Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 27

Acara honeymoon Rafael dan Shaffiya yang singkat berjalan manis, meski hanya dalam hitungan jam karena si kecil Ruqayya sudah heboh mencari mereka.

"Bobok Ummaaah!" tangisnya saat berada di gendongan sang ibu. Dia terlalu lelah bermain dengan ayah tiri dan si ibu kandung seharian.

Sangat sabar, Shaffiya menggendong dan menimang-nimang Ruqayya hingga tertidur pulas. Rafael tersenyum melihat kedekatan sang istri dan putrinya. Bel pintu terdengar selepas perginya Nurifah dan Rizwar.

"Siapa Mas?"

"Will, dia mau bahas kerjaan. Nanti tolong bikinin minum ya, boboin Ruru dulu tapi."

Shaffiya mengangguki titah sang suami. Ia segera masuk ke dalam kamar menidurkan putri sambungnya sebelum keluar lagi untuk membuat sesuatu di dapur.

Dari ruang tamu, terdengar suara laki-laki yang dulu pernah menaruh hati padanya. Tiap kali mengingat hal itu, Shaffiya selalu terkikik sementara sang suami selalh cemburu jika dia sudah menyebut nama William yang tak lain adalah sahabatnya, meski dulu sempat menjadi lawan bisnis.

"Lu tinggal kawin, apa sih susahnya? Papa lu kan nggak pernah nuntut aneh-aneh harus gini gitu."

"Justru itu masalahnya. Barang gue terlalu bernorma. Gue nggak bisa make dia sembarangan. Dia nggak pernah bisa bereaksi kayak punya lu yang kalau kepegang langsung bangun."

Shaffiya mendengar obrolan dua lelaki itu.

"Maksudnya?"

"Impoten?" sahut Shaffiya.

William terkejut atas kedatangan Shaffiya. "Heh bukan gitu. Enak aja ih, Fi. Kamu sekarang ketularan lakimu deh kalau ngomong suka seenak pantat."

"Duh, ya kali pantat bisa ngomong semerdu ini. Laris kentutku," balas Shaffiya membuat suaminya tertawa.

"Terus gimana maksudnya?" lanjut wanita itu.

Kepalang tanggung, sudah terlanjur malu, ia akhirnya bercerita meski ada Shaffiya. "Gue nggak bisa sembarangan gitu sama orang. Selama ini, misal gue ama cewek ya udah nggak sampai ke main course."

"Nah berarti lu nggak bisa berdiri kan?"

"Bisaaaaa!!! Gue bisa, tapi cuma sama Ifah! Gue udah coba konsultasi ke banyak dokter dan gue nggak ada masalah apapun. Gue gila," desahnya frustasi.

Shaffiya membelalakkan mata. "Wow, ck ck ck ... Emang ya hebat banget Nurifah. Lakiku kecantol, mantanku kecantol, eh ini juga mantan fansku kecantol juga. Hebat ya dia menaklukkan kalian. Seenak itu ya, Mas?"

Rafael cepat-cepat meraih pinggang wanita itu dan menjatuhkannya di pangkuan.

"Aku dulu nggak seratus persen sadar. Tetep beda rasanya kalau sama kamu, istriku yang sah dan mainnya pake bismillah. Kamu nggak tau suamimu ini udah ngapalin doa panjang itu demi penyatuan kita, hm?"

Rafael mengecup pipi istrinya. William mengembus napas dan memalingkan wajah.

"Heh, nggak sopan kalian mesra-mesraan di depan jomblo," protesnya.

"Cari pake cara halal sana Will, kali aja kan dapet dan bisa berfungsi sempurna. Dan kamu, wahai Bapak Hamiz Rafael Hwang Ibrahim, setengah sadarmu aja bisa jadi Ruqayya gimana kalau yang sadar?"

Rafael terkekeh. "Insyaallah, akan berbuah cantik dan tampan."

William semakin kesal saja, tetapi sesuatu menggelitiknya. "Hamiz Ibrahim? Namanya kok nggak asing?" gumamnya.

Setelah berpikir William tiba-tiba teringat sesuatu. "Hamiz Ibrahim. Lu Hamiz Ibrahim?"

Melihat kekagetan William, Rafael menanggapinya dengan tenang.

"Jadi lu? Lu pake dua nama? Lu muncul lagi dengan nama baru terus ngerusak pasaran orang-orang?"

"Hei hei, gue nggak ngerusak. Gue kan cuman anak baru. Ya, orang lama sih kenalnya gue sebagai Rafael Hwang, tapi kalau orang baru kenalnya gue Hamiz Ibrahim. Dan nggak salah dua duanya. Itu emang nama gue sekarang dan emang gue keturunan Ibrahim meski masih dianggao sebagai bagian dari keluarga Hwang."

"Licik lu, Bung," sahut William kesal.

"Dan lu bohongin gue soal Shaffiya? Lu bilang dia hak milik Hamiz Ibrahim dulu. Dan lu cuman mau nikung gue?"

Shaffiya terlihat berpikir. "Apaan sih?"

"Aku tuh baru niat deketin kamu eh kata dia kamu punya Hamiz Ibrahim."

"Loh, tapi kan emang iya aku punya Hamiz I brahim. Dia nggak salah."

"Tapi kalian dulu kan belum nikah!" kesal William.

Rafael tertawa karena William kesal dengannya setelah sadar dikerjai olehnya.

"Ya bagus deh kamu ketipu, misal enggak, bisa rugi aku. Punya suami tak bisa menafkahi lahir batin," sahut Shaffiya sembari menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

Rafael tersenyum bangga. "So, kamu seneng jadi istriku?"

"Of Course, Sir."

William tak mau kalah. "Aku juga bisa kalau cuman nafkahin. Kamu mau apa? Mobil mewah? Apart? Rumah mewah? Duit belanja ratusan juta? Aku bisa kasih."

"Aku tuh kalau uang bisa cari sendiri. Alhamdulillah dikasih rejeki sendiri. Tapi kalau kepuasan yang lain, cuma suamiku yang bisa kasih. Tanpa perlu kemana-mana, cukup diem aja berdua di kamar. Rasanya udah traveling ke surga."

Rafael mengecup pipi istrinya sembaru tersenyum.

"Ah,  bodo amat. Gue mau balik. Rese banget kalian. Nggak tau apa temen lagi sengsara. Gue cabut," ucap William sembari mengambil jasnya dan pergi.

"Cabut? Emang udah bisa nancep kok udah dicabut?"

Ledekan itu membuat William semakin kesal. "Gue bakal buktiin kalau gue bisa juga punya anak selucu dan secantik Ruqayya!"

Rafael dan Shaffiya tertawa meski keduanya mengamini.

"Yank, si kakak udah bobok?"

"Kakak?"

"Iya, Kak Ruru."

Shaffiya terbahak. "Dih, Ruru kan dedek. Kakaknya Mas Amr."

"Loh, kan udah sepakat tambah satu lagi."

"Ntar aja, Ruqayya masih segitu loh. Kasian ah. Besok kalau Ru udah TK."

Rafael mendengkus. "Okelah, yang penting prosesnya dimulai dari sekarang."

Shaffiya segera beranjak pergi mengunci pintu, menghindari suaminya. "Sayang! Mau kemana?"

"Bobok."

"Ntaran dulu. Hei."

"Ih, Om Om mesum banget sih. Udah ah, mau bobok."

"Nolak suami tau kan hukumnya?"

Shaffiya mengembus napas. "Iyaaaa Gus Iyaaaaa Guuuus."

*****



Deras hujan di sepanjang perjalanan membuat si penyetir mobil ekstra mengendarai kendaraannya. Semangat Rizwar untuk menemui keluarganya bersama istri dan sang putra begitu besar.

"Mas, hati-hati loh."

"Iya, Sayang. Gantengku boboknya anteng banget, capek ya dia?"

"Iya capek sama kakaknya tadi kan ceriwis terus."

Keduanya menoleh ke belakang melihat bayi yang tertidur di seat khususnya begitu tenang. Rizwar mengubah mobilnya agar nyaman dinaiki oleh sang putra yang kini mulai aktif bergerak ke sana ke mari.

"Aku lega Amr udah maafin kita, Sayang."

Nurifah mengangguk. Keduanya memang sudah bertemu dengan Amr. Mereka meminta maaf atas perkataan mereka dulu pada santri termuda pondok Darussalaam.

"Amr memang kayak mamanya. Baik hati, soleh. Mbak Shaffiya emang wanita sempurna."

Rizwar meraih tangan sang istri. "Kamu lebih sempurna."

"Apanya? Aku jelas-jelas neraka, sedang dia ahli surga. Aku udah fitnah dia. Juga Hafsah temen baikku."

Rizwar tersenyum. "Hei, jangan gitu. Mereka kan udah maafin kamu. Udahlah. Yang penting kita berusaha untuk jadi yang lebih baik lagi. Sama-sama, hijrah."

Nurifah mengusap sudut matanya yang berair. Satu kecupan manis Rizwar daratkan di punggung tangan Nurifah. Keduanya kembali berbincang ringan.

Nurifah melirik ponselnya, ada pesan dari seseorang.

[Baby R lagi apa? Udah tidur belum, Bunda?]

Wanita itu tersenyum, sahabat barunya, William yang mengirimi pesan. Keduanya kemudian bertukar pesan. Semua berjalan lancar sebelum sebuah kendaraan tiba-tiba menyeruduk mobil mereka.

Nurifah tanpa sengaja menekan tanda gagang telepon di sana. Suara alarm klakson mobil dan tangis si kecil yang terdengar.

"Fah? Ifah??!! Ifah!"

Tak ada jawaban dari dua orang yang kini tak sadarkan diri. Air bag mengembang sempurna tetapi benturannya terlalu keras sehingga tak berfungsi.

"IFAAAAAAH!!"

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Assalamualaikum

SELAMAT PAGII

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro