Second Choice - 05 - Their Feelings
Saat ini Vida, Placer dan Horca tengah berdiam diri dikebun milik Kuon. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan. Horca masih tidak mempercayai apa yang dia lihat saat ini. Dua saudaranya yang sudah meninggal kini tengah berdiri dihadapannya.
Banyak sekali yang ingin Horca ceritakan kepada dua saudaranya itu, tapi seperti ada sebuah perekat yang merekat kuat membungkam bibirnya.
Placer sebenarnya jengah dengan situasi seperti ini, situasi dimana mereka saling diam-diam saja. Hingga pada akhirnya, Placerlah yang memecah keheningan diantara mereka bertiga. "Ah, mou! Sampai kapan kita akan berdiam diri seperti ini?!"
"Ahaha- aku juga tidak tahu, Placer. Lagipula jika kalau ada yang ingin aku katakan aku juga sepertinya akan kesulitan mengatakannya."
"Katakan saja."
Placer dan Horca sontak menatap Vida yang tiba-tiba saja menyahuti percakapan mereka. "Apa- yang kau maksud Vida?"
Horca tahu jika Vida sedang menyuruhnya untuk mengatakan apa yang mengganjali pikirannya, namun Horca memilih pura-pura tidak tahu saja dengan apa yang Vida ingin bicarakan.
"Kau jelas tahu apa yang ingin aku bicarakan, Horca."
"Hee?"
Horca mengalihkan pandangannya agar tidak menatap Vida, Vida menatap tajam Horca menuntut sebuah penjelasan. Sedangkan Placer yang berada ditengah-tengah kedua saudaranya pun merengut tidak suka, karena hanya dia saja yang tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh keduanya.
"AHH, mou! Sebenarnya apa yang mau kau katakana Horca? Kau juga jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja Vida! Jika terus begini aku tidak akan paham dengan apa yang kalian bicarakan!"
Vida dan Horca pun sama-sama membuang muka. Tindakan mereka justru membuat Placer sedih karena kedua saudaranya tidak bisa jujur satu sama lain. Saat dia berada dialam lain, Placer baru saja terpikirkan satu hal yang selama semasa dia hidup tidak pernah dia lakukan sama sekali, yaitu, jujur mengenai perasaannya didepan saudara-saudaranya.
"Sudah cukup kalian berdua,"
Horca dan Vida sontak melihat Placer yang menundukkan wajahnya. Pada detik itu juga Horca dan Vida sadar, jika selama ini mereka memperlakukan Placer sebagai anak kecil padahal Placer sudah tumbuh dewasa.
"Kalian selalu saja begitu, berdebat, berdebat dan berdebat tanpa sekalipun mengajakku didalamnya. Sejak dulu jika kalian sedang membahas sesuatu jarang sekali mengajakku didalamnya, padahal aku ini adik kalian!"
Horca dan Vida terhenyak mendengar penuturan Placer. Memang benar sejak dulu mereka berdua lebih sering tidak mengajak Placer dalam pembicaraan serius apapun, hanya sesekali mereka ajak. Mereka lupa jika adik kecil mereka sudah tumbuh dewasa, bukan lagi anak kecil yang harus dilindungi.
"Placer aku ... maafkan aku yang masih memperlakukanmu seperti anak kecil. Aku terkadang lupa jika adik kecilku ini sudah besar, sudah bisa membuat keputusannya sendiri. Yah, walaupun kau masih sering bersikap kekanakan, tapi kaulah adik kecilku tersayang."
Horca tersenyum kecil seolah meminta maaf karena melupakan jika Placer sudah tumbuh dewasa.
"Maa, aku juga. Aku juga sering bersikap kasar dengan kalian. Aku hanya tidak mau kehilangan keluargaku lagi, dan pada akhirnya Horca-lah yang kehilangan kita berdua."
Setelah mendengar itu tanpa basa basi Placer langsung memeluk Horca dan Vida dengan erat, melampiaskan semua perasaan yang selama ini terpendam. Horca membalas pelukan Placer dan merengkuh Vida dalam pelukannya juga.
----------Second Choice----------
Disisi lain Reue dan Schau sedang patroli bersama. Karena identitas Schau masih belum boleh ketahuan oleh pihak manapun maka dari itu Schau menggunakan sebuah jubah milik Arme untuk menutupi identitasnya.
Tidak ada yang berubah dari Schau baik dari sikap, fisik dan mental.
Schau tetaplah Schau.
Reue menatap putranya dalam diam. Jika seperti ini kenapa susah sekali rasanya untuk jujur mengungkapkan apa yang dia rasakan selama ini. Banyak sekali yang ingin diucapkan oleh Reue kepada Schau. Betapa sakit dan sedihnya Reue ketika tahu Schau mati karena mencoba untuk membunuh Arme atas perintah Misericorde, betapa bersyukurnya Reue ketika mendapati Schau hidup kembali. Padahal jika dipikir menggunakan logika kebangkitan Schau, Fuga, Vida, Placer dan Ethernea itu adalah hal yang sangat mustahil untuk dilakukan. Bahkan Kabane, Konoe dan Kuon sendiri mengakui itu.
Reue tanpa sadar larut dalam pemikirannya sehingga tidak sadar jika Schau menatapnya dengan pandangan aneh.
"Ada apa? Wajahmu terlihat begitu kusut."
Suara Schau yang memecah keheningan diantara mereka berdua membuat Reue yang berada didalam lamunannya terkejut.
"Ah- tidak. Schau kun, bagaimana perasaanmu setelah kembali ke dunia?"
Reue yang tidak ingin ketahuan jika dia sedang melamunkan kebangkitan mereka ke dunia yang masih menjadi sebuah misteri. Sedangkan Schau merasa heran kenapa ayah angkatnya ini tiba-tiba mengalihkan pertanyaannya dengan pertanyaan.
Schau mengacuhkan perasaan penasarannya dan menjawab pertanyaan ayah angkatnya itu dengan nada datar khasnya, "tidak ada. Aku malah mempertanyakan kenapa dia memutuskan untuk membangkitkanku lagi bersama dengan orang-orang itu."
Ah.
Reue harusnya sudah bisa menebak ini, Schau itu susah untuk mengekspresikan perasaannya dengan jujur. Reue tahu jika kalimat yang barusan terlontar dari mulut Schau bukanlah kalimat yang ingin dia katakan.
Keduanya berhenti tepat didepan sebuah gerbang, Schau menatap Reue dengan datar dan Reue menatap Schau dengan pandangan penuh dengan luka.
"Kau tau? Pada saat-saat terakhirmu berada dipelukanku dan memanggilku otousan dan berusaha untuk meminta bantuanku, walaupun aku terlambat untuk menjemputmu, tapi itu membuatku terharu. Itu sangat mengingatkanku tentang bagaimana pertama kali aku menemukanmu dan pada waktu yang sama aku memutuskan untuk mengangkatmu sebagai anakku, dan ketika aku kehilanganmu untuk selamanya, perasaan sedih, marah, kecewa menjadi satu,"
Reue menghela nafasnya pelan, mengelus pelan surai putih keunguan milik Schau. "aku begitu marah dengan Misericorde yang memberimu perintah untuk membawa Arme kun kembali ke Ark dan memberimu perintah lain untuk membunuh Arme kun sementara dia sendiri tahu bahwa jika ada yang berusaha untuk mencelakai sang Tenshi maka luka yang diterima oleh Tenshi akan berbalik kepada orang yang mencelakainya."
Selama Schau hidup, dia tidak pernah melihat Reue mengutarakan isi hatinya. Apalagi dengan kalimat sepanjang itu. Reue terlihat memikul banyak sekali beban yang Schau sendiri tidak yakin apa itu.
Tapi ini aneh, kenapa Schau rasanya nyaman, terharu dengan pengakuan Reue. Sangat jarang ayah angkatnya itu mengungkapkan perasaan pribadinya. Mungkinkah sekarang saatnya untuk Schau mengakui apa yang dia rasakan selama ini?
Schau mengalihkan pandangannya agar tidak menatap langsung manik Ayahnya. "Aku juga. Saat itu aku merasa senang ketika tahu ada yang berniat mengadopsiku, karena pertama kali dalam hidupku memiliki seorang ayah yang tulus mencintaiku apa adanya, bahkan pria itu tahu jika aku bukanlah anak kandungnya. Pria itu mencintaiku, menyayangiku setulus hatinya. Sejak kecil dia melindungiku dari jangkauan tangan para petinggi Nerve dan UnityOrder yang menolak keberadaanku saat itu. Hingga pada suatu hari entah apa yang membuat hubungan kita sedikit merenggang. Aku tidak pernah tahu bagaimana isi hatinya, saat itu yang aku tahu hanyalah betapa dia sangat menyayangiku. Penyesalan terbesarku saat itu kenapa tidak sejak awal aku menyadari perasaannya."
Keduanya sama-sama diam karena canggung setelah mendengar pengakuan masing-masing dari mereka. Keduanya terdiam cukup lama hingga Schau lah yang membuka kembali membuka percakapan.
"Sejujurnya aku tidak menyangka jika kalimat-kalimat itu keluar dari mulutmu apalagi dari mulutku. Orang yang nyaris terlihat tidak peduli dengan apapun mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu. Apa orang-orang ini telah mencuci otakmu?"
Schau sedikit meledek ayahnya. Detik itu juga Reue terhenyak dengan candaan yang dilontarkan oleh Schau. Reue terkekeh pelan untuk menanggapi candaan Schau. Reue mengelus kepala Schau dengan penuh rasa sayang.
"Tousan janji akan menebus semuanya. Tousan akan menyayangimu, melindungimu kali ini tidak ada kebohongan lagi."
----------Second Choice----------
Fuga saat ini tengah berdiri didepan dua orang yang sudah dia anggap sebagai keluarga atau kini mantan keluarga? Ah, entahlah dia sendiri juga tidak bisa memahaminya. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Masih ada perasaan marah, kecewa, rindu dan juga sayang. Fuga masih merasa marah dan kecewa mengingat perhatian dan kasih sayang Libel dan Cura kepada Arme. Tapi diwaktu bersamaan Fuga juga merasa rindu dengan kasih sayang yang diberikan oleh Libel dan Cura kepadanya dan sayang kepada dua rekannya itu.
"Fuga."
Dan pada akhirnya Fuga larut dalam lamunannya sendiri hingga Cura memanggilnya untuk menyadarkannya dari lamunannya.
"Iya?"
"Ada yang perlu kami omongkan denganmu. Tentang kejadiaan saat itu."
Fuga terkejut ketika Cura mengatakan hal itu. Ada banyak perasaan yang mengganjalnya sekarang. Tapi jika dia terus-menerus menghindar perasaan yang mengganjal itu tidak akan pernah selesai.
"Ada apa, Libel san? Cura san?"
"Aku ingin minta maaf denganmu atas apa yang terjadi pada kita terakhir kali. Mungkin ini terdengar seperti sebuah alasan, memang benar dan kau tahu sendiri bagaimana aku sangat menginginkan kedamaian didaratan? Kedamaian yang tidak kita dapat semenjak Nerve menyerang Kerajaan Gotho seribu tahun yang lalu? Keinginan untuk mendapatkan kedamaian itu semakin membesar ketika kita sudah berhasil menculik Tenshi dari tangan Nerve dan mengira jika ada Tenshi ditangan kita maka semua akan menjadi mudah, hingga pada penculikan pertama Tenshi oleh Kokujohyako disana aku masih mengira semua akan baik-baik saja, hingga aku melupakan perjuangmu untuk masih bertahan hidup hingga saat itu. Maafkan aku yang baru menyadari betapa sakitnya kamu diakhir hidupmu ditanganku sendiri. Maafkan aku yang tidak menyadari jika luka batinmu lebih parah ketimbang luka fisikmu. Maafkan aku yang telah membunuhmu Fuga. Tapi kau harus tahu ... kau harus tahu betapa aku merasa bersalah kepadamu. Maafkan aku."
Fuga terkejut kala mendengar penuturan Libel. Sungguh dirinya tidak pernah menyangka jika Libel memendam isi hatinya selama ini. Memendamnya selama hampir sepuluh bulan semenjak kematiannya yang pertama. Fuga menoleh kearah Cura dan melihat sang wakil menganggukkan kepalanya tanda bahwa semua yang diucapkan oleh Libel itu benar adanya.
"Aku juga minta maaf kepadamu Fuga. Aku minta maaf karena tidak mengatakan apapun padahal aku tahu apa yang sedang dipikirkan oleh si bodoh ini hingga akhirnya kamu salah paham dengan pemikiran Libel dan merasa sudah tidak sejalan lagi dengan keinginannya."
Fuga semakin terkejut ketika Cura juga mengungkapkan isi hatinya. Fuga menundukkan kepalanya agar Libel dan Cura tidak bisa melihat wajahnya.
"Sejujurnya aku masih membencimu Libel san. Kau lebih memilih memperhatikan Arme ketimbang diriku, iya aku juga tahu jika Arme tidak pernah melihat dunia luar tapi kau tahu? Ketika kalian berdua memilih memperhatikan Arme aku merasa iri dan berpikir, ah beruntungnya Arme dia mendapatkan perhatian dari Libel san dan juga Cura. Sedangkan aku harus terluka terlebih dahulu untuk mendapatkan perhatian kalian."
Walau Libel dan Cura tidak bisa melihat wajah Fuga, tapi mereka berdua bisa melihat bahu Fuga yang bergetar. Tidak, bukan marah tapi menahan tangis. Tidak perlu banyak berpikir keduanya memeluk Fuga dengan erat, menyalurkan rasa rindu yang teramat sangat, permintaan maaf dan betapa sayangnya mereka kepada Fuga. Detik itu juga Fuga membalas pelukan Libel dan Cura.
----------Second Choice----------
Arme, Ethernea dan Kuon tertawa pelan ketika tahu hubungan Kokujohyako, Reue Schau dan Ribellion sudah membaik kini yang perlu mereka lakukan adalah membuat sebuah rencana yang sempurna untuk menggulingkan kekuasaan Nerve dan memberikan kedamaian bagi daratan.
https://youtu.be/IRVjwHd8eL8
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro