Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 26

"Dek! Adek iat duyu! Iat kakak yuyu! Bismillahillohmanillohim! A ba ba ba ba a a a."

Suara cempreng milik Ruqayya terdengar. Tiga bayi berjajar di depannya, masing-masing hanya menatap pada Ruqayya. Mereka belum mengerti apa-apa, jelas saja usia mereka baru hitungan bulan.

Hasan, Husain, dan Haura justru malah perlahan tertidur ketika sang sepupu, Ruqayya mengajari mereka membaca huruf hijaiyah yang tertempel di dinding.

Gadis cilik itu lama-lama kesal. Ia tak lagi meneruskan acara mengajar ngajinya. Sang kakek terkekeh.

"Kenapa saleha?" tanya Anam.

"Adek malah bobok nggak mau a ba ta, aji ama Yuyu," adu bocah itu.

Anam segera memeluk cucu terbesarnya sembari terkekeh. "Kan adek masih bayi, belum besar. Taunya ya bobok sama nenen. Belum kayak kakak Ruru. Coba sekarang Ruru ngaji sama Mbah Kakung."

"Yuyu ajayin Kung ya? Ini ni, a ba, ba ada ini nya, ada ininya di bawah."

"Iya, pinter."

"Kung ayo aji, a ba, ba ba, ba a, a a." Ruqayya menunjuk-nunjuk huruf di depannya.

Anam menuruti sang cucu, ia menirukan suara  Ruqayya. Sampai satu halaman iqro ukuran A4 itu habis dan sang bocah bertepuk tangan.

"Ini apa ya? Ba ... Apa ya?" gumam anak itu melihat huruf Ta.

"Itu Ta," jawab sang kakek.

Ruqayya memicingkan mata. "Ih, Kung cok tau. Nanti Yuyu anya Ummah."

Anak itu segera berlari ke dapur dan Anam pun bengong. Dua putranya yang baru datang, heran.

"Abi kenapa?" tanya Rafael.

"Anakmu, ngatain Abi sok tau. Dia bingung ini huruf apa, Abi jawab Ta. Eh dikatain sok tau."

Hamzah seketika tertawa sedang Rafael mengusap wajahnya. Ruqayya memang seceplas ceplos dirinya. Apalagi kini tercemari kecerewetan ibu sambungnya yang membuat tingkat kemampuan bicara Ruqayya meningkat drastis.

"Ta! Kung, ini Ta." Bocah itu muncul lagi setelah bertanya pada sang ibu.

"Nah, Mbah Kung kan sudah bilang, itu huruf Ta."

Ruqayya memasang kembali iqro jumbonya di halaman kedua, memampangkan huruf Ba dan Ta.

"Iya tapi kan Yuyu utadahnya. Kung santinya. Santi dak boleh cok tau. Takdim cama utadahnya. Doca kalo combong."

"Astagfirullah," ucap Shaffiya saat mendengar sang putri berbicara bak orang dewasa. Sementara tiga laki-laki di sana tertawa.

"Sini sini ustadzah, peluk Kung dulu sini," ucap Anam yang gemas pada cucunya.

Ummi Hanifa dan Aisya pun ikut gemas pada Ruqayya.

"Anakmu," ucap Rafael saat sang istri duduk di sampingnya.

"Sekarang tambah pinter ngomongnya, suka ngeles kayak kamu," balas Shaffiya.

Ummi Hanifa tersenyum melihat putra dan menantunya begitu rukun.

"Kapan kalian mau nambah momongan lagi? Biar rame. Hamzah Aisya udah punya tiga, kalian baru punya dua. Itupun Amr ada di pondok."

Shaffiya tak menjawab pertanyaan sang mertua. Sementara Rafael mengembus napas.

"Ya gimana mau nambah kalau itu bocil nggak mau lepas dari emaknya. Nyenggol dikit aja udah dipisahin sama wasitnya tuh." Rafael menoel pipi Shaffiya dan benar saja Ruqayya segera mendatangi sang ibu dan meminta pangku.

"Ummah, mam ini," ucap si bocah sembari menyodorkan jeruk.

Aisya seketika melotot. "Jadi belum diunboxing? Udah hampir sebulan weh," katanya.

Hamzah menutup mulut sang istri, ia takut keponakannya yang cerdas itu mendengar.

"Anbocing apa? Mainan? Mainan Yuyu? Mana?" sahut si bocah.

"Hmmm nyaut aja nih bocah, sinyalnya 5G emang." Rafael mengatai anaknya sendiri, sementara Ruqayya hanya melirik sang ayah. Ia tak lagi manja pada Rafael semenjak tinggal bersama Shaffiya.

"Ruru, Ummi sama Kung mau jalan-jalan nanti malem. Ru mau nggak bobok sini," ucap Ummi Hanifa.

Ruqayya menggeleng. "Mau bobok ama Ummah. Nanti Ummah gigit titus. Titus papa."

Rafael mencubit pipi putrinya gemas dan cubitannya ternyata terlalu keras hingga si kecil kesakitan dan menangis.

"Akit! Papa jahat!" isaknya sembari memeluk sang ibu.

Shaffiya melotot pada suaminya. "Papa ih, jangan gitu ah. Kebiasaan kalau gemes cubit-cubit."

"Tuh kan Ummi, dia galak banget," adu Rafael pada sang ibu.

"Kamu yang usil, jangan dinakalin anaknya." Ummi Hanifa tak membela sang putra, justru ia menepuk lengan kekar putranya itu.

Suara salam terdengar, Rizwar dan Nurifah datang bersama putra mereka. Shaffiya mempersilakan masuk.

"Mbak, kami mau ajak Ruru bentar boleh nggak? Mau jalan-jalan, mumpung Mas Riz dapet cuti."

Rafael menyusul sang istri keluar. "Mau kemana,  emangnya?"

"Cuma ke Mall kok, atau kalian mau join juga? Makan di luar yuk? Rencananya sih mau liburan tipis-tipis. Pulang ke rumah orang tuaku juga besok, jadi sebelum pisah sama Ruru, mau kami ajak jalan-jalan dulu. Boleh nggak?" Rizwar mewakili istrinya.

"Tanya aja anaknya, kalau dia mau ya silakan bawa."

Ruqayya akhirnya dipanggil, ia terlihat menimbang-nimbang.

"Ikut ayah sama bunda ya? Sama dedek?" rayu Rizwar.

Setelah beberapa saat anak itu mengangguk.

"Ummah, Papa, Yuyu dadah ya?"

"Iya. Nggak boleh rewel ya, kasian Bunda kalau kamu rewel. Bunda kan gendong dedek."

Ruqayya mengangguk. "Ciap. Ayah, ndong aku!" titah bocah itu pada Rizwar.

Pria yang kini mulai kebapakan pasca lahirnya sang putra itu menuruti keinginan putri tirinya. "Siap, kakak. Pamit sama Papa sama Ummah dulu."

Ruqayya melambaikan tangan pada kedua orang tuanya sebelum ikut kedua orang tuanya yang lain. Ya, bahagialah dia memiliki empat orang tua yang menyayanginya.

"Sayang, ikut aku balik ke kantor yuk," ajak Rafael pada istrinya.

"Hm? Ngapain?"

"Ya sekali-sekali gitu ikut suami kerja. Nanti aku siapin room paling istimewa, dan kamu bisa nikmatin istirahatmu. Kalau di sini, ntar yang ada kamu ikut ngurusin kembar kalau nggak disuruh Ummi bikin kue," bisik Rafael di telinga istrinya.

Shaffiya akhirnya mengangguk. Untuk pertama kalinya, ia ikut suaminya ke tempat kerjanya.

*****



"Kamu bisa order apapun, kalau mau belanja ke sebelah aja. Ini kartunya. Aku selesai jam lima nanti."

Pesan itu masih terngiang di telinga Shaffiya. Belanja? Hmm... Tak ada yang ia inginkan sekarang. Dia bukanlah sosialita yang jago mengalihkan uang menjadi barang. Otaknya terprogram sebagai pencari uang bukan penghambur.

Ia hanya membeli garam mandi dan perintilan berendamnya serta satu set gamis dan satu set baju santai yang akan ia kenakan sembari menunggu suaminya.

Suami ❤

[Tidur? Belanja apa tadi?]

Istri Mafia

[Belanja baju 2 sama packet spa]

Suami ❤

[Kenapa nggak di bawah aja?
Nyalon kek ngapain kek]

Istri Mafia

[Enakan di sini sendiri
Berendam ampe ketiduran
Sekarang, nunggu Ayank pulang
Masih lama?]

Suami ❤

[Harusnya aku balik jam 8
Kayak biasanya, tapi
Hari ini aku pulang jam 5
Biar bisa pacaran dulu
Sebelum pulang
Dinner dulu nanti]

Istri Mafia

[Oh oke. Sepi juga ya
Berasa gadis
Buntutnya dua nggak ada
Lakinya sibuk
Hmm]

Shaffiya mengirimkan sebuah foto, menunjukkan kebosanannya karena kesepian. Meski room yang ia tempati sangat nyaman, tetapi, bagi seorang ibu-ibu, hidup tanpa gangguan putra putrinya itu rasanya hampa. Meski kadang ketika lelah, mereka suka mengeluh ingin istirahat dan sekedar 'me time'.


Istri Mafia

[Aku beli itu. Sama gamis 1]

Suami ❤

[Aku ke situ sekarang]

Shaffiya terkekeh, benar saja, sepuluh menit saja pria itu sudah membuka pintu dengan master key-nya.

Sang wanita pura-pura tidak melihat sosok berbaju garis merah putih yang tengah menatapnya dari pintu. Shaffiya malah asik memainkan ponselnya sembari duduk di ranjang.


"Astagfirullah, Mas? Katanya jam lima? Ini baru jam satu lima belas."

Pria tadi tak menjawab. Ia mendekati istrinya.

"Eh eh, ngapain?"

"Nemenin mantan janda yang kesepian," jawab Rafael sembari naik ke ranjang.

Shaffiya melempar bantal pada suaminya. "Kalimatmu nggak enak didengernya. Dasar mantan hot daddy tanpa bini. Yapi sekarang udah beristri."

Rafael tertawa, ia menarik istrinya mendekat. Kemudian mulai melakukan hal yang selama ini hanya ada diangan. Mencumbu istrinya semaunya tanpa gangguan suara cempreng yang beteriak 'PAPAA MAMAA!' atau telpon nyaring dari Amr.

"Cie, mantan pengantin baru, akhirnya bisa berduaan," ucap Shaffiya.

"Aku harus berterima kasih ke Rizwar sama Ifah soal ini. So, boleh aku ambil sekarang?"

"Apanya? Perasaan kamu nggak nitip apa-apa deh."

"Belum nitip, tapi berharap bisa nitip, di sini," ucap Rafael sembari mengecup perut istrinya.

"Mas, siang-siang weh! Yang baca pada puasa!"

"Astagfirullah, ya udah deh, nggak usah kita ceritain. Tutup aja, Thor, tutup. Tar pada dosa. Hmmm. Lanjut tar malem."

Keduanya tertawa dan menikmati honeymoon dadakan mereka meski hanya satu hari.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Assalamualaikum

😂😂😂

Udah ya nanti lagi ya


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro