dia sukai," ujar Sophia gugup.

Kedua alis James kini bertaut. "Gadis yang disukai? Apa kau kenal orangnya? Dia akan berkencan dengan siapa?"

Sophia yang merasa terintimidasi oleh tatapan orang-orang di ruangan itu lantas menggigit bibirnya takut dan berubah pucat. "Dia--dia berkencan dengan--"

"Dia akan berkencan denganku," sela Alex dengan cepat. Ia tahu Sophia merasa tak enak dengannya dan mengatakannya sendiri mungkin akan menjadi pilihan yang tepat. "Louis melompat dari atap saat aku menunggunya untuk berkencan." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro