Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[04] Bukan Perempuan Baperan


"Hes, sudah pulang sekolah?" tanya Nata.

Ambar mendesis. "Berarti tadi Pak Nata beneran mengira aku masih di sekolah? Dipikir aku suka kelayapan mentang-mentang dia nggak ada?" pikir Ambar.

"Pak Nata sini deh. Pastikan sendiri ini saya atau Nyai Kunti." Remaja kelas sepuluh itu mengulurkan tangannya dan melentik-lentikkan kelima jari.

Nata terlihat malas menanggapi jika Ambar mulai berkata aneh-aneh.

"Pak Nata, mandi, Pak! Pak Nata baru balik. Bajunya juga belum ganti. Jelek. Kalau udah rapi, ke dapur. Saya sudah masak, dilebihin dikit buat Bapak."

"Kenapa cuma sedikit? Aku makannya banyak."

Ambar mendorong Nata ke kamar pria itu. "Udah, sih, Bapak nggak usah ngejawab. Pak Nata mandi dulu, saya nggak akan habisin jatah makan Bapak."

"Peluk dulu suaminya. Sudah sebulan nggak ketemu," pinta Nata dengan mengulurkan tangan ke arah Ambar.

"Mandi dulu. Pak Nata bau."

"Aku kangen sama kamu," kata Nata tak terima penolakan Ambar dan mengaitkan lengannya di pinggang belakang Ambar.

"Boong aja terus gas lagi kebohongannya, Pak. Bapak sendiri yang nggak mau pulang," rajuk manja Ambar.

"Aku mandi dulu. Nanti kita bahas semuanya kalau sudah makan. Mau ikut mandi juga?"

Ambar mencubit pinggang Nata yang mulai genit. "Bapak mesum!"

"Jangan teriak-teriak, Hes! Nanti tetangga pada datang." Nata melihat ke arah jam dinding dan menyadari ada sesuatu yang berbeda. "Foto nikahan kita kamu taruh di mana? Kenapa nggak ada?"

"Cuma saya simpan. Hari itu ada teman datang ke rumah, untung Hesi sempat beresin. Mungkin nggak saya pasang lagi daripada tetangga juga lihat."

Nata mengangguk saja. "Betul nggak mau ikut aku ke kamar?" tanya pria itu lagi dengan mengedipkan matanya.

Ambar melemparkan bantal sofa ke wajah suaminya. "Genit!!" teriaknya.

"Suami sendiri dilempar-lempar."

"Suami berdua sih," bisik Ambar sambil mencebikkan bibirnya.

***

Ambar mana bisa menahan rasa penasaran. Ambar ingin melihat bagaimana hubungan Nata dengan istri barunya. Pagi ini Nata pergi lari pagi tanpa membawa ponsel. Ambar mengaktifkan layar ponsel Nata yang terkunci dengan mudah. Pinnya adalah tanggal lahir Ambar. Sebelum memulai penyelidikan, jantung Ambar telah bereaksi bak cacing pita sedang orkestra. Kalau biasanya Nata tidak punya rahasia apa pun, kini sudah beda. Nata pasti tidak ingin Ambar mengetahui kehidupannya dengan si istri baru. Sebenarnya, Ambar tidak mau peduli daripada ujung-ujungnya bersedih hati. Namun, rasa penasaran Ambar mengalahkan rasa hormat terhadap pria yang nyaris sepuluh tahun lebih tua darinya itu.

Acak-acak aja deh privasinya Pak Nata.

Ambar membuka aplikasi WhatsApp. Tidak ada satu pun chat dengan istri baru. Ambar penasaran dengan nama si istri pada kontak Nata. Dari ratusan nama tak ada indikasi seseorang yang spesial selain nama Ambar—H dari Hesi, yang diberi emoticon cium love. Galeri! Ambar pun membuka galeri smartphone milik Nata.

"Kok nggak ada foto nikahan si Bapak sih? Siaran langsung waktu itu dari hape ini. Masa Tante Marsya nggak memfoto satu pun?" Dugaan Ambar memang Tante Marsya-lah orang yang melakukan siaran langsung pada prosesi pernikahan Nata dan Fela—Ambar tahu nama wanita yang dinikahi Nata dari tulisan di dinding.

"Beneran nggak ada. Pak Nata hafal di luar kepala nomor istri barunya?" tanya Ambar heran. "Atau ... masak sih Pak Nata enggak menyimpan nomor istri kedua?" Ambar mulai merasa senang. "Pak Nata ih bisa banget bikin Hesi tambah cinta."

Cinta? Ah, enggak. Biar Pak Nata aja yang cinta. Akunya jangan. Ambar bertekad.

"Hes. Kamu ngapain di sini? Udah bener kamu nggak mau masuk. Nanti terjadi apa-apa. Keluar."

Ambar melirik Nata dengan sudut bibir naik sebelah. Ternyata Nata sudah selesai mandi. Handuk melilit di pinggang dan air meleleh di dadanya.

Ambar berguling menyamping dari posisi berbaring telentang. Rambutnya yang panjang menyebar di sekitar kepalanya. "Kepo sama acaranya Pak Nata. Tapi nggak ada satu pun foto di galeri Pak Nata," lapornya.

"Memang nggak ada." Nata membelakangi Ambar memperhatikan susunan baju dari lemari.

Melihat Nata terlalu lama berdiri, Ambar pun akhirnya turun tangan. Sebagai istri hanya hal-hal kecil seperti inilah yang akan Ambar lakukan.

"Ini aja, Pak. Cuacanya lagi dingin. Pakai yang agak tebel kausnya."

Nata segera memakai pakaian yang dipilihkan Ambar. "Celananya juga pilihin dong, Sayang."

"Bapak manja amat," keluh Ambar, tetap mengambilkan sebuah celana panjang untuk Nata.

"Bahasanya pake sayang." Itu bukan hal yang luar biasa. Ambar sudah ribuan kali dipanggil sayang. "Nggak baper," tolaknya.

"Kenapa Pak Nata nggak simpan satu fotonya? Hesi mau lihat wajah Pak Nata waktu nikah lagi. Pasti senang banget dapat istri baru. Bahagia sampai gak berhenti senyum tuh pasti."

"Hesi," panggil Nata dengan nada yang cukup serius. "Kalau saja aku bisa memilih, aku tidak akan menikah lagi. Aku sudah cukup menjadi suami kamu saja. Aku mencintai kamu apa adanya. Tidak peduli usia kita jauh jaraknya."

Tangan Ambar diremas pelan. Perasaan Ambar juga terasa dipeluk erat oleh pria di hadapannya. Ambar tahu perjuangan mereka tidak mudah. Perjuangan Nata untuk menikahinya pun cukup berat. Nata harus menentang kedua orang tuanya. Melawan kepada ibu yang sangat dia cintai demi Ambar.

"Melihat kamu menangis karena Mama, hatiku juga sakit. Mama perempuan pertama yang aku sayangi, sedangkan kamu punya tempat lain di hatiku yang sama besarnya dengan Mama. Melihat kalian tidak bisa akur, aku merasa gagal sebagai anak dan suami. Setiap kali Mama selalu meminta kita bercerai. Aku takut akan mengatakan hal-hal kurang ajar kepada Mama. Mama memohon kepadaku, Hes. Mama menangis karena aku tidak bisa mewujudkan keinginannya. Aku anak satu-satunya. Mama sangat ingin membantu sahabatnya. Mama berjanji untuk berhenti mengganggu kamu jika aku menikahi anak sahabatnya."

"Bapak kok melow gini sih habis mandi. Kayak pakcoy layu aja. Kan sekarang lagi seger-segernya," kata Ambar menyudahi bahasan berat itu. Ambar melingkarkan tangan ke leher Nata, sehingga ia terpaksa berjinjit. "Saya kelewatan banget, sih, barusan. Pak Nata nggak harus menjelaskannya lagi. Saya percaya sama Bapak. Maafin saya, ya, Pak."

"Aku mencintai kamu, Hesi. Kalau nanti aku berubah, tolong diingatkan."

"Janjinya bertubi-tubi. Lihat nanti aja deh," putus Ambar. Ambar tidak ada cita-cita jadi manusia baperan. Menangis di awal pernikahan Nata sudah cukup baginya. Sekarang cita-cita Ambar sudah lain.

"Tapi Pak Nata janji akan menceraikan istri Bapak kalau Hesi sudah jadi istri benerannya Pak Nata?"

"Kamu tunggu saja."

Setuju, Pak.

Pelukan mereka terurai, tapi tangan Nata masih berada di pinggang belakang Ambar. Keheningan terjadi di saat kedua mata mereka saling bertatapan. Jantung Ambar selalu berpesta pora ketika melihat wajah Nata dari dekat. Nata seorang pria dewasa bak dewa. Penolong Ambar saat dirinya putus asa. Bersama Nata Ambar merasa terlindungi. Dengan Nata Ambar merasa dicintai sepenuh hati. Ada Nata Ambar merasa aman dan tak lagi merasakan sepi.

Ambar menutup mata ketika Nata menempelkan bibirnya pada bibir Ambar. Pinggang Ambar ditarik, sehingga tubuh mereka berdempetan tanpa jarak. Ambar selalu merasakan ledakan hebat dalam jantungnya saat Nata menciumnya. Saling mereguk kemanisan dalam rasa yang menjadikan mereka dekat.

Ambar tidak pernah berhubungan dengan lelaki mana pun. Ia belum sempat berpacaran. Gadis polos seperti dirinya yang tak punya deretan mantan tiba-tiba sudah menjadi istri seseorang. Mereka bisa melakukan lebih dari ciuman itu. Tetapi Nata tidak membiarkan dirinya lepas kendali. Masa depan Ambar masih panjang. Sebagai seorang siswa, Nata tak ingin mengambil masa belia Ambar. Begitu juga Ambar. Bohong jika Ambar tidak memikirkan ke mana arah setelah ciuman itu. Namun, Ambar belum yakin akan menyerahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Nata. Apalagi kini Nata punya wanita lain.

"Ke mana saja Pak Nata ngilang sebulan?" tanya Ambar saat mereka sudah duduk di bangku meja makan.

"Kerja pulang ke rumah Mama. Maaf, kamu nggak aku kasih kabar."

Ambar mencebikkan bibir. "Pak Nata sudah ngapain aja sama istri baru Bapak?" selidiknya.

"Nggak sempat ke mana-mana. Aku banyak di rumah sebagai syarat kalau setelah itu aku akan tinggal di sini lagi sama kamu."

"Pak Nata mau di sini aja? Terus istrinya gimana?"

"Kamu sepertinya sangat tertarik sama dia."

Ambar melotot. "Ih Bapak mengalihkan pembicaraan. Saya tadi tanya, Pak Nata sudah ngapain aja. Bukan ke mana aja."

"Kamu kenapa sih dari tadi membahas dia terus? Makan dong, lebih bermanfaat daripada ngomongin orang lain."

Ambar memukulkan sendok ke piring hingga terdengar denting cukup keras. "Pak Nata sudah mencium istri Bapak?"

"Kamu istriku, Hesi. Kamu tahu kita sudah sering melakukannya."

"Pak Nata mau ngajak saya muter-muter? Saya nggak akan lupa. Pak Nata pasti sudah macam-macam," kecam Ambar.

"Maka dari itu, kita nggak usah bahas masalah ini. Hesi kamu nanti ngambek kalau aku jujur."

"Tuh 'kan! Si Bapak mah sama aja kayak cowok lain. Nggak bisa lihat cewek yang bening banyak."

"Aku ini pria, Hesi, bukan cowok. Geli, Sayang, kamu sebut begitu."

"Terserah, Bapak. Saya mah cuman anak SMA."

"Tuh kan kamunya ngambek. Maaf, ya, aku nggak akan mengulangi lagi. Itu juga khilaf, nggak sengaja."

"Dasar Pak Nata tu emang mesum! Tukang belai aset!"

Ambar sudah mengira hal ini akan terjadi. Dalam video siaran langsung, ciuman singkat itu tampak penuh rasa. Nata melakukannya dengan sangat baik di depan semua hadirin. Apalagi jika tidak ada yang melihat kan? Pria bisa meniduri wanita mana pun tanpa cinta. Ambar semakin merasakan ancaman akan kehilangan Nata secara perlahan. Ambar juga tak bisa melakukan apa-apa selain pura-pura marah dengan hati teriris perih. Tampak dari luar Ambar hanya ngambek seperti yang Nata katakan. Perihnya luka dalam dada Ambar hanya dirinya yang tahu. Hubungan mereka mulai terasa bagai di persimpangan jalan. Nata sedang berdiri bingung hendak membelokkan arahnya ke mana.

***

MUBA, 23 MARET 2022 

1400 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro