7 | Too Little Too Late
Sejak binar itu tidak lagi menatapku dengan hangat yang sama,
Aku segera tahu tempatku bukan lagi di situ,
Sialnya, aku sedikit terlambat untuk mengembalikannya lagi...
Hiro Dharmawan.
***
The Great Hall Hotel Ambassador, Senayan, 2018,
Seperti puluhan malam minggu lainnya, Hiro menjadi sopir untuk ibunya seharian. Dari mulai ke salon sampai acara kondangan. Biasanya Hiro akan setengah hati menjalaninya, namun hari ini berbeda.
Karena Shilla dan mamanya ikut serta bersama ibunya sejak tadi siang. Berasa jalan bersama calon istri sekaligus mertua gak sih?
Tidak menjadi masalah jika Hiro disuruh ini-itu, mengantar-jemput dari satu titik ke titik lainnya, ataupun membawakan banyak barang, ke ujung dunia sekali pun.
"Udah cantik kok, Shil." Hiro berujar pelan ketika Shilla menggunakan cermin dari cushionnya untuk mengecek penampilannya.
"Udah ngomong gini berapa kali, Hiro?" Shilla protes sementara kedua ibu mereka yang berada di kursi tengah sedang heboh melakukan video call dengan member arisan manis manja lainnya.
"Lo bukan saudara dari pengantin cewek atau cowoknya kan?"
"Nggak kok. Kenal aja nggak sama yang nikah hari ini! Cuma kata Mama yang nikah tuh Namira sama Erland, anak dari member arisan manis manja. Makanya penampilanku harus on point. Kamu sih cowok mana ngerti sih."
"Yang cowok ngerti sih, kalo lihat cewek cantik spontan memuji aja sih."
Jika biasanya Shilla bakalan tersipu dengan gombalan manis Hiro barusan, namun kali ini hanya tersenyum garing. Mendadak suasana jadi hening karena tidak ada yang membuka topik obrolan. Hiro fokus menyetir sementara Shilla fokus dengan ponselnya. Sesekali, Shilla tersipu sambil tersenyum ketika mengetik balasan chat.
Sudah beberapa kali Hiro memperhatikan gerak-gerik Shilla begitu semangat mengetik pada ponselnya. Kedua mata wanita itu nampak berbinar-binar.
"Ro, pintu masuknya jangan sampai kelewatan! Danisha bilang patokannya sebelum gerbang utama biar gak kena macet," sergah Debora, Ibu Hiro mengingatkan usai membaca Whatsapp di grup arisannya.
Hiro mengangguk dan melaju sesuai dengan arahan Ibu Negara.
Tidak ada waktu lagi untuk Hiro bicara karena ibunya terus memberikan instruksi tiada henti.
Pada akhirnya Hiro memutuskan valley parking saja agar tidak menyusahkan.
Begitu turun pun, Shilla juga meladeni mamanya yang sama cerewetnya seperti ibunya.
Hiro menahan rasa penasarannya dan memilih berjalan di samping Debora tanpa banyak bicara seperti biasanya.
"Deb, aku mau ketemu dulu sama kenalan Radian. Kamu sama Hiro duluan aja," sergah Ribka.
"Nanti kamu jadinya lama deh, Ka!" Debora protes.
"Nggak kok tenang aja. Aku nggak enak kalo nggak menyapa duluan, Deb. Dulu pernah bantu Radian pas merintis karirnya di dunia politik," sergah Ribka.
"Oh, ya udah kalau gitu aku tunggu di dalam sama Hiro." Debora tanpa ragu menggandeng lengan putra keduanya.
Shilla mengikuti Ribka yang sudah melangkah duluan dengan kecepatan penuh menuju lobi utama hotel Ambassador.
Shilla nampak kesulitan melangkah karena jarang mengenakan heels. Tidak seperti Ribka, ibunya yang sudah terbiasa.
"Hiro nggak mau cari pacar kayak Shilla?" tanya Debora sepeninggal Ribka dan Shilla.
"Hah?!" Hiro memekik kaget hingga melepaskan gandengan tangan Debora. "Gimana maksudnya, Bunda?!"
Debora terkekeh geli mendapati reaksi putranya itu, "Kamu nih ya, masa tahunya dari Bunda sih?!" seru Debora menepuk pelan pundak Hiro.
"Makanya jangan terlalu serius kerja seperti otosan dan Keiji!"
"Bunda bercanda kan? Tahu dari mana? Shilla cerita sendiri sama Bunda?" Hiro memberondong ibunya dengan banyak pertanyaan.
Debora tersenyum misterius, "Tenang, Nak. Tenang... Tarik napas dulu..."
"Tunggu deh, tujuan Bunda buka topik itu sebenarnya apa sih? Karena Keiji mau nikah, aku harus cari pasangan juga buat nyusul?"
"Bunda mau kamu bahagia. Kalau udah ketemu alasan buat bahagia, ya diusahakan. Seperti waktu kamu bilang gak mau ambil kuliah kedokteran di luar negeri dan milih kuliah seni di kampus swasta." Debora mengusap pelan pundak Hiro dan menatap penuh arti.
Firasat seorang ibu memang tidak pernah meleset. Kini, Hiro jadi tahu alasan di balik paksaan ibunya untuk mengantarnya ke sana-sini bersama Ribka dan putrinya. Hiro baru sadar juga bukan hanya tadi pagi ibunya bersikap demikian.
Sesaat setelah menasehati putranya, Debora membaur dengan beberapa kenalannya di dekat pintu masuk hall. Meninggalkan Hiro yang masih terjebak dengan perasaan haru.
Hiro segera menyusul langkah Debora lagi karena tidak ingin terjebak sendirian di tengah orang-orang yang tidak familiar.
Beberapa kali Debora mengenalkan Hiro pada temannya, yang dibalas Hiro dengan senyuman. Juga jawaban basa-basi mengenai pekerjaannya.
"Hiro nggak lapar?" seru Shilla tiba-tiba yang membuat Hiro hampir menjatuhkan gelas berisi air dingin yang sedang dipegangnya.
Sepertinya malam ini nasib jantung Hiro tidak baik-baik setelah diberi kejutan bertubi-tubi.
"Astaga, Shil!" Hiro memekik kaget.
"Mau kambing guling gak, Ro? Mumpung belum banyak yang antre tuh." Shilla menunjuk ke stall makanan kambing guling.
"Duh Deb, kalo aja Shilla nggak ingetin mungkin aku lupa harus kondangan ke sini!" Ribka berseru heboh.
"Aku baru mau telepon kamu. Eh, udah ditanyain sama Vinda tuh di sana. Kamu duluan aja, nanti aku nyusul," sergah Debora.
"Ya udah, jangan lama-lama. Vinda nelepon aku nih," seru Ribka lalu bergegas dengan terburu-buru.
Disertai anggukan Debora kemudian menghampiri Hiro sebelum berbalik dan mengikuti Shilla yang sudah melenggang menuju stall kambing guling incarannya.
"Bunda pernah lihat pacar Shilla main ke rumahnya beberapa hari lalu," sergah Debora menghapus gurat penasaran pada wajah putranya. "Surprisingly, kamu kenal banget pacar baru Shilla."
Hiro mengerjap berkali-kali seraya memastikan pendengarannya berfungsi dengan baik.
Ah tidak mungkin jika pernyataan sialan Grey mewujud nyata secepat itu bukan?!
"Ya udah Nak, ini kali terakhir deh Bunda ikut campur masalah kamu. "
"Makasih, Bunda." Hiro menjawab singkat yang berlawanan dengan gemuruh berisik dalam hatinya.
"Bunda tinggal nggak apa-apa? Kalau Hiro mau pulang duluan nggak apa-apa kok. Nanti Bunda tinggal minta jemput supir atau kakakmu yang lain."
Hiro menggeleng, "Masa Hiro nggak tanggung-jawab sampai selesai anterin Bunda ke rumah lagi?"
"Ini baru anak Bunda." Debora memberi dua jempol kepada putra bungsunya itu.
"Hiro bukan anak kecil lagi yang harus Bunda khawatirkan kok. Makasih buat perhatiannya. Sekarang, Bunda fokus aja sama acara Bunda. Tuh daritadi temen-temen Bunda udah telepon terus." Hiro melirik ponsel Debora yang sejak tadi menampilkan panggilan masuk bertubi-tubi dari sahabatnya.
Debora mengangguk lalu mengangkat panggilan telepon. Apa hanya Hiro yang tidak tahu jika Shilla sudah memilih orang lain?
Mungkin Hiro tahu tapi terlalu keras kepala untuk berdamai dengan kenyataan itu. Kalau Shilla sudah tidak ada lagi di tempat yang sama.
Seakan belum selesai semesta menertawai penyesalan Hiro, tiba-tiba saja dari kejauhan nampak Grey berpakaian rapih. Tidak seperti Grey yang ditemui selama ini.
Grey mengenakan blazer hitam, kemeja putih juga sepatu pantofel cokelat tua. Nampak serasi dengan Shilla yang mengenakan gaun beige tanpa lengan tengah mengamit mesra lengan kanan Grey.
Terlihat seperti mereka yang sedang menikah dan sedang mingle di antara kerumunan tamu undangan.
Mereka sudah menyamai langkah dan Hiro tidak lagi memiliki tempat di sana.
"Hiro mana?" tanya Grey.
Shilla berdeham canggung. Di luar perkiraan, Grey malah bersikap biasa sejak menerima kabar dirinya seharian bersama Hiro juga ibunya.
"Tadi sih aku ajak makan kambing guling." Shilla mengangkat bahunya.
Bukan waktu yang tepat gak sih memberi tahu Hiro mengenai hubungannya dengan Grey? Apalagi di saat seluruh kenalan ibunya berada di sini.
Yah, siapa juga yang menyangka kalau ternyata mama Grey kenalan keluarga pengantin laki-laki?!
"Dia pasti kaget lihat aku di sini. Emangnya cuma dia aja yang kenalannya samaan mulu sama mama kamu," seloroh Grey.
"Aku juga kaget sih lihat kamu serapih ini. Coba tiap hari kamu begini..." Shilla mengelus lembut pipi Grey.
"Ya ampun, Shil! Mama pikir kamu ke mana?! Diteleponin nggak diangkat," sergah Ribka yang muncul tiba-tiba dengan nada panik pada Shilla ditemani Hiro di sebelahnya.
"Oi, Bro. Tumben rapih," sapa Hiro.
"Kan mau ketemu calon mertua. Malam Tante Ribka." Grey menyapa mama Shilla.
"Loh ada Grey juga ternyata." Ribka menyalami Grey lalu tersenyum. "Shil, kenapa gak bilang mau ajak Grey? Kan jadinya kita gak perlu repotin Hiro dan Tante Debora!"
"Sama sekali gak merepotkan kok, Tante." Hiro menyahut dengan nada percaya diri.
"Sebenarnya bukan Shilla kok yang ajak. Kebetulan banget mamaku juga kenal sama Tante Janet, ibunya Erland. Makanya sekalian aja kita pacaran di sini," terang Grey dengan nada bangga seraya tidak mau kalah dengan Hiro.
Shilla pusing mendengar pacar dan mantan gebetannya malah jadi kompetisi begini?! Terlebih lagi mereka melakuannya di hadapan mamanya...
"Grey datang sama mama kamu?" tanya Debora.
Grey mengangguk, "Iya, Tante. Sebentar lagi kita mau salaman sama pengantinnya, mau bareng? Saya kenalkan juga sama mama."
"Boleh, Grey." Ribka mengangguk. "Hiro, makasih udah temenin Tante cari Shilla. Dengar-dengar kamu sama Grey sahabatan dari kuliah?"
Hiro mengangguk kala mendengar kenyataan pahit itu terucap, "Saya juga mau menyapa mamanya Grey nanti."
Selagi mamanya dan Hiro mengobrol, senyum Shilla seketika merekah dan lengannya menyikut Grey. "Bener nih yank? Secepat ini?"
Padahal Shilla dan Grey baru dua minggu berpacaran, sedang menikmati kedekatan manis mereka. Ternyata Grey sudah menyiapkan langkah serius.
"Aku udah bilang kan dari awal kalau niatku serius pacaran sama kamu? Ya ini, salah satu bentuk keseriusanku."
Shilla tidak mampu menyembunyikan pipinya yang tersipu berkat ucapan Grey. Apalagi pria yang tengah mengamit lengannya itu nampak gagah dalam balutan blazer yang dikenakannya.
Tanpa keduanya sadari, Hiro memperhatikan dalam diam dengan begitu intens ketika kedua mata Shilla berbinar hangat. Binar yang kerap ditemukannya saat wanita itu mengajaknya ke mall beberapa waktu lalu untuk membeli beberapa barang di supermarket.
Hiro tahu binar itu tidak lagi diberikan untuknya...
Kini, tidak ada jalan kembali lagi untuk Hiro mengejar langkah Shilla yang sudah lama berbelok ke tempat lain...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro