• CHAPTER 4 : Konflik Batin •
Halo semuanya....
aku memang nggak biasanya muncul di tengah-tengah kaya gini,
tapi aku punya sedikit gambaran cast versi aku yg udah diedit.
Sayang kan ya kalau nggak di upload lol
Jadi, ini dia cast yg menurutku cocok dengan para karakter.
Semoga kalian suka atau kalian bisa merekomendasikan cast versi kalian di kolom ini ya, aku dengan senang hati membacanya.
Thank you.
***
Jade Weber as Alexa Thompson.
Alvaro Mel as Liam Cruz
Blake Steven as Lance Black
Dan Anna as Sophia Hills.
Golden University, New York.
"Me--melukai perasaannya?"
Entah kebetulan atau tidak, Liam seolah menyindir Alex yang belakangan memang dikabarkan dekat dengan seorang Wayne Smith. Meski faktanya, Liam tidak tahu menahu mengenai hubungan Alex dengan Wayne --atau laki-laki manapun-- bahkan sampai mendetil seperti itu.
Liam tidak pernah peduli pada urusan orang lain sejak awal. Namun Alex adalah pengecualian.
"Kau bisa membantuku mencari tahu kebenarannya jika ingin," tukas Liam penuh percaya diri.
Yang sontak membuat Alex menatapnya bingung. "Bagaimana bisa? Kita bahkan bukan polisi atau detektif? Kita tidak akan diizinkan memeriksa apapun."
"Kenapa tidak?" Liam mengangkat kedua bahunya cepat. "Kau adalah pewaris tunggal kampus ini dan aku adalah calon anak pemimpin Amerika. Siapa yang berani menghalangi kita?"
Liam mungkin benar, pikir Alex. Namun batinnya mendadak bergejolak. Memangnya apa lagi yang harus dia ketahui? Bukankah sudah jelas bahwa Wayne sendirilah yang memutuskan untuk mati? Bahkan dalam video yang sudah beredar pun, Wayne terlihat berdiri sendiri di atap gedung kampus mereka.
Lamunan Alex buyar ketika Liam menghentikan jari di depan wajahnya sambil tersenyum. "Aku akan memberimu waktu sampai lusa. Hubungi aku jika kau ingin mencari tahu kebenarannya," katanya seraya mundur beberapa langkah ke belakang. "Sampai jumpa lagi, Nona Thompson."
Tubuh Liam menghilang di antara kerumunan mahasiswa lain yang mencoba menepi karena proses evakuasi jenazah akan segera dilakukan. Untuk terakhir kalinya, Alex memandangi wajah Wayne yang kaku dengan perasaan bersalah.
"Kenapa kau harus mati, Wayne?" batinnya. "Kenapa kau harus mati sehari setelah aku menolakmu? Kenapa? Apa kau melakukan semua ini karena aku? Tapi, kenapa?!" Alex ingin marah pada Wayne, menyalahkan semua kebodohan laki - laki yang memilih mati karena alasan yang sia-sia.
***
"Alex, darimana saja kau? Aku dan Lance mencarimu," sambut Sophia.
Gadis berambut cokelat sepunggung itu sudah menunggu Alex sejak lima menit yang lalu bersama Lance di koridor loker. Karena Sophia kehilangan Alex di kerumunan dan ponselnya tidak dapat dihubungi, loker mungkin menjadi tempat terakhir dimana Sophia dan Lance bisa menemukan Alex setelah kekacauan tadi.
Gadis itu tampak tak bersemangat dan pasi, mungkin reaksi setelah melihat mayat untuk pertama kali. Namun, Lance benar-benar mencemaskan kondisi Alex yang notabenenya mudah mengalami serangan panik. Ia lantas mendekat dan menempelkan punggung tangan kirinya ke dahi Alex hingga gadis itu sedikit terkesiap. "Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat," tandas Lance.
"Kurasa Alex masih merasa syok karena insiden tadi," timpal Sophia. Gadis itu lalu menatap Alex khawatir. "Alex, kau sebaiknya membiarkan Lance mengantarmu pulang dan beristirahatlah."
Alex melihat Sophia lalu ke Lance bergantian sebelum mengangguk setuju. "Baiklah."
Tangannya yang berbalut gelang warna-warni pun membuka pintu loker dengan maksud menyimpan kembali buku yang dibawanya hari ini di dalam sana. Namun, Alex justru dikejutkan dengan sebuah amplop merah muda di atas tumpukan bukunya yang lain.
Amplop dengan warna dan stiker yang sama seperti yang sebelumnya gadis itu pernah terima. "Ada surat lagi," katanya memberi tahu. Ia lalu mengambil surat itu dan segera membacanya,
"Untuk Alexa,
aku sudah menyingkirkan satu kutu pengganggu untukmu. Bagaimana menurutmu? Bukankah aku tampak keren sekarang?" -goodboy.
Lance membenarkan letak kacamatanya yang turun dan berkerut kening. "Apa maksudnya menyingkirkan kutu pengganggu? Siapa yang dia maksud?"
Alex dan Sophia beradu tatap beberapa detik sebelum pandangan mereka berubah panik. Mata keduanya membelalak tak percaya dan seolah sudah berbicara melalui telepati, keduanya kompak berkata, "Wayne," pada Lance hingga laki - laki itupun ikut tercengang.
Lance terdiam beberapa saat, tampak syok. "Kalian--kalian tidak bermaksud mengatakan bahwa pengagum rahasia ini adalah seorang pembunuh, bukan? Dia tidak mungkin membunuh Wayne hanya karena menyukai Alex, ini ... mengerikan." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro